All Chapters of IBUKU BUKAN BABUMU : Chapter 21 - Chapter 30
72 Chapters
Bab 21
"Duduk di depan! Kamu kira saya supir!" Sentaknya saat aku mau membuka pintu mobil bagian belakang. Reflek aku terdiam lalu kembali menutup pintu yang sudah kubuka. Duh, nasib. Punya bos ga lak, arog an, sok ngatur, gengsi tinggi. Hatiku terus mengoceh sampai puas. Ga berani juga ngomong langsung bisa bisa langsung dipecatnya aku."Nah gitu! Anda kira anda siapa seenaknya duduk dibelakang. Mau jatuhin wibawa saya." Gumamnya namun masih sangat jelas terdengar. Secara aku sudah duduk disampingnya."Maafkan saya, Pak. Sungguh tak ada niat seperti itu," ucapku bersungguh-sungguh. Walau sebenarnya hatiku kesal juga mendengar ocehannya.Permintaan maafku lewat begitu saja bak angin lalu. Pak Joshua sama sekali tak menanggapi. Matanya lurus ke depan menatap jalanan yang mulai padat merayap. Aku meraih ponsel."Pak, saya ijin menelpon mau mengabari Bapak sama Ibu kalau saya telat pulang." Lama tak ada jawaban."Telepon aja. Kenapa minta ijin saya. Saya kan bukan pacar kamu!"Astaghfirullah, P
Read more
Bab 22
"MasyaAllah, Nak Joshua. Iya Nak, Bapak percaya. Kalau Nara nak al tolong omelin aja." Aku merenggut. Emang aku bocah apa!"Tenang, Pak. Dinara kalau sama saya tak bisa pecicilan apalagi nakal. Bapak tak perlu khawatir."Astaghfirullah, ini orang nyebelin nya kok bisa berlapis-lapis gitu kayak wafer.Tak lama obrolan mereka selesai. Pak Joshua menyerahkan ponsel padaku tanpa berkata sepatah kata pun. Masih ada sisa senyum di bibirnya. Kalau dilihat dia manis juga. Bibirnya yang merah tak pernah tersentuh tem bakau. Wajahnya juga putih bersih dengan mata yang menyipit khas orang luar sana. Karena sepertinya Pak Joshua ini masih satu keturunan dengan Cheryl yang merupakan ada darah Tionghoa."Ga usah lihatin saya seperti itu. Nanti sayang!"Astaghfirullah, aku langsung memalingkan wajah. Gi la ternyata tingkat kepedeannya tinggi juga. Dih, amit amit jadi sayang! Untuk dekat dekat dengannya saja aku sudah ngeri.Tak lama kami pun sampai pada sebuah showroom yang cukup luas. Ngapain kesin
Read more
Bab 23
Bapak berkaca-kaca melihatku pulang membawa mobil. Berkali-kali beliau mengucapkan terima kasih pada Pak Joshua. Laki-laki itu menyambut hangat, bahkan bos Som bong itu mau duduk di sofa tua ruang tamu rumah kami untuk mengobrol. Meyakinkan pada Bapak jika mobil itu bukan hutangan. Tapi, memang hibah pemberian darinya untukku."Tenang, Pak. Saya tak bermaksud apa-apa. Selain untuk memudahkan Dinara bekerja. Karena kami sering keluar untuk bertemu klien. Jadi, saya belikan mobil. Itu pun atas persetujuan Pak Edward.""MasyaAllah, Nak. Bapak tak tau harus bilang apa lagi. Terima kasih banyak, Nak. Semoga Nak Joshua, istri dan anak-anaknya sehat semua, panjang umur, berkah bahagia." Do'a panjang Bapak. Pak Joshua tersenyum lalu menoleh padaku yang juga tertunduk segan. Pak, istrinya masih diplanet antah berantah, apalagi anak. Aku membuang pandang ke arah mobil mengalihkan pandangan Pak Joshua yang meminta bantuan. Aku yakin Bapak hanya memancing Pak Joshua untuk membuka jati diri."Saya
Read more
Bab 24
