All Chapters of Selena (Shirea book 2): Chapter 31 - Chapter 40
59 Chapters
Chapter 31 : Hari Para Raja
Aku menatap kotak berukuran sedang, berisi stempel-stempel Axylon yang telah dikumpulkan Tuan Shaquille. Tak kusangka kalau benda-benda ini harus segera kusingkirkan, padahal dulu Ayah selalu menggunakannya untuk hal-hal penting. Kini tinggal menentukan desain terbarunya sekaligus tinta khusus untuk menjaga keasliannya. "Yang Mulia, Tuan Emery datang ingin bertemu dengan anda." Loretta datang melapor sembari membawa secangkir teh. "Minta dia masuk ke ruanganku," sahutku sambil menutup kotak di atas mejaku. Loretta membuka pintu dan mempersilahkan sosok paruh baya dengan pakaian khas petinggi kerajaan serta rambut yang ditata dengan rapi. Tubuhnya tegap ketika ia melangkah sambil membawa sebuah perkamen dan kotak kecil. "Hormat saya, Yang Mulia." Ia mengangguk memberi hormat. "Ada keperluan apa yang membuat anda kemari, Tuan?" tanyaku sembari menutup perkamen yang terbuka di mejaku. "Yang Mulia, saya sudah mendapat desain stempelnya." Tuan Emery menyodorkan perkamen di tangannya.
Read more
Chapter 32 : Ungkapan
Acara dimulai dengan gelas para penguasa yang saling berdentingan untuk bersulang, lalu kami meneguk minuman masing-masing. Suara musik mulai mengalun dan kami mulai membubarkan diri untuk menikmati pesta. Aku duduk di sudut ruangan untuk menghindari kerumunan, sementara sebagian para Raja mulai berdansa dengan Ratu mereka masing-masing. Pakaian mereka begitu kompak sebagai pasangan, membuatku sedikit iri mengingat aku dan Azura memakai jubah kerajaan masing-masing. Dari kejauhan, mataku tak sengaja menangkap sosok Putri Lucia. Dalam hati aku bertanya, "Kenapa dia muncul? Bukankah acara ini tidak boleh ada yang hadir selain para Raja dan Ratu?" Aku masih terdiam dan mengawasinya sambil meneguk minuman. Raja Tryenthee memperkenalkan Putri Lucia pada Raja-Raja yang menjadi rekan kerajaannya, terutama Raja dari kerajaan besar. Ah, mungkin beliau bermaksud untuk mengenalkannya pada Pangeran di kerajaan mereka. "Ayah, bolehkah aku menemui seseorang?" Kalimatnya tak sengaja terdengar
Read more
Chapter 33 : Malam Purnama
Malam kini berubah menjadi dini hari. Hujan mulai reda, menyisakan aroma segar di udara. Para Raja dan Ratu juga sebagian mulai mabuk berat bahkan ada yang sampai ketiduran di kursinya. Mungkin aku adalah satu-satunya yang masih memegang kesadaranku seratus persen ketika melihat di antaranya ada yang meracau. Sangat tidak berwibawa, tapi di acara ini mereka memang sedang bebas tugas. Kulihat Azura juga menghampiriku dalam keadaan setengah mabuk. Meskipun cara jalannya masih normal, tapi wajahnya begitu sayu akibat minum Anggur terlalu banyak. "Selena, aku...menang taruhan," katanya setelah berdiri tepat di hadapanku. "Wah, benarkah? Apa hadiah taruhannya?" "Melepas pakaianmu di depan semua orang." "Huh?" Aku menyipitkan mata dan menatapnya tak mengerti. "Kalian menjadikanku bahan taruhan?" Azura mengangguk dengan tampang polos yang sendu. "Kau menang taruhan tapi seperti kalah taruhan, sialan!" desisku tak suka. "Selena, jika kau menolaknya maka aku akan dianggap kalah." Azur
Read more
Chapter 34 : Kelompok Misterius
