Semua Bab Angga & Ana : Bab 21 - Bab 30
37 Bab
21.
            Sepulang sekolah Ana sudah ada janji bersam Rama untuk belajar bersama. Ana sudah ijin Anjar terlebih dahulu. Agar sang kakak tidak kawatir. Apalagi Ana baru saja sembuh. Saat ini mereka tengah mengerjakan tugas masing-masing di cafe.             Tidak memperhatika sekitar, mereka berdua tetap fokus mengerjakan tugas. Jangan dipikir Ana libur terus libur nggak ngerjain tugas. Ana tetap mengerjakan tugasnya, dengan dibantu Rama.             Lama mereka hanyut dalam tugas. Hingga tidak memperhatikan jam yang sudah beranjak petang. Ponsel Ana sudah berdering ketika dia sadar sudah melewatkan banyak waktu. Meraih ponselnya, Ana mengkode Rama untuk mengangkat telponnya.             “Iya Kak,” jawab Ana singkat.
Baca selengkapnya
22.
            Keesokan harinya Angga sudah terbangun di kamarnya. Dengan telapak kangan sudah terbungkus perban. Mengerjabkan mata, dia mulai mengingat apa yang dia lakukan semalam. Dengan amarah menguasai, Angga hampir menghancurkan ruang tamu. Memegang kepalanya yang mendadak pusing. Pintu terbuka, memunculkan Gio yang sudah rapi dengan setelan kantornya.             “Bapak sudah bangun?” Tanya Gio.             “Jam berapa ini?” tanya Angga. tak mempedulikan pertanyaan Gio.             “Jam 6. Bapak sebaiknya istirahat untuk hari ini. Saya sudah menyewa seorang house keeper untuk bapak,” tutur Gio. Yang masih tidak dipedulikan oleh Angga. Melihat raut bingung Angga lalu Gio menjelaskan. “Yang menggantikan pakaian bapak semalam
Baca selengkapnya
23.
            Angga membuka kedua matanya perlahan. Memperlihatkan dua mata dengan bulu lentik yang masih tertutup. Angga mengamati wajah cantik didepannya. Sedang terlelap damai, tak mempedulikan suara malam yang terdengar dari jendela yang terbuka. Angga bangun, menutup jendela yang menghantarkan udara malam. Di luar sana terlihat taman rindang yang begitu gelap. Menunjukkan kerimbunannya, Angga kembali menoleh pada sosok yang masih terlelap di ranjangnya.             Ini seperti dirumah barunya. Angga ingat, dia sendiri yang menginginkan desain vintage modern dengan sentuhan hangat di kamar utamanya bersama Ana. Angga kembali berbaring samping Ana. Memiringkan tubuhnya untuk menikmati tiap pahatan indah wajah Ana.             Tangan Angga mulai berani mendekat. Membelai rahang Ana naik turun. Angga seper
Baca selengkapnya
24.
            Sabtu malam dihabiskan Anjar dan Ana menonton film. Tentunya adalah film pilihan Ana. Karena Anjar tenlah berjanji untuk membebaskan Ana. Mengganti baju dengan piama, sekarang mereka sedang menikmati es krim bersama. Sembari menonton film romance di hadapan mereka.             Terdengar dering ponsel Ana. Mengusik fokus mereka. Meraih ponselnya, Ana tampak acuh melihat nama orang yang menghubunginya.             “Kenapa dek?” Tanya Anjar. Memandang wajah datar adiknya.             “Nggak apa-apa Kak,” jawab Ana datar. Membuat Anjar merebut ponsel Ana, yang masih berdering.             “Jangan di angkat Kak,” ucap Ana cepat. Merebut ponsel ditangan Anjar
Baca selengkapnya
25.
            Senin pagi Angga memaksa untuk berangkat ke kantor. Gio sudah melarang, tapi atasannya itu seperti tak mau mendengarkan. Gio mengalah, menuruti keinginan Angga. Dengan Gio yang menyetir, Angga menutup mata selama diperjalanan.             “Pak kita bisa kembali. Jika Bapak masih belum merasa baik,” ujar Gio menawarkan.             “Diam Gio. Aku hanya butuh memejamkan mata sejenak,” balas Angga dingin. Membantah kondisi kesehatannya.             Gio sebenarnya sudah memaksa. Namun Angga dengan sifat keras kepalanya. Lebih susah di atasi oleh Gio. Dia juga masih sayang pada pekerjannya. Jadi dia hanya mengalah, ketika Angga tetap memaksa berangkat ke kantor.         &n
Baca selengkapnya
26.
