Semua Bab A girl is a gun: Bab 31 - Bab 40
76 Bab
Chapter 31
    Reska hanya bisa menelan ludah mendengar fakta yang akan terjadi.    "Ah, haha ... nona anda sangat murah hati ...."     Tak ingin mengobrol lama dengan orang bodoh. Jenni langsung menutup telepon tanpa membiarkan Reska menyelesaikan ucapannya. Tiba-tiba Jenni dikejutkan dengan kedatangan Gladis yang belingsatan, karena mendengar informasi jika proyek yang ia kejar di Bali tiba-tiba dibatalkan.    Dia juga ingin menginformasikan hal ini kepada Reska, namun gadis berparas ayu itu tidak bisa menghubunginya. Dengan nafas masih terengah-engah. Gladis menghampiri Jenni yang masih duduk di kursinya. "Kamu sudah tahu?"    Yang ditanya masih duduk tenang di kursinya. Jenni hanya mendengus kesal sambil memijit pelipisnya. Gladis kembali bertanya untuk memastikan, "kok bisa loh?"    "kamu yang rapat ke sana! kamu yang ikut bos kesana! kenapa malah tanya gue? makanya jangan asyik pacara
Baca selengkapnya
Chapter 32
    Sekilas Kevin melihat bayangan di belakangnya. Kemudian asisten jangkung itu langsung menoleh ke belakang, ke arah Gladis. Untung saja Gladis sudah pergi dan kembali masuk ke ruang rapat saat Kevin sudah selesai berbicara.    Sementara Arsen yang sedang duduk, sambil melihat ponselnya. Menunggu balasan dari Gladis namun nihil. "Apa dia benar-benar sedang sibuk? kenapa cuma dibaca aja chat-ku? padahal aku pengen tanya siapa laki-laki itu!"     Arsen mengambil buku di hadapannya. Lalu mengibas-ngibaskan buku itu. Ia masih terus menggerutu, "AC nyala, tapi kok badanku masih panas aja ya? ini aku yang gerah atau memang cuacanya?"    Arsen bersandar di kursi, masih memikirkan Gadis pujaannya bersama pria bertato yang saat ini membuatnya gusar. Dia mengambil lagi ponselnya. Mengangkat ke atas dan mengayunkannya. Berharap segera mendapat balasan.    "Apa sinyalnya ya? tapi ini penuh kok."&nbs
Baca selengkapnya
Chapter 33
    Mendengar nama Arsen, Melinda tersenyum dan bertanya, "apa yang sebenarnya ingin anda kata?"      Gladis memperhatikan wanita galak di hadapannya dengan seksama. Dia yakin, jika dia banyak memuji Melinda dan mengunggulkan perusahaan lawannya tersebut, ia pasti akan luluh. "Kupikir, dari pada perusahaan kami, Adyatama lebih tidak mau mengubah insiden ini menjadi skandal perusahaan? kerugian besar sudah dapat dipastikan dan juga anda akan berurusan dengan hukum tapi ...."    Sebelum melanjutkan ucapannya. Gladis melihat melinda yang tersenyum saat mendengar penjelasan tentang bisnis tersebut. Gladis melanjutkan penjelasannya mengenai keuntungan apa saja yang akan didapat oleh Melinda. "Bagaimana menurut anda tentang tawaran saya?"    Melinda nampak setuju. Mereka melanjutkan negoisasi mengenai pembagian profit. Melinda kembali ragu kepada gadis blasteran itu. Senyuman yang lebar dibibirnya berubah menja
Baca selengkapnya
Chapter 34
     "F-foto? foto apa?"    Setelah melihat foto tersebut, Gladis malah tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Arsen yang masih berada di tangga, mengetahui respon dari Gladis membuat dirinya kesal sendiri.     Arsen langsung menuju ke kamarnya dengan membanting pintu. Suara pintu yang keras sampai membuat Gladis terkejut, tapi juga membuatnya tertawa. Gladis tak menyangka hanya perkara foto bisa membuat Arsen bersikap seperti itu.    'Bisa ya, dia jadi kaya gitu? kalau misal aku ketahuan selingkuh mungkin aku bisa digantung kali ya? ya, ampun  ntar buat FTV kasih judul, kulkas berjalan berubah jadi bucin, hahaha.'    Arsen yang menunggu respon dari Gladis. Dia berdiri dengan menempelkan telinganya di pintu. Ingin mendengar apa yang sedang dilakukan wanita tambatan hatinya itu, namun ia tak dapat mendengar apapun.    Pria tampan itu mencoba mengintipnya dari balik pi
Baca selengkapnya
Chapter 35
    Dia melihat adegan mesra mereka. Dua sejoli itu juga dikagetkan dengan suara plastik jatuh dari genggaman Steve. "Oops, sorry."    Steve yang melihat aksi dua sejoli itu hanya melongo. Arsen buru-buru menurunkan gadis cantik itu dari gendongannya. Spontan Gladis menepuk jidat dan mengusap wajahnya karena malu.    "Aku ke sini cuma nganterin makanan," kata Steve sambil mengambil kembali plastik yang dijatuhkannya. Sementara Arsen hanya senyum-senyum sendiri menahan malu.    "Ah, iya, kenalin aku Steve, kakaknya cewek yang gemesin itu," Steve menunjuk Gladis, kemudian mengulurkan tangannya kepada Arsen.     "Bang, lo panjang umur lho," kata Gladis ingin memberitahu yang sebenarnya. Namun mulut nya langsung ditutup Arsen menggunakan tangannya. "Maksudnya?" membuat Steve bingung dengan tingkah dua sejoli di hadapannya itu. Tak ingin mengganggu adiknya. Pria gagah itu langsung berpamitan.&n
