Semua Bab MR. D: Bab 21 - Bab 30
86 Bab
Kerajaan Samandaka Bangsa Peri
Tidak jauh dari kawasan hutan beringin dimana pepohonan disana bisa hidup kembali menjadi sesosok pohon monster. Ada sebuah kawasan di salah satu tebing yang masih dalam lingkup kali Konto. Dimana kawasan tersebut berdiri megah sebuah kerajaan gaib kaum Peri. Dengan pimpinan tertinggi masa ini dipegang oleh Raja Irawan yang sangat gagah dan rupawan. Bangsa Peri termasuk dalam golongan jin separuh manusia. Berperawakan tinggi dan mata seperti mata kucing dengan hidung selalu mancung. Kulit yang putih menambah elok dari wajah lonjong seperti wajah orang-orang Eropa timur. Telinga yang khas seperti telinga kelelawar namun hanya bentuknya saja menyerupai tetap berbentuk selayaknya telinga manusia. Bersenjatakan panah cahaya dan pedang kilat yang selalu mereka bawa. Bangsa Peri sangat ulung dalam strategi perang dan dalam pertempuran jarak dekat. Atau dalam penyerangan secara cepat, taktis dan akurat. Negeri Samandaka begitulah namanya terpampang je
Baca selengkapnya
Medan Perang Atas Air Dam Sanggar Arum
Tengah malam di perbatasan gerbang gaib antara kerajaan peri Samandaka dan alam nyata manusia. Tepatnya di salah satu tebing curam kali Konto. Terlihat Baginda Raja Irawan dan beberapa prajuritnya sedang mengantar Raja untuk kembali ke alam manusia. Mereka seakan berdiri menginjak udara beralaskan awang-awang tiada menyentuh tanah di depan tebing kali Konto Pas. Sedangkan di bawah kaki mereka curamnya tebing dimana dasarnya adalah aliran air sungai Konto. “Raja aku berpesan kepadamu jangan sungkan kalau suatu hari nanti kau membutuhkan bantuan kami. Kami memang golongan peri dan termasuk makhluk astral dari golongan jin. Tapi kami adalah jin Islam yang pernah bahu-membahu berperang disisi kebenaran Allah bersama kakekmu Haji Jaka di bawah naungan bendera organisasi tua bernama T O H,” ucap Baginda Raja Irawan menepuk pundak Raja seakan meyakinkan akan kesungguhannya. “Baik Baginda Raja Irawan saya mohon pamit terlebih dahulu.
Baca selengkapnya
Kakek Kuning
Akri berlari tergesa-gesa melewati beberapa orang yang tengah beristirahat. Mata Akri sedikit melihat wajah-wajah para pejuang di sekitarnya. Kengerian tampak menggelayut di setiap raut muka mereka. Rasa takut akan kematian dan kecemasan apakah akan ada pertempuran terjadi lagi menjadi kekhawatiran tersendiri di benak masing-masing pejuang. Sore itu divisi utama tengah beristirahat dalam reruntuhan masjid besar di pinggiran kota Jombang sebelah desa Dempok. Salah satu alasan para kelompok anak keturunan sering bermukim atau beristirahat di dalam reruntuhan masjid adalah, karena tidak mungkin setan masuk dalam masjid memburu mereka. Para pasukan setan hanya mampu sampai gerbang depan.Sebab kalau ia sampai masuk ke dalam tubuhnya akan terbakar habis menjadi abu oleh aura tersendiri yang di timbulkan masjid walau masjid tersebut sudah berupa reruntuhan. Akri terseok-seok menghadap Raja yang tengah berunding mengatur strategi dengan Gilang. Iya tampak tergesa-gesa d
Baca selengkapnya
Petuah Bijak Kakek Duwi
