All Chapters of IBUKU BUKAN BABUMU : Chapter 31 - Chapter 40
72 Chapters
Bab 31
"Ha? Mimpi kowe, Mar! Minta Dinara jual mobilnya. Ga tau malu kamu itu. Ga mikir!" Bentak Bapak. Ibu menahan tangan Bapak yang yang hendak menghampiri Mas Damar."Sudah toh, Pak.""Anak ga tau malu ini kudu dikasih kaca yang besar. Biar tau diri! Kemarin waktu kamu punya mobil pernah ga nawarin Dinara jalan-jalan, atau nganterin dia kuliah?" "Tapi, kan Damar yang membiayai kuliahnya, Pak?" kilah Mas Damar."Oh, berarti kamu minta dikembalikan uangnya?"Mas Damar terdiam. Wajahnya gusar."Pak, sudah. Jangan diomel-omelin terus Damarnya.""Bela terus anakmu itu! Dari dulu ga ada benarnya! Dapat uang pesangon bukannya buat modal usaha, malah untuk manjain istri. Sekarang baru merasakan akibatnya!""Aarrrgh! Bapak bukannya bantu malah bikin sakit hati!" Sentak Mas Damar yang kemudian pergi ke kamar dan membanting pintu dengan kencang.Astaghfirullah ... Lirih kami serentak."Itu lah kalau anak selalu dimanja. Aku bukan ga sayang sama Damar, Ruslina. Tapi, dia itu laki-laki. Kalau sudah b
Read more
Bab 32
"Tenang Rik. Masih banyak perempuan cantik yang mengantri untuk kamu jadikan istri." Ujarku."Jadi, benar kamu sudah jadian sama bosmu itu, Ra?" Riko menatapku lekat. Aku membuang napas panjang."Ga lah, ngaco kamu!" Aku menampik.Tak lama Riko pamit terlebih dahulu karena dia harus menjemput Mamanya yang sedang ke salon."Gimana, Ra?" Kini kami tinggal berdua."Aku ga tau, Cher. Rasanya tak mungkin aku menerima Pak Joshua. Ini masalah iman. Tak mungkin salah satu diantara kami berubah keyakinan hanya karena cinta.""Apa kamu mencintai dia, Ra? Kamu serius dengannya?""Aku ga tau, Cher. Aku baru merasakan sebatas debar yang tak biasa." Gumamku."Nah itu yang namanya cinta, Ra! Kamu sama Pak Joshua itu memang cocok.""Kalau kamu saja sama dia gimana?" Mata Cheryl membola meski tetap terlihat sipit."Ih, ngarang kamu! Mana boleh.""Lho kenapa?kalian satu suku, satu keyakinan. Dan Papa kamu sudah kenal Pak Joshua dengan baik pastinya."Cheryl tertawa lirih. Lalu bangkit dan meraih tasnya
Read more
Bab 33
Mbak Ulya meraung-raung melihat Mas Damar yang datang bergandengan mesra dengan perempuan yang pernah menjadi baby sitter di rumahnya dulu--Retna."Diam Ulya! Aku sudah ga ada rasa sama kamu. Sekarang pilih, mau menerima Retna sebagai madumu. Atau kau pergi dari hidupku!"Astaghfirullah, Mas Damar. Ada apa dengannya? Apa kesalahan Mbak Ulya menjadi alasan untuknya mendua. Dan yang menyakitkan perempuan itu masih saudara dari Mbak Ulya sendiri.Bik Sumi yang datang sambil menggendong Alesha menatap pasangan itu heran. Aku melambaikan tangan ke arahnya."Bik, bawa Alesha ke kamar aja, ya. Ga usah keluar dulu." "Baik, Mbak.""Fikri mana?""Fikri tadi ikut Nenek dan Kakeknya jalan jalan ke taman depan. Sepertinya sekalian beli sarapan. Karena tadi Ibu berpesan agar saya tak usah masak," jelasnya."Oh, baiklah kalau gitu." Aku kembali menyimak pertengkaran Mas Damar tanpa berniat untuk ikut campur."Mas! Selama ini aku yang menghidupi kamu, Mas! Aku yang bekerja siang malam agar kebutuhan
Read more
Bab 34