Astaghfirullah, dadaku terasa panas. Ya Allah, bisa ga ciptaanMu yang satu ini di reset lagi. Biar aku ga jantungan setiap ngobrol sama dia.Sore itu, mbak Ulya datang. Dia mengitari mobilku yang terparkir di halaman."Wah, Dinara hebat kamu! Bisa bisanya Pak Joshua membelikan kamu mobil. Pasti ada sesuatu nih?" selorohnya sambil meraih satu kursi dan duduk di depanku. Bapak masih ditoko. Katanya tadi Aulia meminta beliau datang karena banyak barang yang habis."Sesuatu apa, Mbak? Pak Joshua membelikan murni karena aku karyawannya. Tak ada hal lain!" Tegasku. Perempuan itu menyipitkan mata seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan."Tolongin mbak, dong, Ra. Bujuk Pak Joshua untuk menandatangani kontrak kerja sama perusahaan Mbak dengan perusahaan kalian. Itu satu satunya jalan agar mbak dapat promosi jabatan menjadi Manager. Plis, Ra." Mbak ulya memohon. "InsyaAllah ya, Mbak. Nanti aku usahakan," Sahutku malas."Beneran ya, Ra. Kasih sekali lagi pasti semua permintaan kamu dikab
Read more
Bab 25
"Dinara! Kamu ini kenapa sih!" Pekik Mbak Ulya sambil meraba pipinya. Pasti sakit sekali, karena tanganku pun terasa panas setelah menam par perempuan itu."Jaga ucapan, Mbak. Jika mbak mengira aku menjual harga diri karena harta, Mbak salah. Aku lebih baik menderita dari pada memberikan apa yang seharusnya aku jaga sampai mati.""Kamu jangan sok suci, Ra. Dimana mana untuk mendapatkan hati atasan pasti harus mengorbankan diri. Toh sama sama enak," ujarnya santai.Aku menatap perempuan itu tajam, tak kusangka dia akan menjawab seperti itu, mura han!"Jangan jangan Mbak, seperti apa itu ya? Memberikan apa yang seharusnya hanya boleh dinikmati suami Mbak pada laki-laki lain agar mendapatkan apa yang mbak inginkan?"Wajahnya pias. Aku menyengir. "Pantas Mbak yang hanya lulusan SMA bisa bekerja sebagai staff keuangan. Berapa kali Mbak melakukan hal itu? Apa setiap hari dan mengaku lembur pada Mas Damar?" tudingku tanpa takut."Diam kau Dinara! Jangan lancang! Itu fitnah namanya. Akan kub
Read more
Bab 26
Sepanjang perjalanan Fikri diam. Hingga sampai di warung saat aku menawarkan es krim baru wajah murungnya memudar."Fikri tak boleh jajan sama Papa dan Mama.""Lho kenapa?""Kata Mama, kalau mau jajan suruh Papa nyari uang dulu." Aku menghela napas dalam-dalam."Trus?""Trus Papa marahin Mama deh. Mama dipukul Papa."Aku tertegun. Anak kecil tak mungkin bohong. Setelah Fikri tenang dan mau main di kamar aku pun kembali menemui Mas Damar yang ternyata sedang ngobrol dengan Ibu."Damar capek, Bu. Ulya makin hari makin jadi. Dulu selalu pulang malam. Dan sekarang dia jarang pulang ke rumah. Damar tak begitu bisa menjaga Alesha dan Fikri, apalagi buat ngojek sudah gak bisa sama sekali," lirih Mas Damar dengan suara parau."Sabar, Mar. Mungkin Ulya lagi banyak kerjaan.""Tapi, udah keterlaluan, Bu. Dia kredit barang barang mahal tanpa ijin dari Damar. Walau bukan Damar yang mencari uang, tapi setidaknya dia harus menghargai damar sebagai suami."Aku akhirnya berjalan ke arah mereka dan dud
Read more
Bab 27
"Maaf, saya agak lama," ujarku sambil menarik bangku di sebelah Pak Joshua. Orang-orang yang satu meja dengan kami tersenyum sambil menganggukkan kepala."Kamu dari mana? Ke toilet aja lama banget! Nyasar ya!" Bisik Pak Joshua tepat ke telingaku. Jelas tak ada yang curiga jika boss kill er ini sedang mengomeliku karena wajahnya yang masih mengulas senyum.Aku tak menjawab, bergegas makan makanan yang sengaja kusendok sedikit aja. Malu karena semua sudah selesai makan. Usai ngobrol ngobrol sebentar kami pun pamit. Saat sampai di lobby salah satu teman Pak Joshua menyapanya. "Wah, akhirnya bakalan sold out juga nih teman kita," Ledeknya.Aku menunduk segan. "Hanya teman," sahut Pak Joshua melirikku sekilas."Tapi, kalian cocok, Josh. Serius. Om Edi pasti sangat senang lihat anaknya bisa jatuh cinta juga." Mereka pun tertawa. Sedangkan aku tak tau harus berbuat apa. Mataku terus berpendar mengelilingi gedung itu. Tadi, apa yang kulihat sempat kurekam. Itu akan menjadi bukti penting nant