Baca selengkapnya
Chapter 36
    Lexi membiarkan Melinda duduk sendiri di ruangan itu. Dia lebih memilih meninggalkan nya. Pria tampan itu pergi keluar dari apartemennya. Sebenarnya Melinda ingin mencegah Lexi untuk pergi, namun sesampainya di belakang pintu ia mengurungkan niatnya.    Lexi yang tidak ingin bertambah pusing. Ia datang menghampiri si asisten melankolis yang saat ini masih bekerja lembur di kantor. Sebelumnya dia sangat anti, jika harus datang ke kantor apalagi saat jam kerja karena dia adalah tipe orang yang introvert.    Kevin yang tertidur di meja kerjanya, ia dikagetkan dengan dehaman Lexi. Membuat Kevin segera bangun dari duduknya meski dirinya belum sepenuhnya tersadar. "M-maaf nona Melinda aku ...." Dan Kevin mengucek matanya berkali-kali.    Melihat Siapa yang membangunkannya, Kevin langsung tersadar sepenuhnya. "M-maaf tuan, aku kira tadi Melinda."    "Kenapa kamu jam segini masih kerja?"  &nbs
Baca selengkapnya
Chapter 37
    "Perasaan aku tadi malam tidur sendiri loh? kenapa bangun-bangun bisa berdua gini? hayo loh?"      Arsen hanya mesam-mesem. Karena semalam ia terganggu dengan isi pikirannya sendiri sehingga ia memutuskan untuk menemui Gladis. Sebenarnya saat dia marah. Arsen sempat ingat tentang dirinya saat marah-marah di depan karyawan, namun itu hanya sekilas dan kurang jelas.     Saat dia masuk ke kamar Gladis yang ternyata tidak dikunci. Ia ingin bertanya tetapi melihat Gladis tertidur begitu lelap membuatnya ragu untuk membangunkannya. Pada akhirnya dia juga ikut tidur di samping gadis manis itu. Sebelumnya Arsen juga sempat mengambil ponsel milik Gladis yang  berada di dalam laci.     Karena penasaran dia menerima telepon dari seseorang tanpa nama dan nomor yang tidak tersimpan di ponsel tersebut. "Halo, selamat malam, maaf ini siapa?" tanya Arsen saat menjawab telepon itu.     "Apa ini Arsen? di
Baca selengkapnya
Chapter 38
       Siang hari yang sangat terik. Setelah memesan taksi online, akhirnya Arsen memutuskan untuk pergi ke Universitas Indonesia tanpa sepengetahuan Gladis. Tetapi sesampainya di tengah jalan, Arsen dibuat bingung oleh driver taksi yang ngantarnya.    "Maaf Mas, ini tujuannya cuma UI? terus mau ke universitas yang mana?"    "Ke ... Pokoknya yang ada gedung Fakultas Ekonomi dan bisnis mas!"    Arsen tidak ingin ambil pusing karena dia sendiri juga tidak ingat. Dulunya dia dosen di kampus yang mana. Ia meminta supir taksi tersebut untuk membantunya dan untung saja si supir taksi online tersebut sangat berpengalaman.    Kondisi jalan yang macet pada saat jam kerja, menambah lamanya perjalanan. Sekitar 30 menit, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan.    Sesampainya di dalam lingkungan kampus tersebut. Arsen tidak tahu harus menuju ke gedung yang mana. Ia melihat ke se
Baca selengkapnya
Chapter 39
    Dia terus memperhatikan setiap foto yang ada disana. "Profesor Galih? siapa dia? kenapa aku merasa tidak asing dengan?" Arsen mengingat sekilas tentang profesor tersebut. Dia seperti mendengar suara seorang laki-laki di kepalanya. Nyeri hebat dan pusing yang ia rasakan lantas Arsen memegangi kepalanya.     Pria bertubuh tinggi itu hampir saja terjatuh, namun orang yang berada di belakang membantu Arsen untuk menyeimbangkan dirinya lagi. "Kau kenapa? apa kau sakit?" tanya pria yang saat ini memapah Arsen.    Mereka duduk di bangku dekat mading. Pria dengan setelan jaket denim serta celana jeans sobek itu sudah memperhatikan Arsen dari tadi. Namun Arsen tidak menyadarinya.    "Sepertinya ponsel Anda rusak? LCD-nya pecah."    Pria itu memberikan ponsel yang tergeletak di lantai saat Arsen akan terjungkal tadi. Pria berparas rupawan itu masih menahan rasa sakit dikepalanya. Pandangannya juga sedik
Baca selengkapnya
Chapter 40
    "Arsen di mana?" tanyanya to the poin.    "Arsen? I don't know," jawab Steve enteng.    Dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. Gladis mengembuskan nafas beratnya. "Gimana sih, Bang! bukannya lo udah aku kasih tahu buat bantu jagain dia!"    Pria bertato itu tercengang mendengar ucapan dari adik tersayangnya. Dia ingin mematikan telepon tersebut. Karena tidak ingin ambil pusing dengan masalah yang dialami adiknya. Namun sepertinya Gladis tahu apa yang ada di pikiran kakaknya.    "Jangan coba-coba matiin telepon dari gue!"    "Ampun deh! punya adik kok copy paste-nya bokap banget ya! mengsedih aku."    Gladis mulai kesal. Dia berjalan mondar-mandir di depan pintu sambil menggigit kuku tangannya. Sesekali ia melihat ke arah gerbang rumah.    "Siapa suruh rumah di pasang CCTV malah di putus kabelnya!"    "Udah nggak usah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status