            Mencuci bekas makan Angga. Lalu beralih menatap makan malam yang sudah Ana siapkan di meja makan. Ana menghela napas, sudah tidak lagi bernapsu untuk makan. Akhirnya dia menyimpan semua makanan tersebut. mungkin bisa jadi sarapan bagi pegawai apartemen besok, batinnya. Menyimpan makan tersebut ke lemari pendingin.             Ana kembali ke kamar Angga. Melihat lelaki itu sudah terlelap. Ana mencari letak kotak obat, mungkin ada yang bisa digunakan untuk mengompres kening Angga. setelah ketemu Ana mulai melihat satu persatu obat tersebut. lumayan lengkap juga, batin Ana. selanjutnya menempelkan kompres di kening Angga.             Ruat wajahnya agak terusik namun tidak sampai membangunkan Angga. Ana tersenyum, lalu berbalik. Sebelum gumaman dari arah ranjang menghentikan langk
Baca selengkapnya
27.
            Melihat tampang jutek Ana dipagi hari. Seperti sudah bukan hal baru bagi Vita. Yang memang sekelas dengan Ana. Vita dapat menebak, pasti ada sangkut pautnya dengan Kak Angga.             “Na udah siapin bahas buat preparasi habis ini kan?” Tanya Vita. Menghampiri meja Ana yang terpisah 2 bangku darinya.             “Udah,” jawab Ana pendek.             Vita kepo, ingin bertanya. Tapi nampaknya bukan saat yang tepat jika dia bertanya sekarang. Mungkin saat istirahat. Seperti biasa, waktu untuk sedikit bercerita dan bergosip.             “Ya udah yuk. Kita ke lab aja sekarang,” ajak Vita. Yang kemudian di angguki Ana.      
Baca selengkapnya
28.
            Angga terpaksa keluar, setelah dilempari Ana dengan berbagai barang yang bisa di jangkaunya. Angga menghembuskan napas pelan. Itu tadi benar-benar panas untuknya.             Flas back on             Menatap Ana bingung. Angga seperti belum menyadari kesalahannya. Tetap duduk ditempatnya, Angga masih mengagumi Ana. Yang saat ini masih menatapnya dengan pandangan datar. Malah semakin menaikkan atmosfer panas yang sudah dirasakan Angga. Sejak melihat Ana menikmati moment berendam, dengan aroma mawar ini.             “Lo denger gue bilang apa ha?” Tanya Ana. Masih dengan pandangan datar. Seakan dapat membekukan Angga, yang kini berubah panas.             “
Baca selengkapnya
29.
            Lama berkutat dengan tugas. Tepat pukul sebelas Ana berhasil menyelesaikannya. Tetap dibantu oleh Angga. Meskipun setelah menerima pesan dari Gio. Ana menjadi pendiam. Ana tidak bereaksi apapun. Setelah mereka bertatapan lama. Dia yang memutus kontak mata itu. Angga yakin, Ana pasti mendengar gumamannya.             Angga masih duduk di tepi ranjang. Mengamati Ana yang sedang membereskan meja belajarnya.             “Makasih Kakak udah mau bantuin aku,” ujar Ana. Dengan posisi membelakangi Angga.             Angga tidak membalas. Angga sedang berpikir, apakah ini saat yang tepat untuk menjelaskan tentang Yuri dan Nabila. Tapi ini sudah terlalu larut, batin Angga. Ana harus segera istirahat. Angga sempat me
Baca selengkapnya
30.
            Bertepatan tanggal merah, di hari Jum’at. Para sahabat Ana sudah dalam perjalanan menuju ke apartemen. Angga sudah berangkat untuk menghadiri meeting. Memang hari libur, tapi tampaknya tidak berpengaruh pada laki-laki itu. Dia tetap ada jadwal kerja.             Ana sudah membuat beberapa camilan untuk sahabat-sahabatnya. Belajar tanpa ditemani camilan berasa ada yang kurang. Menata camilan dan es di meja ruang santai. Ruangan ini jarang terpakai. Karena para penghuni apartemen, yang lebih sering beraktivitas dalam kamar. Atau memang jarang berada di apartemen.             Bell disertai ketukan pintu terdengar. Ana segera melangkah untuk membuka pintu. Menyambut para sahabatnya dengan senyum senang. Mempersilahkan mereka untuk masuk.       
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status