All Chapters of Misteri Bulan: Chapter 21 - Chapter 30
101 Chapters
Chapter 21. Buntelan Kain Putih
“Bulan, kenapa kamu nakut-nakutin Tante sih, kan aku yang repot sekarang,” gerutu Chandra sewaktu melihat Tante Mirna pingsan. ”Mana listriknya padam pula.” Gadis itu kesal dan mengomel sendirian.             “Yee… tadi siapa yang minta aku datang?” jawab Bulan sewot.             “Iya, tapi gak gitu juga kali sis, penampilanmu itu lho bikin orang takut dan jantungan. Walau kamu hantu mestinya kamu mikir dong biar orang gak takut saat melihatmu,” ucap Chandra tak mau kalah seraya mengoleskan sedikit minyak kayu putih ke dekat hidung Tante Mirna. Gadis itu mencoba menyadarkan perempuan itu.             “Heh, maksudmu aku harus berdandan dulu seperti Si Manis Jembatan Ancol? Wkwkwkw… kamu aneh Kak. Apa kamu lupa aku seorang hantu penasaran? Lagipula memangnya kamu pikir di dunia kami ada salon?” imbu
Read more
Chapter 22. Perseteruan
            Agil datang ke kantor iNiRice 30 menit lebih awal. Suasana kantor masih lengang. Setelah selesai membuat daftar task hari itu, ia pergi ke pantry dan menikmati segelas kopi buatan Pak Maman. Sembari menghabiskan waktu ia mengumpulkan informasi tentang kasus pembunuhan Bulan.Gadis Cantik yang Ditemukan Jadi Kerangka Ternyata Dibunuh Sebelum Dibuang di Gorong-Gorong.Masih ingat dengan penemuan kerangka di gorong-gorong? Kerangka yang ditemukan oleh pemulung ternyata adalah Bulan Ayura, 19 tahun yang merupakan salah satu mahasiswi sekolah mode. Dia adalah gadis berbakat dan dikenal sebagai gadis periang.Akhirnya polisi memastikan bahwa korban dibunuh sebelum dibuang di gorong-gorong.Meski penyelidikan sudah dimulai dan polisi telah menghimpun keterangan saksi dan pihak terkait. Sayangnya hingga kini belum ada titik terang siapa pelaku pembunuhan tersebut. Tak ada keterangan lain yang bisa
Read more
Chapter 23. Fitnah
“Kamu tidak usah balik ke kantor lagi karena kamu sudah saya pecat!” ucap Silvia lewat telepon.Suara Silvia di telepon terdengar mengambang di telinga Agil. Beberapa kali dia mendengar gerutuan dari perempuan itu. “Maaf Bu, kenapa saya di pecat? Saya salah apa?” tanyanya tak mengerti kenapa perempuan itu selalu membuatnya frustrasi. Mungkinkah ada sentiment pribadi dengannya?“Apa kamu budek, saya pecat kamu karena kamu melakukan korupsi di iNiRice. Semua bukti sudah ada di tangan saya,” terang Silvia bengis di seberang. Kemudian dia mengirimkan foto-foto ke Agil lalu mematikan ponselnya dengan marah.Pria itu membuka foto-foto yang dikirimkan oleh Silvia dengan perasaan terpukul. Jelas sekali semua ini fitnah. Dia tak pernah foto dengan perempuan di dalam kamar hotel. Pacar saja dia tak punya dan nota pembelian emas! Bah! Kapan dia membelinya? Tokonya saja dia tidak tahu. Lelaki itu memencet nomor Arif.Ada pemberitah
Read more
Chapter 24. Salah Paham
Keesokan paginya, Agil bangun dengan perasaan berubah drastis. Hatinya tenang meski ia tidak punya pekerjaan, pikiran tegang yang biasanya hadir, lenyap begitu saja. Tanpa sadar, pria itu menyadari bahwa selama ini hidupnya terpusat pada pekerjaan, ia sering takut pekerjaannya disalahkan sehingga membuat dirinya terpacu untuk mengerjakan pekerjaan sebaik-baiknya. Tapi toh, dia ditendang juga. Agil nyengir, hidup ini memang lucu.Sang surya masih lama turun, pria itu melangkahkan kakinya ke musholla dekat rumahnya untuk sholat subuh berjamaah. Ceramah Ustad Sodiq tentang rezeki pagi itu menyentuh kalbu. Perasaan Agil begitu nyaman, bebas, lepas, tanpa beban dan rasa takut.Berbeda dengan keadaan sebelumnya yang membuat ia frustrasi. Dia telah memiliki koneksi serta keuangan cukup kuat sehingga dia tidak terlalu mengkhawatirkan keadaannya kini. Ia yakin, selama ia berusaha, jalan keluar pasti ada. Soal Arif dan Silvia Agil tidak terlalu memikirkan mereka lagi. Yang lalu
Read more
Chapter 25. Perkelahian
Marsinah masih tertegun di tempatnya berdiri, menatap mobil sport warna orange di depan rumah Agil. Ia merasakan gelombang ketakutan yang mencekam dirinya. Kejadian menyakitkan dan hilang mendadak seperti saat datangnya. Tubuh perempuan yang berusia hampir 50 tahun itu oleng ke kanan sebelum ambruk hilang kesadaran.            “Ibu Marsinah!” Agil melompat saat melihat Marsinah jatuh ke tanah.            Ibu menjerit tertahan. “Kenapa dia?” ucap Ibu panik. Dia sangat khawatir, terjadi sesuatu dengan perempuan yang belum dikenalnya itu, cepat-cepat Ibu memeriksa napas wanita itu. “Alhamdulillah masih hidup.” Kelegaan terpancar di wajahnya. “Badannya panas, kubawa dia ke dokter saja,” kata Agil.“Jangan, bawa masuk dulu ke rumah dan telepon Dokter Hadi kemari,” usul Ibu. Mereka berd
