Semua Bab Four Moons: Bab 11 - Bab 20
49 Bab
#11 Liburan Petaka
Keesokan harinya, suasana di antara mereka masih terasa canggung, bahkan tidak ada yang berani keluar terlebih dahulu dari kamarnya masing-masing. Untungnya, hari ini adalah hari terakhir liburan, jadi nanti siang mereka akan kembali pulang dan kembali ke kehidupannya masing-masing.   “Cklek…” terdengar suara pintu terbuka, dan semua orang yang masih terjaga di kamarnya langsung mencuri dengar siapakah yang akhirnya memutuskan untuk keluar kamar itu.   “Menurut kamu, siapa kira-kira yang keluar?” Tanya bu Tia dengan masih tertidur di kasurnya dan berbantalkan lengan pak Andrian. Tak ketinggalan, bu Tia juga memeluk anaknya yang masih tertidur.   Pak Andrian tersenyum tipis, lalu beliau mencolek ujung hidung istrinya dengan gemas. “Kamu tuh pengen tahu aja,” ucap pak Andrian kemudian.   “Iya dong, kemarin kamu tahu sendiri bagaimana situasinya,” bu Tia masih mencoba mencuri dengar, bahkan kali ini bel
Baca selengkapnya
#12
Hari demi hari telah berlalu sejak liburan petaka terjadi, dan sejak hari itu bu Niken tidak bisa melupakan kejadian yang tanpa sengaja beliau lihat. Bu Niken bahkan berusaha mengingat-ingat warna sepatu para suami yang dikenakan pada hari itu. Dan untungnya, ketika bu Niken mengingat-ingat akan hal itu, bu Niken ingat bahwa suaminya pada hari itu memakai sepatu berwarna hitam kecokelatan. Jadi, bu Niken mengeliminasi suaminya dari daftar lelaki yang dilihatnya para hari itu. “Mikirin apa Bu?” Tiba-tiba terdengar suara bu Tia yang sedang memandanginya dengan penuh curiga. “Eh?” Bu Niken yang tidak menyangka akan ditanyai seperti itu, hanya bisa kebingungan. “Tidak jadi Bu, saya juga tidak berhak mengetahui apa yang sedang bu Niken pikirkan saat ini.” Bu Tia menyelingi ucapannya dengan tawa ringannya yang sangat khas. “Tadi Ibu ngomong apa? Maaf tadi saya lagi ada sesuatu yang harus dipikirkan,” ucap bu Niken dengan menunjukkan perasaan
Baca selengkapnya
#13
Sepulang dari sanggar, bu Niken mengendarai mobilnya dengan pikiran yang masih terpaku ke arah sepasang lelaki dan perempuan yang beliau lihat sepulang liburan. Sejujurnya, meskipun bu Niken sempat yakin bahwa lelaki tersebut bukan suaminya, akan tetapi di lain sisi bu Niken juga takut bahwa suaminya pernah mengalami kejadian seperti itu, alias bertemu dengan perempuan lain dalam keadaan yang intens tanpa sepengetahuan beliau. “Tiinnn…” suara klakson mobil yang berkepanjangan terdengar dari belakang mobil bu Niken. Ternyata karena bu Niken sedang melamun dengan santainya, beliau tidak menyadari akan pergantian warna lampu lalu lintas. Menyadari hal itu, bu Niken langsung menancap gas mobilnya. Beberapa menit kemudian, mobil bu Niken telah memasuki area garasi rumahnya. Setelah mematikan mesin mobilnya, bu Niken mengambil tas jinjingnya yang beliau letakkan di bangku penumpang, lalu beliau keluar dari mobilnya. 