Read more
Bab 28
Dia sangat percaya diri jika aku menyukainya."Serius dia bilang gitu, Ra?" Teriak Cheryl di seberang sana. Aku sengaja menelpon Cheryl untuk melegakan hati. Tak mungkin aku menceritakan ini pada Bapak ataupun Ibu sementara aku sendiri masih ragu. Beruntung Cheryl juga sedang begadang mengerjakan tugas akhir."Iya, Cher. Aku pikir dia becanda. Tapi, sepertinya dia serius.""Maksud kamu Kak Joshua mau pindah agama?""Kak Joshua?""Maksudku Pak Joshua." Dia meralat."Ga tau, Cher. Aku pusing."Tak lama telepon pun kututup. Tenang Dinara, anggap aja itu candaan laki-laki yang terdesak hendak menikah karena paksaan orang tua. Masa depanmu masih panjang. Ga perlu mikirin balas budi ataupun masa depan orang. Toh, selama ini setiap gajian hutang selalu di cicil. Tapi, kalau ternyata dia yang jadi masa depanku gimana?Hingga pagi aku tak bisa tertidur. Namun, karena sudah subuh aku terpaksa bangun, mandi dan sholat. Meski ngantuk tapi tetap harus kerja. Selain itu aku juga harus kuliah malamn
Read more
Bab 29
Kenyataan yang baru saja terungkap membuat air mata jatuh berderai. Ternyata Ibu bukanlah ibu kandungku. Aku dirawat sejak masih bayi karena Ibu kandungku meninggal sesaat setelah aku lahir."Nduk, walau kamu bukan anak kandung Ibu. Tapi, ibu menyayangi kamu seperti Ibu sayang sama Damar." Ibu memelukku menciumi berkali-kali. Sesak sekali rasanya. Tapi, aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku sudah terlanjur menyayangi Ibu seperti Ibu kandungku sendiri."Kamu katanya sayang tapi selalu membedakan anakku dengan anakmu, Ruslina. Kau tau, aku sangat sakit melihat perlakuanmu yang tak adil pada Dinara." "Pak, jangan membuat anakku membenciku karena Bapak salah paham ketika melihat keadaan!""Salah paham apa Ruslina? sebelum menikah kita sepakat untuk adil dalam menyayangi anak anak kita. Tapi, nyatanya kamu lebih melindungi Damar dari pada Dinara!""Bukannya Bapak yang selalu memandang Damar sebelah mata! Bapak tak pernah menghargai usahanya! Bahkan, Bapak tak peduli saat dia di pehaka. Aku ta
Read more
Bab 30
Menjelang siang, aku, Bapak dan Ibu datang ke rumah sakit dimana Mbak Ulya dirawat. "Gimana Ulya, Mar?" Mas Damar yang duduk di kursi panjang ruang tunggu tampak kacau. Kemudian dia menangis di bahu Ibu. Ternyata Mbak Ulya mendapatkan cidera parah pada area kewanitaannya begitu juga pada bagian tubuh belakang. An*nya robek. Mbak Ulya diduga mendapat kekerasan dari pelaku orientasi s*ks*al menyim pang. Kemungkinan lelaki tua yang kulihat kemarin pelakunya. Kini dia sedang dalam pengejaran polisi. Yang mengenaskan, Mbak Ulya ternyata dalam keadaan hamil. Dia mengalami keguguran dan pendarahan hebat serta luka yang cukup parah. Sehingga rahimnya harus diangkat.Tubuhku merinding sebadan. Membayangkan rasa sakit dan hal mengerikan yang dialami kakak iparku itu. Tak sedikit biaya yang harus dikeluarkan. Sementara Mbak ulya sudah tak punya asuransi kesehatan dari perusahaan. Karena dia dan manager yang menjadi lawan mainnya selama ini sudah dipecat beberapa bulan lalu. Mereka diduga mela
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status