Semua Bab Status WA Suamiku yang Disembunyikan: Bab 31 - Bab 40
84 Bab
Video untuk Viola
"Sebenarnya apa masalah Mas Randi sama kita, ya, Mas?" tanyaku saat kami masih di dalam mobil memandangi mobil Mas Randi. "Apa jangan-jangan ....""Apa, Dek?" sahut Mas Reno saat aku tak menyelesaikan kalimatku."Apa jangan-jangan ... Bulan selingkuhan Mas Randi. Terus biar dia aman, kamu dijadiin kambing hitam, Mas."Mas Reno tampak berpikir sembari memandangi mobil Mas Randi. Ujung jari telunjuknya mengetuk-ketuk setir mobil."Bisa jadi, ya, Dek?" ucap Mas Reno akhirnya. "Terus kalau misalnya Bulan ternyata hamil anak Randi, kalau nanti anak itu lahir terus tes DNA sama aku, hasilnya gimana ya, Dek? Kemungkinan cocok apa enggak, ya? Secara aku dan Randi saudara.""Wah, benar juga, ya, Mas? Kemungkinan bisa begitu. Coba kapan-kapan pas konsul ke dokter, kita tanyain sekalian, Mas," usulku.Mas Reno mengangguk setuju. "Mungkin itu sebabnya, Bulan sangat percaya diri buat buktiin itu anakku, ya, Dek? Kalau misal benar gara-gara aku saudaraan sama Randi terus anak itu bisa cocok juga sa
Baca selengkapnya
Babak Belur
Aku tersenyum menunggu reaksi Viola. Wanita dengan dress warna burgundy yang menampakkan kedua bahunya itu menatap ponselnya. Kedua alisnya bertaut. Cukup lama dia mengamati benda tersebut.Lalu kedua bola matanya tiba-tiba seperti mau keluar dari kelopaknya. Nafasnya memburu, diikuti sebelah tangannya menutup bibir yang terbuka seketika. Setelahnya ia menatapku tajam. "Enggak mungkin!" tegasnya. "Kamu pasti bohong!" tuduhnya. "Ini bukan Mas Randi! Ini pasti cuma editan kalian!" teriaknya.Aku menatapnya sembari tersenyum jahat. Tak ingin meladeni wanita yang sedang terbakar hatinya tersebut."Iya, kan?" teriaknya lagi. "Jawab aku, bodoh! Jawab?!" jeritnya.Seketika orang-orang yang masih berada di taman menoleh ke arah kami. Tak mau menjadi pusat perhatian, aku memberikan senyum mengejek pada Viola kemudian melangkah pergi."Sil! Sisil! Tunggu, Bodoh!" teriak Viola seperti orang kesetanan. Ia bahkan tak peduli kita di sini sedang apa dan ada siapa saja.Mami menatapku dengan tatapan
Baca selengkapnya
Motif
Serpihan kaca berhamburan. Suaranya memenuhi indra pendengaran. Nyaris saja kepala Mas Randi terkena lemparan asbak kaca yang cukup tebal. Untung lelaki itu segera menghindar saat mendengar teriakanku, sehingga asbak itu hancur saat mengenai dinding.Semua mata melebar melihat hamburan serpihan kaca itu. Bumi seakan berhenti berputar selama sepersekian detik. Aku bahkan sampai lupa bernapas, saking takutnya kepala Mas Randi pecah oleh hantaman asbak tersebut."Bulan!" geram Mas Randi setelah tercengang beberapa waktu. "Kamu!" Kedua bola mata Mas Randi melotot mengerikan. Kedua tangannya mengepal, lalu beranjak mendekati Bulan."Pak Randi! Pak, tenang, Pak! Sabar!" teriak Pak Lurah dan beberapa orang lain yang berada di ruangan ini saat melihat Mas Randi akan menghajar Bulan.Sementara Bulan tampak sangat ketakutan. Bahkan kedua telapak tangannya sampai gemetaran."Kita selesaikan ini secara baik-baik, Pak! Tolong kendalikan emosinya!" titah Pak Lurah sembari membimbing Mas Randi untuk
Baca selengkapnya
Anak Bulan
