Semua Bab Crazy Woman: Bab 21 - Bab 30
124 Bab
20 : Belanja
"Ri, bangun udah siang," ujar Tian dari depan pintu kamar Ria. Sebenarnya masih pukul 9 pagi, tapi menurut Tian itu sudah termasuk siang. "Kok gak dijawab?" Tian membuka knop pintu untuk melihat keberadaan Ria. Begitu masuk ke dalam kamar, yang dilihatnya adalah Ria masih terlelap di dalam selimutnya. "Mau bangun gak?" bisik Tian di hadapan Ria sambil ia mengelus rambut halus Ria. "Engga," balas Ria yang masih setengah sadar. Ia makin mengeratkan pelukannya dengan boneka beruang coklat pemberian Tian. "Yaudah, take your time. Aku ke gym dulu ya," pamit Tian dan keluar kamar Ria untuk menuju tempat gym di tower 3. Ria benar-benar menikmati waktu tidurnya di hari Sabtu ini. Rasanya seperti sudah lama ia tak tidur dengan baik semenjak projectnya berjalan. Ria baru terbangun pukul 11 siang. Ia melihat Tian yang sedang menonton serial film di TV sambil m
Baca selengkapnya
21 : Protes
"Udah, sampai sini aja. Kasih ke security biar mereka yang bawa naik!" titah Ria pada kelima pengawal yang mengikutinya dari supermarket tower satu.Ria berjalan menuju resepsionis berada untuk meminta bantuan security membawa barangnya dan melaporkan jika ada dua kawannya yang akan berkunjung ke unitnya."Tolong tunjukkan KTP-nya dan tinggalkan identitas diri sebagai jaminan," pinta resepsionis tersebut pada Jimmy dan Januar. Ria bertemu Januar tadi di perjalanan kembali menuju tower tiga dan Januar memutuskan untuk ikut bergabung berkunjung ke tempat Ria.Jimmy dan Januar saling pandang. Ia tak yakin untuk memberikannya, nanti penyamaran yang mereka lakukan malah terbongkar di lobby ini."Gak masalah kok. Ini salah satu prosedur keamanan di tower tiga. Privasi kalian terjamin. Kalau nanti terbongkar, kalian bisa tuntut resepsionis itu karena melakukan pelanggaran," jel
Baca selengkapnya
22 : Sakit
Tok. Tok. Tok. Tok "Non, bangun. Ke kantor gak?" Ketiga kalinya Bi Sumi mengetuk pintu kamar Ria. Nonanya belum juga memberi sahutan. Bi Sumi memutuskan untuk masuk ke dalam kamar nonanya, meskipun ia sedikit takut karena Ria tak suka kamarnya dimasuki orang lain.Ria masih terlelap di balik selimutnya. Ia sangat kelelahan karena baru menyelesaikan pekerjaannya di jam tiga pagi. Ritme kerjanya akhir-akhir ini sudah di luar batas kemampuannya, tapi tetap ia paksakan. Pemimpin memang seperti itu, kelihatannya saja mudah menyuruh bawahannya untuk bekerja, padahal beban kerjanya lebih di atas mereka."Non, ayo bangun, sudah jam 8. Bukannya kantor Non masuk jam 9?" Bi Sumi menepuk pelan lengan atas Ria. Ia juga tidak tenang tidurnya tadi malam karena nonanya masih bangun dini hari.Ria melakukan sedikit pergerakan, ia masih berusaha mengumpulkan nyawanya yang entah pergi kemana. Tubuhnya sakit sekali.
Baca selengkapnya
23 : Dirawat Tian
"Sakit." Terdengar suara lirihan yang cukup menyayat hati bagi yang mendengar. Tian menghampiri Ria dan berusaha menenangkannya. "Iya sakit, mana yang sakit?" "Kepala, hidung, tangan." Ria menjelaskan dengan perlahan karena ia masih belum memiliki tenaga yang banyak untuk berbicara. "Sini aku pijit ya." Tian memijat kepala Ria yang katanya sakit. Ia memijat dengan lembut dan penuh kasih sayang. "Tenggorokan aku sakit banget." Ria menepuk-nepuk lehernya untuk menghilangkan sakit seperti tercekik. "Jangan dipukul Ri, kasian." Tian menghalau tangan Ria yang sibuk memukul lehernya. "Tidur lagi ya." Tian membujuk Ria untuk kembali memejamkan matanya. Saat ini masih pukul dua dini hari. 
