Semua Bab A girl is a gun: Bab 21 - Bab 30
76 Bab
Chapter 21
    "Ih, ya sakit lah," rengek Gladis manja, tapi tiba-tiba dia dikejutkan oleh seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang.     "Permi ...."     Belum selesai ucapan pramuniaga tersebut harus terhenti karena terkejut, Gladis tiba-tiba menarik tangan penjaga toko yang menepuk pundaknya. Hampir saja pramuniaga itu terjatuh.     "Aduh, mbak maaf reflek, nggak papa kan?"     "Ng-nggak papa mbak, silakan memilih dulu," jawab pramuniaga tersebut sambil memegangi tangan yang mungkin terasa nyeri.      Arsen hanya melongo menyaksikan spontanitas yang dilakukan Gladis. Selama ini ia mengira jika wanita yang kini di cintainya itu sangat lemah lembut dan kalem, karena kepribadian yang ditunjukkan Gladis kepada Arsen selama ini.     Untuk memecah suasana canggung di antara mereka bertiga, Gladis menarik ujung baju Arsen. "Sayang, mau beli yang mana?"   &nbs
Baca selengkapnya
Chapter 22
    Mereka berdua hendak masuk ke dalam rumah berlantai dua itu, Gladis membuka pintu dan Arsen masih melihat sekeliling. "Ayolah ...," ajak Gladis sambil menggandeng Arsen.     Wanita cantik tersebut dibuat kagum dengan suasana rumahnya saat ini, dia tidak menyangka kakaknya benar-benar mengabulkan permintaan konyolnya itu. Dia melihat barang-barang berpasangan tersusun selaras dan rapi, 'kakakku memang hebat, ia selalu bisa diandalkan,' batinnya.     "Apakah ada sesuatu yang kau ingat?" tanya Gladis pada pria yang sedari tadi hanya melihat-lihat sekeliling. Arsen hanya menggelengkan kepalanya.     "Tidak apa-apa, kita coba pelan-pelan saja jangan terlalu di paksakan."      Arsen dituntun wanita cantik itu menuju lantai atas, mereka memasuki ruang baca yang diubah sedemikian rupa, dengan rak buku besar serta tatanan buku yang sangat rapi dan satu ranjang yang sudah disiapkan oleh Steve. "Ini ...?
Baca selengkapnya
Chapter 23
       Gladis menjawab; gugup dengan detak jantung yang tak beraturan, "I-ini masak buat nasi goreng."    "Mengapa telingamu begitu merah?" tanya Arsen mebuat Gladis tersentak menghentikan aktivitasnya. Seketika gadis bertubuh ramping tersebut melangkah mundur, tetapi kakinya tersandung dan dengan sigap Arsen menangkap tubuhnya.    Kini posisi mereka seperti orang sedang berpelukan, dengan Arsen yang menatap dalam mata gadis cantik itu. Tidak mau terlihat salah tingkah, Gladis cepat-cepat mendorong tubuh Arsen.    "I-itu ..., makanannya udah siap, kita makan dulu aja," ucapnya sambil mematikan kompor.    Gladis menyiapkan dua porsi makanan diatas meja dan Arsen mengambil teko berisi air putih, tetapi dia tidak menemukan gelasnya. "Sayang gelasnya mana?"    "Cari aja di rak kecil samping kulkas!"    Tetapi bukan gelas yang didapat, Arsen malah mengam
Baca selengkapnya
Chapter 24
      "Bagaimana tuan? apa yang harus saya lakukan?" tanya Kevin dengan nada lesu.     "Aku bisa mencoba membantumu untuk mencarinya ...."      Seperti mendapat pencerahan. Kevin menanggapi pernyataan lelaki pendiam itu dengan wajah berbinar. "Menemukan tuan Arsen? bagaimana caranya?"     "Itu mudah, asal kau tahu beberapa informasi dari ponsel milik Arsen dan asal ponselnya masih hidup."     "T-tentu tuan, tentu saja saya tahu," ucap Kevin kepada Lexi.     Kini mereka sudah berada di depan komputer milik pria berkulit sawo matang itu, sementara Lexi berkutat dengan perangkat komputernya, Kevin selalu berada di sampingnya memberitahu setiap informasi yang dibutuhkan.     "Apa kau yakin ini betul E-mail milik Arsen?"     "Iya tuan, ada apa?"     "Kenapa tidak bisa dilacak?"      "T-tidak mung
Baca selengkapnya
Chapter 25
    "Res ..., aku membiarkanmu menyatakan yang sebenarnya! kamu tidak tahu bagaimana kau mati! sebelum terlambat lebih baik kau mengatakan perasaanmu yang sebenarnya!"     Tidak ingin semakin mendidih. Jenni lantas pergi begitu saja sambil membanting pintu sampai membuat Reska tersentak. Jenni yang sedang berang berada di luar, mengatur nafasnya yang terengah-engah.    "Sabar jen, sabar huh."     Ia mengetikkan beberapa kata di ponselnya, ingin dikirimkannya kepada Gladis namun niatnya tersebut diurungkan lagi. Kali ini dia mencoba menelpon nama yang sama, namun nomor yang dituju tidak aktif.    Sedangkan dua sejoli yang sedang kasmaran kini sedang berada di luar. Arsen mengajak Gladis untuk sekedar melihat-lihat lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Mungkin ada yang bisa ia ingat.   "Kita mau kemana dulu?"    Gladis menjawab tanpa ragu. Tanpa memikirka
Baca selengkapnya
Chapter 26