“Hahay, asyik Duwi, sudah lama kita tidak bersenang-senang lagi seperti ini ya,” teriak Kakek Mamat sambil terus menghantam dan menendang beberapa manusia kayu hingga hancur lebur tak bersisa.“Hati-hati encok kawan,” teriak Kakek Duwi yang masih berwujud mode api kuning terus membakar dan menghanguskan beberapa manusia kayu atau pohon setan yang iya lalui saat melesat bolak-balik di sepanjang aliran sungai Konto tepatnya di Dam Sanggar Arum. Sementara itu Akri dan sembilan belas orang yang ada pada naungannya dalam divisi pengintai. Mereka terus ikut membantu pembantaian pohon setan hingga hancur lebur dengan kekuatan dan jurus mereka masing-masing.“Woi ketua Akri kenapa pohon setan seakan tak pernah habis,” teriak salah satu punggawa divisi pengintai sambil terus melontarkan panah-panah cahaya.Rupanya manusia pohon dari hutan beringin memang dapat dihancurkan. Tapi ada satu keanehan dari tubuh mereka yang hanc
Baca selengkapnya
Ki Burhan Mati
Air yang semula tenang di sulap menjadi sebuah ombak besar oleh Ki Burhan dengan sebuah jurus peraga ajian pemanggil kodam setan miliknya.  “Raja kali ini tamatlah riwayatmu bangsa kalap adalah setan terkuat yang tak bisa hancur. Sebab bangsa kalap terbuat dari air sehingga dipukul jua tak akan bisa, dibakar api jua tak mampu membakarnya seluruh bentuk mereka adalah air,” teriak Ki Burhan sambil terus menatap dengan mata melotot pada Raja yang tengah bersiap dengan kuda-kuda sempurna di depannya. Sementara itu di belakang Ki Burhan berdiri ratusan bentuk setan berwujud air berkumpul. Sehingga bentuk-bentuk setan kalap yang berasal dari air dan berbentuk tinggi besar. Seakan mereka serupa air bah mirip dengan tsunami yang hendak meluluh lantakkan apa pun yang menghalanginya. “Raja kami akan membantumu,” ujar Akri datang dengan sembilan belas anggota divisi pengintainya berjajar di samping kanan, kiri dan belakang Akri setelah beberapa saat yang lalu mener
Baca selengkapnya
Golongan muda bertemu golongan tua
Setelah kapak berhenti berputar dan mampu dijinakkan oleh Kakek Duwi. Kakek Duwi mulai memegang gagang kapak lalu secepat kilat mengayunkan ke arah belakang. “Hiya...!” teriak Kakek Duwi seketika mengubah wujudnya menjadi mode api kuning kembali. Sehingga kapak yang iya pegang semula bukan senjatanya ikut tersalurkan api kuning membakar setiap sisi kapak namun tak hancur tetap utuh.  Saat kapak terayun ke arah belakang oleh ayunan dari lengan kuat tangan Kakek Duwi. Ada satu tangan dari sosok tua lain yang menangkap ayunan kapak padanya. Sosok tersebut tersenyum pada Kakek Duwi sambil berkata, “Paman kau masih saja lekas marah.” Samping pas kakek tua yang memanggil Kakek Duwi dengan sebutan Paman. Ada pula satu sosok lebih tua lagi tapi masih lebih tua Kakek Duwi berkata, “Mas tidak ingatkah pada kami keponakan-keponakanmu, anak dari mendiang Haji Bagus Effendik.”  Seketika saat Kakek Duwi melihat wajah-wajah mereka dan sesaat setelah menden
Baca selengkapnya
Pasar Sumibito
“Nyai jangan sampai penyamaran kita diketahui orang,” ucap Suhendra berjalan di sisi Nyimas suci sambil membawa gerobak sayur yang Suhendra dorong perlahan di area pasar desa Sumobito. Mereka berdua tengah ditugaskan Raja mencari informasi tentang sebuah bayi keturunan dari pendekar golongan tua terdahulu. Desa Sumobito adalah sebuah desa kecil yang termasuk dalam beberapa desa perbatasan sebelah utara kota Jombang. Tak semua desa telah hancur oleh ulah para setan dengan kalimat goro-goro yang sering di teriakkan oleh beberapa petinggi praktisi para normal atau sering disebut dukun.Beberapa desa kecil di area perbatasan-perbatasan yang selalu di jaga oleh pasukan-pasukan elite sekutu organisasi tua terdahulu yakni T O H dari lima kota sekitar. Membuat para dukun enggan menduduki apalagi menghancurkan desa-desa tersebut. Sebab bisa jadi turut campurnya elite-elite pasukan perbatasan dari kota lain di luar kota Jombang akan ikut campur. Ka