Read more
Chapter 26. Latihan Menguak Pembunuhan
Chandra terlihat rikuh, beberapa kali dia menunduk sambil meremas-remas jemarinya. Gadis cantik itu menggerutu dalam hati, ia mangkel dengan perasaan rindu yang menyiksanya. Ia bukan hanya kangen menghirup wangi parfum wood yang sering Agil pakai, tapi dia juga merindukan melihat mata teduh dan senyum manis pemuda itu. Hanya memikirkan dia saja membuat gadis itu nyaris senewen, terutama ketika melalui malam-malam penuh kejutan bersama arwah gentayangan, Bulan.Hari ini dia nekad bolos les demi melihat Agil. Dia pikir setelah melihat pemuda itu rasa rindunya akan hilang. Tapi dia salah! Pikiran sinting sekelebat datang mengentak pikirannya. Ia kini malah ingin menghambur dalam dekapan lelaki itu.Chandra malu, apa kata emaknya nanti, kalau tahu anak gadisnya datang ke rumah lelaki gara-gara ia rindu? Ah… gadis itu membalikkan badan, ia mau pulang. Tapi terlambat. Agil mengejarnya. Hati gadis itu campur aduk antara bahagia dan segan saat tangan pemuda itu menarik
Read more
Chapter 27. Perundungan
“Kamu dari mana, heh!” Mirna langsung menjambak rambut panjang Chandra saat gadis itu membuka pintu. ”Bukankah sudah kuminta kamu tidak boleh ke mana-mana. Sekarang kamu malah berani mengelabuiku!”            Gadis itu menjerit kesakitan.” Ampun Te! Lepaskan… lepaskan, ini sakit!” Ia memegangi tangan Mirna.            Namun, wanita paruh baya itu tak mau melepaskan cengkramannya, dia malah membabi buta menyeret gadis itu ke kamarnya dan memaksanya masuk ke kamar mandi.Mirna berubah menjadi monster cantik. Mata perempuan itu merah, wajahnya bengis, tangannya meraih gunting yang ada di rak gantung lalu memotong rambut Chandra seperti orang kesetanan. Chandra histeris dan berontak. “Ampun Te… ampun!” Ia ketakutan setengah mati.Semakin gadis itu berteriak Mirna semakin sadis menggunduli
Read more
Chapter 28. Dugaan
Setelah lama arwah Bulan tak menampakkan diri. Malam itu dia datang ke kamar Agil. Wajahnya kelihatan kuyu dan lusuh.“Kenapa kamu murung?” Agil memandang Bulan curiga. Tak biasanya sikap gadis itu dingin, tatapannya kosong dan tidak ada senyum secuil pun yang menghiasi wajahnya. ”Apakah kamu kangen nasi gorengku?” canda lelaki itu menarik perhatian.Bulan bergeming.Agil mulai gelisah ketika Bulan tidak menjawab pertanyaannya. Lelaki itu mendekatkan kursinya dekat Bulan.            Bulan menyingkir dan mengalihkan pandangannya ke jendela. “Kasihan Chandra…” katanya pendek kemudian dia pergi menghilang begitu saja.            Pemuda manis itu termenung.            Kenapa Chandra? Agil mengernyitkan keningnya. Apakah dia ada masalah? L
Read more
Chapter 29. Anak Angkat
“Apa kamu bilang?” Senyum manis yang tadi menghiasi wajah Mirna sontak hilang. Roman mukanya berubah kaku, dia tak menyukai jawaban Chandra.            “Saya mau pulang kampung,” ucap Chandra sekali lagi. Gadis itu merogoh saku celana, memegang benda yang terlipat rapi dengan ujung tajam di dalamnya. Jantungnya menggerisik.            Mendengar jawaban gadis itu, seketika Mirna mengamuk. Kelembutan perempuan itu telah sirna dalam sekejap. “Kamu gak boleh pulang kampung! Kamu harus tetap di sini bersamaku!” Dia berdiri dan mencengkeram lengan Chandra kuat.            Chandra berusaha bersikap tenang dan menatap Mirna dengan tatapan meledek. Meski hatinya akan meledak karena ketakutan. Dia tak boleh kalah dan takut dengan Mirna. Ia harus bisa menaklukan perempuan
Read more
Chapter 30. Kejutan
Hati Chandra tidak tenang, dia ingin menemui Agil, tapi dia bingung bagaimana bisa keluar rumah dengan aman tanpa diketahui oleh Tante Mirna. Gadis itu mondar-mandir di kamar dengan satu tangan menopang dagu. Gerak-geriknya kini tak leluasa setelah Tante Mirna memasang CCTV. “Pasti ada jalan,” katanya dengan semangat. Matanya mengerling melihat sprei yang terbentang di atas kasur.             Tengah malam, Chandra mengulurkan sprei yang telah dirangkainya menjadi tali hingga ke bawah dan mengikatnya kuat ke pagar besi teras kamarnya. Dengan menahan napas, gadis itu turun perlahan-lahan lalu naik ke pohon mangga yang cabangnya menjulur ke luar pagar. Ternyata dia masih lincah naik pohon.             Hup! Kaki Chandra lentur menjejakkan kaki ke tanah, gadis itu tersenyum lebar karena sudah berada di luar rumah. Dia berjalan beberapa langkah dan menemui
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status