    "Pesan aja makanan yang sering kita pesan," ucapan Arsen tiba-tiba kepada Gladis.    Gadis berkulit putih itu sempat bingung untuk menjawab apa. Ia memberi kode kepada pramusaji tersebut. Mereka saling bertukar pandang. Pramusaji tersebut mengangguk tanda mengerti, maksud dari ucapan Gladis.    "K-kami pesan menu yang sering dipesan, iya ... yang sering dipesan," ucap Gladis menekankan intonasinya pada kalimat terakhir.    "Yang biasanya ya? Oke kak."    Tanpa menulis Satu menu pun, Pramusaji tersebut langsung membuatkan makanan untuk mereka. "Memang biasanya kita pesan makanan apa di sini?"    Gladis sebenarnya juga tidak tahu, tetapi dia yakin Arsen akan menyukainya. Gadis berambut panjang itu mengedipkan sebelah matanya. Dia menjawab pertanyaan Arsen lalu tersenyum. "Nanti kau juga tahu."    Tak lama kemudian pelayan restoran itu datang membawa, beberapa macam
Baca selengkapnya
Chapter 27
    "Sayang, siapa dia?"     Belum sempat Gladis menjawab pertanyaan Arsen. Jenni langsung masuk dan duduk di depan Arsen. Dia mengulurkan tangannya dan disambut oleh Arsen.    "Apa Anda tidak mengenaliku?"    Wajah berbinar tersirat dari roman Jenni. Dia juga salah satu murid yang mengagumi sosok Arsen Saat kuliah dulu. Pertanyaannya hanya dijawab gelengan kepala oleh Arsen.    "Saya ...."    Belum selesai ucapan wanita bermata sipit itu, lengannya sudah ditarik oleh Gladis. sambil tersenyum kearah Arsen, ia menyeret Jenni ke arah luar. "Sebentar ya sayang," kata Gladis.    Jenni yang mendengar kata sayang keluar begitu saja dari mulut sahabatnya itu. Dia menghentikan tarikkan Gladis. Dengan mata sipitnya ia menatap tajam sahabat karibnya itu dan berkata, "Kau berhutang penjelasan kepadaku!" dengan suara pelan tetapi penuh penekanan.    Yang d
Baca selengkapnya
Chapter 28
     Kevin malah mematung di depan Melinda. Karena terlalu banyak beban yang dipikirkannya. Dia sampai tidak tahu harus berbuat apa.     "Apa aku merepotkanmu?"     Pertanyaan Melinda seakan membuatnya tersadar. Kevin cepat-cepat mengambil tisu untuk ratu cencala tersebut dan menyuruhnya melepaskan sepatu yang basah itu. Namun Melinda malah membentaknya, "Kau mau kakiku ini tambah kotor!? kalau menginjak lantai tanpa alas bisa-bisa kakiku jadi gatal, huh, menyebalkan!"    Gadis berambut keriting itu kemudian membuang muka. Sambil menyilangkan tangannya, membuat Kevin menghela nafas dalam. Dia hanya bisa memaki di dalam batinnya. 'Sialan! baru kena air di sepatunya aja omelannya udah kaya ratu, kalau mau udah gue guyur satu badannya biar tahu rasa!'    Kevin duduk berjongkok di hadapan Melinda, dengan satu lututnya menempel di lantai. Dia menggunakan lutut yang satunya untuk dijad
Baca selengkapnya
Chapter 29
    "Bisa kau Jelaskan apa yang sedang terjadi di sana! apa kalian sudah bosan hidup? hah!" suara bentakan pria di teleponnya.    Seketika Steve melihat lagi layar ponselnya. Dengan mata yang masih menahan kantuk. Dia sangat terkejut ketika melihat siapa si penelpon tersebut.    Ayahnya kembali berbicara dengan nada kesal. "Apa kau masih hidup?! kenapa diam saja?! aku sedang bicara dengan bekas anakku sekarang!"    "A-apa yang sedang kau bicarakan dad? Aku tidak tahu maksudmu?"    Steve yang tadinya mengantuk, kini benar-benar langsung sadar. Dia sebenarnya tahu apa yang dimaksud ayahnya. Ia hanya tidak menyangka ayahnya akan tahu secepat ini.    'Bagaimana dia bisa tau cepat ini? bahkan lebih cepat dari perbedaan waktu antar negara yang kita tempati sekarang? ya, Tuhan selamatkan hidupku!' gumamnya dalam hati. Dia bingung harus menjawab apa.     "Kau bisa jelas
Baca selengkapnya
Chapter 30
    "Oh, iya pak, maaf mengganggu waktunya, silakan berkeliling lagi pak." ucap Arsen sopan.      Bukan mendapat jawaban yang diharapkan. Arsen malah mendapat informasi lain yang membuatnya berprasangka buruk. Dia terus memikirkan pernyataan yang diucapkan oleh tukang sayur tersebut. Pria berkulit putih itu kembali masuk kedalam rumah, ia mengurungkan niatnya untuk pergi.     Dia mencari-cari barang yang ada di rumah itu. Mencari tahu sesuatu yang mungkin bisa dijadikan petunjuk, untuk mengetahui benar atau tidak perkataan tukang sayur yang suka julid tersebut. Ia akhirnya menemukan album foto kecil di almari yang berada di ruang tamu. Arsen melihat album tersebut.     Hanya berisi foto-foto Gladis saat ia masih kecil bersama ibunya. Arsen terus membuka album tersebut sampai ke halaman terakhir. Dia menemukan 2 lembar foto Gladis saat remaja. Satu lembar foto Gladis bersama pria berambut gondrong, tubuh berotot, me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status