Baca selengkapnya
KI Surono datang
“Loh-loh Bu, Bu,” teriak Nyimas Suci menangkap Si Ibu Muda yang pingsan setelah melihat kepala pemilik warung di atas gerobak  Dengan cepat Suhendra membungkus kepala tersebut dengan sebuah kain putih agar tidak menimbulkan kepanikan seluruh orang yang tengah berada di pasar. Tapi beberapa mata terlanjur melihat kepala putus dari pemilik kedai makan. Sehingga suasana pasar tradisional  desa Sumobito menjadi tak terkendali dan semakin kacau saja. “Bagaimana kang?” tanya Nyimas Suci masih menopang tubuh Si Ibu muda.  “Kalau aku bertarung sendirian Nyi aku tak akan mampu melawan mereka yang berjumlah sepuluh orang itu,” jawab Suhendra tampak mulai berpikir keras untuk menemukan satu cara agar Si Ibu muda dan bayinya terselamatkan dan Nyimas Suci dapat membantunya bertarung.  “Woi kalian para berandal jangan mengacau di daerah kami!” teriak beberapa orang yang datang ternyata mereka adalah sekelompok punggawa Lurah yang diketuai langsu
Baca selengkapnya
Sosok Macan Kumbang
“Awas Nyimas!” teriak Suhendra meloncat menghindari ledakan dari serangan Ki Surono sambil menggotong tubuh Si Ibu muda. Sedangkan Nyimas Suci jua ikut meloncat menghindar sambil menggendong bayi dari Si Ibu muda anak Pak Lurah desa Sumobito. “Sudah aku duga mereka adalah salah satu punggawa kelompok anak keturunan yang sedang menyamar, serang mereka!” teriak Ki Surono memberi aba-aba serangan pada sepuluh anak buahnya dengan cara mengacungkan gada.  Serempak sepuluh dari anak buah Ki Surono melesat ke arah Suhendra dan Nyimas Suci. Dengan cepat mereka telah berhadap-hadapan dengan Suhendra dan Nyimas Suci. Tak membuang waktu lama ke sepuluh anak buah Ki Surono lantas menyerah Suhendra dan Nyimas Suci dengan jurus-jurus andalan mereka. Keadaan yang tak menguntungkan dialami Nyimas Suci dan Suhendra. Sebab masing-masing dari mereka membawa tubuh yang harus mereka selamatkan. Membuat gerak Nyimas Suci dan Suhendra menjadi tak leluasa dan berkali-kali t
Baca selengkapnya
Amarah Ras Mojo
Derap langkah kaki dari telapak dan cakar-cakar macan kumbang begitu mantap menjejak tanah. Sedikit iya percepat segera dari berlenggang menjadi berlari semakin cepat dan semakin cepat lagi. Matanya mulai menimbulkan efek api kemarahan yang nyata tajam dan beraura. Gigi taring terselip di sela-sela pojok bibir tak begitu panjang namun cukup untuk menakuti lawan saat iya mengaung gahar.  Hoar, Hoar, Argh,  “Woi Surono masih hidup kau ternyata!” macan kumbang seolah berteriak dengan cepat meloncati sepuluh anak buah Ki Surono yang tengah baku hantam dengan Suhendra. Macan kumbang wujud yang sangat gahar dan garang dengan perawakan kekar. Memungkinkan bentuk ini meloncat tinggi layaknya saudara jauh jenisnya yakni cita. Sekali melompat bahkan beberapa meter terlampaui olehnya. Kali ini yang iya incar adalah pemimpin para dukun yang sedari tadi hanya diam mengusung gada di pundak kanan. Seakan iya memandang remeh Suhendra dan Raja yang iya lawan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status