Tanpa sepatah katapun Mas Damar bangkit. Lalu menarik tangan Retna untuk ikut bersamanya. Kemudian berlalu meninggalkan tatapan penuh kemarahan."Dasar anak ed an!""Pak sudah." Ibu memaksa Bapak untuk duduk. Lalu mengejar Mas Damar."Damar! Kamu mau kemana?"Mas Damar menghentikan langkah. "Damar mau pergi, Bu. Perempuan itu terserah Ibu mau diapakan. Damar sudah jijik melihatnya." Ucapnya dingin."Lalu gimana dengan anak-anakmu, Mar?" Suara ibu bergetar. Tangisnya belumlah reda. Pasti sangat sakit melihat apa yang Mas Damar lakukan."Terserah Ibu! Damar mau mencari kehidupan Damar sendiri!" Mendengar itu darahku naik ke ubun-ubun."Heh! Lelaki tak bermo ral! Lu kira kami ini siapa?lu punya masalah kami yang menanggung, Lu bikin anak, lalu kami yang merawat? Tak punya ot ak lu, Mas!""Diam kau Dinara!" Bentaknya."Kau yang diam, Mas! Seharusnya setua ini kau tak menyusahkan Ibu lagi, Mas! Jika memang kau mau menikah lagi. Tanggung jawab sama anak dan istrimu! Jangan limpahkan pada ka
Read more
Bab 35
Tubuh tua Bapak sudah terbujur kaku terbungkus kain putih bersih. Jasadnya baru saja selesai dimandikan. Beberapa kali aku pingsan hingga tak mampu melihat Bapak yang tadinya berada di rumah sakit sampai sudah dibawa ke rumah. Sungguh aku tak menyangka ini terjadi. "Sabar, Mbak. Sabar ..." Aulia terus memegangiku khawatir aku jatuh pingsan lagi.Dari jauh aku melihat Pak Joshua duduk di antara para pelayat. Penampilannya yang memakai baju Koko dan peci sebenarnya sangat mempesona. Tapi, saat ini hatiku sedang kosong. Belahan jiwa, cinta pertamaku pergi untuk selama-lamanya. Menurut Aulia Bapak tertabrak mobil tak jauh dari toko. Saat itu Bapak pamit hendak sholat Dzuhur ke mesjid. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak. Tubuh tua Bapak terpelantal cukup jauh dari tempat kejadian dan bapak menghembuskan napas terakhirnya saat itu juga.Aku menepuk dadaku keras. Kenapa begitu sesak. Tak ada ruang rasanya untuk bernapas. "Sabar ya Mbak Nara, mbak wanita pilihan. Mbak wanita
Read more
Bab 35
"Dua hari kamu pingsan. Aku mencemaskanmu." Sesaat dadaku bergemuruh hingga tanpa sadar mengulas senyum padanya. Namun, ingatanku kembali datang. Penyebab aku pingsan dan apa yang terjadi pada saat itu."Bapak ... Bapak ...! Aku mau ketemu Bapak!" Aku meronta-ronta. Ibu berteriak histeris memanggil dokter sementara Pak Joshua meraih tanganku dan memeluk hingga aku tak bisa bergerak."Bapak ... Bawa Nara, Pak. Bawa Nara bertemu Ibu. Nara mau ikut Bapak ..." Air mataku menderas. Pak Joshua terus memegangi matanya ikut berkaca-kaca."Sabar, Ra. Sabar ..." Lirihnya dengan suara bergetar. Lelaki itu juga ikut menangis.Tak lama dokter datang memberikan obat penenang hingga aku merasa lemas dan ngantuk yang tak bisa ditahan. Pak ... Nara ikut, Bapak ... Uluran tangan Bapak menjauh, seiring tubuhnya yang bercahaya juga menjarak. Bapak begitu tampan, kakinya juga sudah tak cacat lagi. 'kamu harus kuat, Dinara! Anak bapak harus kuat.' Sayup sayup suara itu menggema.***Entah sudah berapa lama
Read more
Bab 36
"Nduk, makan yuk. Dari kemarin kamu ga makan. Nanti sakit." Ini sudah kesekian kalinya ibu datang dengan membawa sebuah nampan berisi makanan. Tapi, aku masih belum berselera untuk menelan apapun saat ini."Nara belum lapar, Bu." Jawabku sambil melihat rintik hujan dari balik jendela seakan ingin menemani hati yang dibalut duka ini."Nduk, tak boleh larut dalam kesedihan. Kasian Bapak, pasti disana dia sedih melihat anak gadisnya bermuram durja seperti ini. Makan ya, biar Ibu suapin." Aku menggeleng. Terdengar Ibu menghela napas dalam-dalam."Kalau Nara tak makan, gimana mau kerja? Gimana mau kuliah? Bapak ingin melihatmu jadi sarjana kan Nduk?" Mendengar itu tangisku pecah. Aku memeluk ibu erat. 'Bapak mau lihat kamu jadi sarjana, Nduk.' Ucapan Bapak yang sering kudengar menjadi penyemangat untukku terus berjuang kala itu. Tapi, kini Bapak sudah pergi. Semangatku pun padam. Tapi, benar kata Ibu. Bapak pasti akan kecewa.Akhirnya dengan air mata terus menetes aku menyuap makanan yang