Mendengar penuturan Papi Viola, kontan membuat semua orang terperangah. Bahkan aku merasa jantungku nyaris copot.Kenapa Mas Randi sampai berbuat begitu? Apa salah Mas Reno?"Randi!" Kini Papi yang suaranya memenuhi ruangan. "Apa maksud Pak Sanjaya? Jelaskan sama Papi!""Pi, ini ... ini ... ini enggak se-seperti yang Papi pikir," jelas Mas Randi."Jelaskan!" seru Papi."Hah! Memang pengecut kamu, Ran!" ejek Papi Viola. "Pak Fabian, asal kamu tahu, anak sulungmu itu memintaku mendanainya, untuk menyingkirkan anak bungsumu," jelas Papi Viola sembari menyeringai.Wajah Papi merah padam. Menatap nyalang pada Mas Randi. "Randi!""Iya, Pi. Benar! Aku memang mau menyingkirkan anak kesayangan Papi itu," aku Mas Randi."Randi!" seru Papi."Kenapa, Pi? Papi harus tahu, di antara semua anak Papi, aku paling berhak menggantikan Papi. Aku, Pi!" seru Mas Randi. Lelaki itu bahkan seperti sudah tidak peduli apa-apa.Aku lihat, Mas Reno sangat marah. Napasnya memburu dengan tangan mengepal erat. Aku b
Baca selengkapnya
Berita
"Mama!" seru kedua anak Bulan bersamaan. Kemudian ibu dan anak tersebut saling menyambut dan berpelukan."Mama kenapa enggak pulang-pulang?" tanya anak yang lebih besar. "Naila kangen, Ma!""Iya, Sayang. Maafin Mama, Mama juga kangen banget sama kalian," ucap Bulan sambil terisak."Mama janan pelgi lagi!" pinta Najwa dengan logat cadel dan suara cempreng.Bulan mengangguk sambil menciumi rambut kedua anaknya. Terlihat wanita itu sangat merindukan anak-anaknya.Aku juga tak habis pikir, bagaimana bisa seorang ibu pergi meninggalkan anak-anaknya demi harta ataupun pria idaman lain? Tidakkah ia memikirkan nasib dan perasaan anak-anaknya? Bukankah banyak sekali wanita yang bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia demi anak? Namun, kenapa Bulan bisa seperti itu?Masih sambil memeluk kedua buah hatinya, Bulan menatap Mas Miko. Air matanya semakin deras mengalir saat menatap lelaki berpembawaan tenang tersebut."Pa, Mama minta maaf," ucapnya. "Mama menyesal, Pa! Maafin Mama!"Pak Miko ta
Baca selengkapnya
HIV
Di televisi terlihat dengan jelas wajah Viola. Ia mengenakan pakaian orange khas seorang pesakitan. Ia berjalan dikawal polisi dan didampingi orang tuanya serta Pak Ridwan, pengacara keluarganya. Tertera dengan jelas di berita itu kasus yang menjerat Viola. Yaitu penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Aku benar-benar tak menyangka, Viola mengkonsumsi obat-obatan tersebut. "Sejak kapan dia begitu, ya, Mas?" tanyaku pada Mas Reno tanpa mengalihkan pandangan dari televisi."Entah, Dek. Setahuku selama ini kehidupannya baik-baik aja. Mungkin dia salah pergaulan."Aku pun segera menelepon Dewita. Mencari tahu kebenarannya."Sil, kamu udah lihat Viola?" tanya Dewita langsung pada intinya."Ini, aku baru lihat beritanya. Kamu tahu sejak kapan?" tanyaku."Udah lumayan lama, Sil. Tapi aku enggak berani ngomong siapa-siapa," jawab Dewita di seberang sana."Kenapa dia sampai pakai gituan sih?" tanyaku lagi "Dia stress katanya, Sil.""Stress kenapa?""Hubungannya sama Mas Randi, kan, dingin. Me
Baca selengkapnya
Rencana Jahat
Mami menatapku yang kini hanya bisa mematung. Masalah ini bahkan tak kalah mengerikan dari suami menikah lagi. Ini bahkan tentang hidup dan mati. Tak lepas juga reputasi kami.Bagaimana jika berita ini menyebar keluar? Tentu kami akan dikucilkan oleh kerabat dan kolega. Bagaimana kami harus menghadapinya?"Sil!" Mami memegang bahuku. "Berdoalah! Karena hanya doa yang bisa mengubah takdir."Buliran bening akhirnya lolos membasahi pipi. Dadaku rasanya sesak sekali. Masalah kemarin saja belum tuntas, sudah datang masalah lagi. Bahkan semengerikan ini.Aku menatap Mas Reno yang tak kalah terkejut. Mata lelaki itu juga tampak berkaca-kaca. Kemudian balas menatapku sembari menampakan senyum yang dipaksa."Semua pasti baik-baik aja," ucapnya sembari meraih jemariku."Benar. Semua pasti baik-baik saja," timpal Mami sembari menggenggam jemariku dan Mas Reno yang bertaut.Ya, semua pasti baik-baik saja. Kubesarkan hatiku sendiri. Aku tak boleh kalah oleh ujian yang sedang menempa kami. Bukankah