Aku berada dalam dekapan hangat ketika membuka mata. Rasanya begitu sempurna ketika kulihat sosoknya yang terlelap tenang. Langit malam terpampang begitu jelas ketika aku menatap atap kamar yang terbuat dari kaca.Masih terlalu dini hari untuk terbangun dari tidur, tapi pemandangan ini begitu langka, membuatku tak ingin melewatkannya."Terima kasih untuk malam yang indah ini," gumamku lirih sembari mengusap pipinya lembut.Rasanya menyenangkan sekali saat perasaanku terbalaskan. Jika dari awal aku tahu bahwa akan menjadi seindah ini, mungkin lebih baik aku mengungkapkannya sejak getaran pertama muncul. Tapi—apakah ini akan selamanya?Aku menginginkan cinta yang abadi, keegoisanku berkata seperti itu. Namun, rasa takut kembali melandaku. Takut jika sosok di hadapanku akan hilang dan pergi dariku selamanya. Taring keegoisanku semakin menancap kuat, meninggalkan rasa yang begitu kejam dan menginginkan pria ini sebagai milikku seutuhnya."Selena?"Aku tersentak saat ia membuka mata, karen
Read more
Chapter 35 : Penyergapan
Matahari mulai terbit, bau anyir memenuhi penciumanku ketika ratusan orang dari kelompok itu mati terbantai oleh pasukanku. Benar-benar merusak udara pagiku yang seharusnya segar. Beberapa tabib mulai berdatangan untuk mengobati prajurit yang terluka, sementara aku mulai menghitung jumlah mereka untuk memastikan tak ada yang lolos dari sergapanku. Aku menghela lega, tapi tubuhku semakin lelah. Hari ini mungkin sebagian kelompok itu sedang menjalankan aksinya untuk menyerang Vainea. "Buang mereka semua ke tanah kosong, burung pemakan bangkai di sana mungkin akan berterima kasih karena sudah memberi mereka makan banyak," ujarku sembari menunggang kuda menuju istana. "Lalu bersihkan seluruh tempat ini." "Baik, Yang Mulia," sahut Tuan Shaquille senang. "Oh iya, Tuan. Hari ini saya akan pergi ke Vainea lagi untuk bertemu Raja Azura. Mungkin selama tiga hari saya tidak akan kembali. Tolong jaga tempat ini selama saya pergi." "Tapi sebaiknya anda istirahat sebentar, Yang Mulia. Kondisi
Read more
Chapter 36 : Ambisi
Sudah dua minggu lebih semenjak aku menerima surat terakhirnya, ia tak lagi mengirim surat untukku. Aku mendesah risau karena rindu ini perlu dipuaskan. Hampir setiap hari aku menanyakan tentang kedatangan surat pada Loretta, bahkan terkadang menanyakannya langsung pada petugas pengirim surat. "Kenapa dia tidak membalas suratku lagi? Apa dia sesibuk itu dalam waktu dua minggu ini?" gerutuku sambil menutup perkamen di tanganku. "Apa sebaiknya aku datang ke Vainea dan memberinya kejutan?" Ya, akhir-akhir ini aku juga banyak disibukkan oleh urusan dalam negeri dan beberapa proyek terutama—tentang pengolahan sumber daya ketika musim panen tiba. Namun, setidaknya aku selalu meluangkan waktu untuk mengirim surat padanya. "Mungkin dia sangat sibuk dan langsung tidur begitu pekerjaannya selesai," gumamku dengan pikiran positif. "Dia sudah berusaha untuk mengerti situasiku, mungkin aku juga harus memahami alasan ia tak mengirim surat dalam waktu yang menurutku...lama." Aku manggut-manggut
Read more
Chapter 37 : Nestapa
Aku berlarian menuju belakang istana dengan mengendap-endap. Tak lama, aku berhasil menerobos masuk di dapur istana yang sudah mengeluarkan aroma makanan yang sedap. "Astaga, anda—anda, Yang Mulia Selena?" ucap salah satu pelayan yang menyadari keberadaanku dengan syok. "Bagaimana anda bisa masuk ke sini?" "Boleh aku minta bantuanmu?" "Ya silahkan, Yang Mulia. Apa yang perlu saya bantu?" "Carikan aku pakaian, tidak perlu mewa. Hmm...seperti pakaianmu ini." "Tapi itu akan membuat anda terlihat seperti pelayan." "Tidak apa-apa. Aku hanya kemari sebentar, setelah itu aku akan kembali ke Axylon." "Baik, Yang Mulia." Aku hanya menunggu di ruang kecil tempat penyimpanan rempah-rempah, sesekali aku mengusap air mata yang masih mengalir perlahan dalam kesendirianku. "Yang Mulia, saya sudah membawa pakaian untuk anda." "Terima kasih." Aku segera berganti pakaian, dibantu oleh pelayan lain. "Mata anda terlihat sembab, ini pasti sangat berat untuk anda," ujar salah satu pelayan yang