Read more
Bab 37
"Biar makin semangat kerjanya." Seru Pak Joshua tanpa melihat ke arahku."Terima kasih, Pak.""Sama-sama. Hmm... Sebenarnya ada yang ingin saya tanyakan. Tapi, nanti saja," ujarnya ragu."Katakan saja, Pak. Barangkali saya bisa jawab." Walau sebenarnya aku sendiri berdebar. Takut jika Pak Joshua menanyakan tentang lamarannya waktu itu."Nanti saja." Ucapnya kemudian. Aku pun kembali melanjutkan pekerjaan yang begitu banyak. "Setelah makan siang, tolong kosongkan jadwal saya, ya.""Baik, Pak." Jawabku singkat. Lalu melanjutkan kembali pekerjaan. Setelah makan siang aku kembali ke ruangan. Tapi, saat melewati loby aku melihat Pak Joshua berjalan mesra dengan Cheryl. Mereka tak melihatku karena berjalan membelakangi. Entah kenapa aku merasa panas melihat mereka seperti itu. Aku segera menjauh lalu lalu menghirup udara segar sebanyak-banyaknya untuk mengurai sesak. Pantas dia minta mengosongkan jadwal. Ternyata mau jalan sama Cheryl.***Sejak saat itu aku tak lagi banyak bermimpi. Memu
Read more
Bab 38
Makin hari Pak Joshua makin menampakkan keakrabannya dengan Cheryl. Apalagi Cheryl mulai bekerja di kantor Papanya itu. Artinya sekarang mereka bekerja dalam satu wadah. Tentu saja akan lebih sering bertemu dan berinteraksi."Dinara, kamu dipanggil Pak Edward," ucap Pak Joshua datar."Baik, Pak." Aku bangkit dan berjalan gontai ke ruangan Pak Edward. Biasanya beliau meminta melaporkan kegiatan Pak Joshua. Bahkan, untuk jadwal lelaki itu keluar kantor. Atau Apakah ada perempuan yang mendekatinya atau tidak. Namun, selama ini Pak kulkas itu memang tak pernah dekat dengan perempuan kecuali Cheryl. Apa Pak Joshua sedang dipantau untuk dijadikan menantu oleh Pak Edward."Masuk." Suara dari dalam setelah aku mengetuk pintu."Siang, Pak.""Dinara. Silahkan masuk." Perintahnya lalu menyuruh duduk.Sambil membuka sebuah dokumen Pak Edward mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkanku. "Menurut laporan, kantor cabang sedang ada masalah. Saya ingin mengirim seseorang untuk memeriksa kesana. Saat
Read more
Bab 39
"Pak Joshua mau melamar di tempat yang romantis Minggu ini. Kamu harus datang, ya."bisiknya.Aku terkesiap. Berarti benar jika mereka telah jadian. "I-iya pasti, Cher. Aku pasti datang. Kali ini aku tak akan mengecewakan kamu.""Makasih, ya, Dinara. Kamu benar, Pak Joshua itu memang lelaki yang baik." Bisiknya sambil melirik Pak Joshua yang tampak salah tingkah.Setelah Cheryl pergi. Aku kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan. Meski pikiranku tak bisa fokus dari tadi.Sebuah pesan masuk ke ponselku."Mbak Dinara, kalau diperkenankan saya mau mengenal mbak lebih dekat."Pesan dari Pak Reyhan. Manager di perusahaan Bintang Terang. Aku mengeryitkan kening. Aku lagi patah hati, Pak. Tapi, mungkin aku akan mencoba. Setidaknya agar Pak Joshua tak tahu jika aku sedang meratapi keputusannya yang sepihak. Aku bahkan belum menjawab permintaannya waktu itu."Boleh silahkan, Pak." Jawabku kemudian lalu menaruh ponsel didalam laci.Pulang kerja aku mampir ke makam Bapak. Tak disadari air matak
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status