Baca selengkapnya
#14
Bu Aliyah keluar dari kamarnya dengan langkah yang sempoyongan. Sudah selama beberapa hari ini, beliau merasa tidak enak badan, hingga tidak bisa kemana-mana, bahkan hanya untuk ke minimarket dekat rumahnya saja pun cukup melelahkan. Bu Aliyah berjalan menuju dapur untuk makan siang, karena memang beliau baru saja terbangun dari tidurnya yang baru saja dimulai jam 4 pagi tadi. Dari pagi tadi, bu Aliyah sudah ditinggal sendiri, karena anak-anaknya sekolah dan suaminya pun kerja. Bahkan, tadi pagi pak Rio juga tidak berusaha membangunkan bu Aliyah untuk meminta tolong membuatkan sarapan. Setelah berhasil menggoreng telur dan mengambil nasi yang sepertinya sudah dimaksakkan oleh pak Rio tadi pagi, bu Aliyah langsung memakannya dengan malas-malasan. Sebenarnya, beliau tidak berselera untuk makan, akan tetapi bu Aliyah berpikir, jika beliau tidak makan secara terus-menerus, bagaimana bisa beliau sembuh. “Ting..Tong&hell
Baca selengkapnya
#15
Bu Aliyah menunggu kedatangan suaminya dengan perasaan yang gelisah, sehingga bu Aliyah sempat melupakan fakta bahwa beliau sedang tidak enak badan dan butuh waktu istirahat. Bu Aliyah tidak berhenti memandangi jam dinding di kamarnya, beliau menghitungi waktu sampai suaminya tiba di rumah. Bahkan, pada saat anak-anak bu Aliyah sudah pulang dari sekolahnya masing-masing, bu Aliyah hanya menyambutnya dengan setengah hati. Hal ini tentu pemandangan yang sangat asing di keluarga bu Aliyah. Biasanya, bu Aliyah akan menciumi anak-anaknya satu per satu, sampai anak-anaknya sendiri yang risih menerima perlakuan manis dari bundanya yang menurut mereka cukup berlebihan seperti itu. Setelah menyiapkan makan untuk ketiga anaknya, bu Aliyah kembali ke kamarnya sambil mencuri-curi dengar, apakah pintu rumah telah terbuka. Sampai akhirnya, terdengar suara pintu yang terbuka. Mendengar suara tersebut, tentu saja langsung memberikan efek yang luar bjasa kep
Baca selengkapnya
#16 Kecurigaan Tak Menentu
Semenjak hari petaka itu terjadi, bu Aliyah tidak pernah menyapa pak Rio, bahkan pada saat pak Rio hendak meminta maaf kepada istrinya itu, bu Aliyah tidak pernah menggubrisnya. Bu Aliyah masih belum bisa melupakan betapa pahitnya hari itu, mengingat beliau sedang sakit dan menerima perlakuan seperti itu dari suaminya.   “Bunda ada kelas hari ini?” Pak Rio tidak pernah berhenti berusaha untuk berbaikan dengan istrinya.   Bu Aliyah yang sedang mengambilkan makanan untuk anak-anaknya, hanya menggelengkan kepalanya secara singkat.   “Terus Bunda ada janji sama siapa?” Pak Rio masih berusaha mencari jawaban dari istrinya, karena beliau melihat bu Aliyah sedang memakai baju yang rapi dan dandanan yang cantik.   “Bunda ada janji sama teman,” jawab bu Aliyah kemudian. Lalu beliau menghampiri pak Rio dan berkata, “Lagipula, entah itu Bunda ada janji atau tidak, itu sudah bukan urusan Ayah lagi, bukankah Bund
Baca selengkapnya
#17