Baca selengkapnya
Kecelakaan dan Keguguran
Mami menatap Mas Randi tak percaya. Wanita bertunik macan itu sampai memegangi dadanya. Sementara Mas Randi terlihat sangat pasrah."Bagaimana bisa kamu begitu, Ran?" hardik Mami. "Gimana bisa?" bentaknya.Mami berjalan mendekati anak sulungnya tersebut."Apa kamu enggak mikir? Itu usaha Papi kamu! Papi kamu, Ran! Gimana bisa kamu sampai berniat menghancurkannya?" geram Mami."Maafin aku, Mi," lirih Mas Randi."Gimana perasaan Papi kalau tahu soal ini, Ran? Apa yang kamu lakukan kemarin aja sudah fatal! Gimana perasaan Papi kali ini?" Mami meraung-raung. Wanita itu pasti tak menyangka, darah dagingnya bisa sejahat ini. Bahkan sampai berniat menghancurkan usaha orang tuanya sendiri."Maaf, Mi," lirih Mas Randi lagi."Tapi kenapa, Ran? Kenapa?" ratap Mami. "Kenapa kamu sampai melakukan hal ini?""Aku ... aku minta maaf, Mi," ulangnya lagi."Iya, tapi kenapa?" tanya Mami lagi sambil berderai air mata."Aku ... aku ... ingin menguasai perusahaan seorang diri, Mi," aku Mas Randi. "Dengan d
Baca selengkapnya
Janji
Mendengar ajakan Fani, tanganku seketika mengeluarkan keringat dingin. Dadaku berdebar-debar."Ayo!" ajaknya lagi."Kamu serius?" tanyaku."Iya, lah. Ayo!" ajak Fani lagi."Tapi, Fan, aku takut. Kalau dugaan kita salah, aku bakal kecewa lagi."Memang tak sekali dua kali aku kecewa menanti garis dua. Saat aku telat datang bulan sampai satu minggu lebih, sudah sangat berharap kalau itu pertanda hamil. Namun ternyata, hanya karena siklus datang bulanku yang tak teratur."Enggak, Sil. Kamu harus pastikan. Jangan sampai gara-gara kamu enggak tahu, kehamilanmu nanti kenapa-kenapa!""Tapi, Fan?""Tanggal berapa kamu terakhir datang bulan?" tanya Fani."Ehm, kapan, ya? Aku enggak ingat. Siklusku enggak teratur.""Udah, bismillah, ayo!" ajak wanita berdaster batik itu.Aku menghela napas panjang, akhirnya menurut. "Ya, udah." Fani berganti baju terlebih dahulu. Tak berselang lama, wanita itu keliar dari kamarnya dan kami menuju apotek terdekat."Yakin, kamu, Fan?" tanyaku pada Fani yang sedan
Baca selengkapnya
Hasil Tes
Mas Reno mengurai pelukannya. Dengan mata merah dan basah, lelaki itu menatapku sembari tersenyum. Senyum di dalam tangis. Namun, kali ini tangis bahagia.Berkali-kali lelaki itu mengecup keningku. Sampai akhirnya bibir kami tak berjarak lagi. Saling bertaut, meluapkan rasa cinta dan bahagia. Lembut, tak saling menuntut. Cukup lama. Sampai aku kehabisan udara. Perlahan Mas Reno memundurkan kepalanya, kemudian kembali mengecup keningku."Sayang, i love you, so much!" ucap Mas Reno sembari menatapku dalam."I too."Kamar mandi ini menjadi saksi kebahagiaan kami yang tak terkira. Kehidupan baru segera akan kami mulai.Mas Reno menggendongku ke kamar, kemudian membaringkanku dengan hati-hati di ranjang. Senyum tak lepas sedetik pun dari bibirnya."Kamu tunggu di sini aja, ya! Mas ambil sarapan. Kita sarapan di kamar aja. Jangan gerak, jangan kemana-mana!" pesan Mas Reno."Ih, lebay, deh!" protesku sembari mencebikkan bibir."Tuh, kan!" sungutnya. Mas Reno kemudian mengelus dan mencium pe
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status