Baca selengkapnya
24 : Reynal
Keheningan melingkupi ruangan yang berisi dua manusia dengan perasaan yang berbeda. "Aku gapapa," ujar sang lelaki dengan malas. Ia hanya jatuh dari motor dan masih selamat. Ria tidak mengeluarkan satu kata pun sedari tiba di kamar sang adik. Ia masih memandang Reynal dengan perasaan berkecamuk. "Mau sampai kapan sih diem-dieman? Aku gapapa, Kak. Aku gak mati, masih hidup dan lagi diliatin terus dari tadi." Rey muak lama-lama melihat kakaknya yang hanya diam saja. "Ikut Kakak pulang yuk," ujar Ria yang membuat Rey mengernyitkan dahi. Kan' mereka sudah di rumah. "Ke Rajawali." Rey menggelengkan kepala, ia tidak mau ke sana. Dari dulu ia memang tidak suka apartemen. Ria menghela napas, ia sudah tahu adiknya pasti akan menolak.“Siapa tadi yang antar
Baca selengkapnya
25 : Numb
“Sarapan dulu Reynal!” perintah Ria pada adiknya yang sedang tidak mau makan. Tiga hari sudah mereka bersama dan kondisi Reynal semakin membaik. Hanya saja lengannya belum sembuh, karena penyembuhannya cukup lama. “Gak mau,” balas Reynal keras kepala. Ria menghela napas. “Cepat, mau disuapin gak? Aku mau ke kantor sekarang. Udah ditungguin,” ujar Ria seraya menyodorkan sesuap nasi ke depan mulut Reynal. Ia tahu, Reynal berulah karena tak ingin Ria pergi ke kantor. “Terserah lah.” Meletakkan piring di meja nakas dan bergegas keluar kamar. Ria tidak bisa meliburkan diri lagi karena banyak pekerjaannya yang tidak bisa ditinggal. Reynal terheran dengan kepergian Ria. Ternyata dirinya tak lebih penting da
Baca selengkapnya
26 : Wira
“Ria, bisa gantiin gue ke Monokrom gak? Mereka mau pemotretan untuk photo card,” ujar Candra di jam 3 sore. Tidak ada tanggapan yang berarti dari Ria, ia tetap fokus mengerjakan berkas di hadapannya. Candra mencoba berbicara lagi. “Ria, how?” Meletakkan berkasnya dan melihat ke arah Candra dengan tatapan malas. “Iya.”“Thank you banget, Ri. Gue kabarin ke orang Monokromnya ya kalau lo yang datang,” ujar Candra dengan semangat. Ia harus menyelesaikan pekerjaan yang sudah ditagih, maka dari itu Candra meminta Ria untuk menggantikannya ke Monokrom. Ria baru keluar dari gedung Intrafood tepat pukul empat sore. Pekerjaannya baru selesai dan ia tak melakukan konfirmasi apapun dengan Monokrom. Biarlah, ia sedang
Baca selengkapnya
27 :Cemburu, eh?
Ria masuk ke studio pemotretan yang sangat luas. Tata ruangnya tidak jauh berbeda dengan tempat shoot iklan yang terakhir kali Ria datangi. Ruangan tersebut kosong. Tidak ada aktivitas pemotretan. Hanya ada beberapa staf yang sedang mengecek peralatan. “Mbak Ria? Cari GMC ya? Mereka di ruangan ujung sana, Mbak,” ujar seorang staf yang mengenali Ria. Ria berjalan ke ruangan yang ditunjuk staf tersebut tanpa suara. Staf tersebut sangat terkejut melihat Ria yang berlalu begitu saja. Padahal pertemuan terakhir mereka penuh suka cita. “Maafkan Nona saya ya, Pak. Nona sedang sakit,” ujar Anton meminta maaf atas nama Ria. Anton juga tidak habis pikir Ria benar-benar tidak menerapkan basic manner. Sepertinya ia harus menanyakan ini pada Ardi, apakah Ria memang bisa berubah seperti itu jika sedang sakit?
Baca selengkapnya
28 : .....
Aku menyandarkan punggung di kepala sofa. Hari ini fluktuasi emosiku luar biasa sekali. Entah mengapa aku mengambil keputusan impulsif untuk menggunakan free pass card. Aku tidak tahu konsekuensi yang akan muncul di kemudian hari.  "Permisi, Nona. Silakan diminum," ujar seseorang yang sepertinya staf di hadapanku. Pasti dia mau meracuniku, karena dia tahu identitas asliku. Aku memandang dengan tajam orang tersebut yang tak kunjung pergi.  "Silakan diminum, Nona." Ia memaksa diriku untuk meminum.  Aku meraih gagang gelas yang barusan dibawanya kemudian kulempar tepat ke hadapan kakinya. "Kamu mau meracuni saya, kan?" tanyaku telak padanya. Apa lagi coba motif dia? Kul
Baca selengkapnya
29 : Pulau Biru
"Kita off berapa lama?" tanya Tian di tengah break syuting GMC. "Lima hari. Lo udah ada rencana, Yan?" tanya Jimmy di hadapannya. Tian kembali membalas pesan di ponselnya dan berujar, "Iya. Opung gue minta quality time bareng." "Lo gak pulang ke Ibu?" tanya Tian balik, karena biasanya sedikit apapun waktu libur mereka, pasti akan dihabiskan bersama keluarga. Jimmy menjawab dengan gelengan kepala. "Enggak. Ibu gue udah datang beberapa hari yang lalu dan sekarang tinggal di apartemen gue. Makanya gue pulang terus kan, gak tidur di dorm." "Btw, Yan. Kek nya kita belum pernah kenalan sama Opung lo, deh," ujar Elang begitu teringat ia belum pernah berjumpa dengan Hartanto. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status