Semenjak bu Niken mencoba memancing kecurigaan di antara rekan-rekan sanggarnya, hubungan antara bu Sinta, bu Aliyah, dan bu Tia sedikit berubah menjadi canggung, hal ini berarti umpan yang dilontarkan oleh bu Niken berhasil dimakan oleh ketiga orang tersebut.   Sejak kejadian itu pula, bu Aliyah semakin menjauhi suaminya meski di lain sisi beliau juga tidak pernah berhenti mengamati suaminya dari jauh. Segala gerak-gerik pak Rio selalu diperhatikan oleh bu Aliyah, selagi suaminya itu berada di rumah.   “Hari ini Ayah pulang jam berapa?” tanya bu Aliyah ketika sedang sarapan bersama keluarganya.   Pak Rio terlihat sedikit tidak yakin untuk menjawab. “Aku masih belum tahu, soalnya nanti ada rapat lanjutan sama klien baru,” ujar pak Rio sambil menggaruk ringan ujung hidungnya.   Bu Aliyah memperhatikan gelagat pak Rio tersebut. Lalu tidak lama kemudian, pak Rio mengalihkan perhatian istrinya dengan ber
Baca selengkapnya
#18
Beberapa hari telah terlewati, dan masing-masing keluarga telah memiliki ceritanya sendiri. Jika bu Tia sudah tidak mencurigai suaminya sedikit pun, bu Aliyah justru semakin mencurigai suaminya setelah kejadian Dito meneleponnya itu. Apalagi, bu Aliyah juga melihat Hani memakai gelang yang bu Aliyah lihat ada di isi paket mencurigakan dulu, jadi mau tidak mau bu Aliyah semakin menaruh kecurigaan yang tingkat tinggi. Untuk bu Tia sendiri, beliau bisa tidak mencurigai lagi suaminya, karena beliau menanyakannya langsung ke suaminya tentang kejadian yang diceritakan bu Niken beberapa hari yang lalu itu. “Kamu nggak seperti itu, kan?” Tanya bu Tia setelah menceritakan hal itu secara rinci. “Maksudnya aku nggak selingkuh dengan temanmu sendiri gitu?” Pak Andrian balik bertanya, sembari mendekatkan tubuh istrinya ke pelukannya. Bu Tia dan pak Andrian sedang bersiap untuk tidur di kamarnya, sehingga merek
Baca selengkapnya
#19
Bu Sinta pulang dari sanggar dengan perasaan yang campur aduk, beliau merasa bersalah karena telah meninggalkan Zahra sendirian di rumah, dan di lain sisi bu Sinta juga merasa menemukan kebahagiaan yang sudah lama beliau impikan dari Sanggar Seni Kenangan. Di sana, bu Sinta merasa seperti telah menemukan kembali jati dirinya yang sempat hilang semenjak beliau menikah. Sejak bu Sinta menikah dengan pak Helmi, bu Sinta tidak pernah sempat menemukan kebahagiaannya sendiri, karena beliau terlalu sibuk memberikan kebahagiaan untuk keluarga kecilnya itu. Bu Aliyah selalu berusaha dengan keras untuk memberikan kebahagiaan dan rasa puas terhadap keluarga kecilnya, sehingga beliau sudah lupa dengan apa yang bisa membuatnya merasa bahagia. “Lagi-lagi Bunda terlalu asik di sanggar sampai lupa sama anak.” Lontaran pedas itu datang dari pak Helmi ketika melihat bu Sinta masuk ke rumah. Bu Sinta semaki
Baca selengkapnya
#20
Selang berjalannya waktu, hubungan antara bu Sinta dan pak Helmi semakin merenggang. Pak Helmi mulai jarang pulang ke rumah, dan bu Sinta pun hanya ke rumah ketika ingin bertemu dengan Zahra. Sejujurnya hal ini menyiksa batin bu Sinta, karena beliau harus berpisah dengan anak semata wayangnya yang sangat dicintainya melebihi siapapun, bahkan melebihi dirinya sendiri pun. “Bu, kemarin saya niatnya mau mampir ke rumah bu Sinta, soalnya mumpung lewat, tapi kata bibinya Zahra, ibu lagi ada perlu di luar selama beberapa hari ini,” bu Niken memberitahu tentang rencananya yang gagal karena beliau tidak bisa bertemu dengan bu Sinta di hari itu. Bu Sinta terlihat kikuk ketika mendengar ucapan bu Niken tersebut. “Memangnya kapan bu Niken ke rumah?” bu Sinta mencoba sekuat tenaga untuk tidak menunjukkan sikap salah tingkahnya. “Kapan ya?” bu Niken mempertanyakan hal itu ke diri sendiri. “2
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status