Read more
Chapter 38 : Abu Di Tanah Axylon
Kuhela napas berat ketika Gretta membantuku mengenakan jubah perang yang sudah dirancang agar tahan api. Aku sudah memutuskan untuk menghancurkan wilayahku sendiri agar bisa bertahan. Mungkin memang terdengar masokis, tapi tidak ada cara lain dalam serangan dadakan ini. Semua sudah dipersiapkan sesuai rencana. Seluruh penduduk dari berbagai wilayah sudah diamankan di tiga kota yang memiliki benteng pertahanan kuat. Semua bahan pangan dari berbagai lumbung juga sudah bawa ke pusat kota. Kini tinggal menunggu kehancuran mereka di tanah Axylon. Aku berangkat menuju benteng kota. Kali ini, aku meminta semua gerbang perbatasan di buat rapuh agar mereka bisa menerobos masuk. Ada lima ratus pasukan yang sengaja kukirim untuk menutup gerbang besi cadangan dari berbagai arah supaya mereka terjebak. Semua peledak sudah dipasang di bawah tahan dan aku siap untuk melihat bagaimana Axylon akan menjadi debu dalam sesaat. Kini aku sudah berdiri di atas menara benteng tertinggi sembari memakai te
Read more
Chapter 39 : Krisis
Aku membuka mata perlahan dengan pelupuk yang terasa berat. Aroma obat-obatan memenuhi penciuman saat aku menatap langit-langit kamar. Kulihat seorang gadis kecil terbaring meringkuk sambil mendekap lenganku. Wajahnya begitu sayu dengan bekas air mata yang menggaris di pipinya. "Helena." Aku mengusap pipi lembutnya perlahan. Anak itu mengerjap sejenak, lalu membuka matanya. "Kakak?" Kini mata itu membulat sempurna. "Kakak sudah sadar!" Suara Helena yang melengking membuat Gretta di luar sana segera memanggil tabib, kemudian gadis itu masuk dengan akspresi lega. Tak lama, seorang Tabib wanita datang dan mengecek kondisiku. "Benar-benar keajaiban," ujar si Tabib. "Racun di tubuh anda sebelumnya sudah kami bersihkan, tapi kami kesulitan untuk mengobati luka dalam anda. Sangat luar biasa kalau anda bisa pulih secepat ini. Saya akan menulis beberapa resep obat penunjang untuk kesembuhan anda." Tabib itu segera mengeluarkan perkamen dan pena lalu menuliskan beberapa daftar obat-obatan
Read more
Chapter 40 : Bantuan
"Gretta! Gretta!" panggilku geram. Aku sadar betul, semenjak pernikahan Azura dengan Lucia, emosiku menjadi tidak stabil. Rasa kecewa ini masih ada, begitu mendendam. Amarahku sering kali meluap tanpa bisa dikendalikan, untuk pertama kalinya aku memperlakukan pelayanku dengan kasar. Kesedihan juga masih meraup di sebagian hatiku, menggerogotiku layaknya parasit. "Ya, Yang Mulia?" Gadis itu akhirnya datang menghadap dengan raut takut ketika melihat ekspresiku. "Bingkisan uang di kantung besar itu, kau dapat dengan cara apa?" tanyaku dingin. Gretta tampak bingung sejenak, tapi a masih berusaha tenang untuk menutupi sesuatu. "I-itu...saya menjual harta saya ke wilayah Keylion. Bukankah, saya sudah pernah mengatakannya, Yang Mulia?" Aku melepas sebutir amarahku dengan menamparnya. "Jawab aku, Gretta! Harta macam apa yang sudah kau jual di sana?" "Su-sungguh. Saya menjual perhiasan dan-" "Dirimu?" potongku tak tahan dengan kebohongannya. Gretta tampak terkejut mendengar kalimatku.
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status