All Chapters of Istri Best Seller : Chapter 21 - Chapter 30
100 Chapters
Sebotol Obat
Bunga menunggu Kafkha mengambil obat di apotek rumah sakit karena Raisa rewel dalam gendongannya. Sesekali Bunga memperhatikan Kafkha yang tengah berinteraksi dengan perawat yang bertugas memberikan obat sambil memikirkan perkataan Jelita yang masih memenuhi benaknya dengan rasa penasaran. Kafkha menghampirinya sambil menenteng kantong obat dan mengajaknya keluar dari rumah sakit. "Tunggu. Aku ingin buang air kecil. Kamu bisa tunggu aku sebentar? Tolong pegang Raisa," kata Bunga sambil memberikan Raisa ke tangan Kafkha sebelum pria itu membalas perkataannya. Bunga bergegas menuju toilet yang dengan Kafkah yang memandangi kepergiannya. Tapi, setelah itu ia menyimpang menuju ruangan Sarah. Bunga mengetuk pintu ruangan dokter kandungan itu dan masuk setelah mendengar suara Sarah menyuruhnya masuk. Raut wajah Sarah berubah datar setelah melihat wujudnya. "Dokter. Apa ada sesuatu yang disuruh Mama untuk aku bawa? Aku benar-benar tidak tahu kenapa dia menyuruhku menemui dokter," kata Bu
Read more
Pergi Bulan Madu
Bunga kembali ke kamar dalam suasana hati tegang karena Kafkha masih salah paham padanya. Kakinya berhenti di pintu kamar setelah melihat suaminya itu duduk di tepi kasur sambil melepaskan atasannya. Bunga mendekatinya dan membantunya, tapi Kafkha menolak bantunya. "Kamu marah?" tanya Bunga, sedikit takut."Marah? Untuk apa? Itu keputusan yang bagus. Anakku hanya Raisa, tidak ada yang lain. Selain itu, jangan berharap aku akan menyentuhmu. Kejadian di malam pernikahan hanya sebuah kecelakaan, itu tidak aku inginkan," kata Kafkha, berbicara dingin. "Aku tahu. Maaf," ucap Bunga, kecewa. "Bagus kalau kamu tahu. Jangan berusaha untuk menempatkan dirimu di hidupku karena itu tidak akan bisa terwujud," lanjut Kafkha. "Kalau begitu, kita batalkan saja tiket itu. Bukannya aku marah, aku paham dengan perasaanmu karena aku tahu kamu mencintai Marissa melebihi dirimu sendiri." Bunga berusaha tenang saat berbicara dan menunjukkan senyuman simpul. "Jika kamu ingin membuat Mama pusing memikirk
Read more
Dia Kembali
Pria yang mengejar Bunga berhasil mencegatnya berlari. Pria itu memeluknya dari belakang dan perlahan mengendus lehernya.Bunga menyikut perut pria itu dan mendorongnya sampai terjatuh. Bunga kembali berlari dan ikut terjatuh setelah kaki kirinya tidak sengaja menyandung kaki kanannya. Pria itu tertawa ringan dan merangkak mendekatinya. Lalu, menarik kakinya dan membaringkannya dengan niat yang masih sama, ingin menodainya. Bunga mengarahkan mata kepada dua orang yang duduk tidak jauh dari posisi mereka dengan bibir ingin berucap minta tolong. Tapi, pria itu membekap mulutnya sebelum kalimat minta tolong itu keluar. Dua orang itu tidak sadar dengan situasi yang dialami Bunga, mereka mengira mereka sepasang kekasih yang sedang bercanda. Pada akhirnya, mereka meninggalkan tempat itu yang membuat Bunga memupuskan harapan untuk mendapatkan pertolongan."Siapa yang akan membantumu? Mereka sudah pergi. Kamu ingin meminta bantuan suamimu? Dia tidak akan datang karena saat ini dia sedang ber
Read more
Tingkahku Kaku?
Suasana canggung mengisi kamar. Mereka masih dengan posisi seperti sebelumnya, di mana Bunga berada di bawah dan kedua tangan Kafkha mengurung tubuhnya, mengungkung tubuh kecil Bunga yang berbaring dengan salah tingkah sampai tidak sanggup menatap wajah pria yang ada di atasnya itu. Kafkha menghela napas dalam dan panjang. Setelah itu, secara pelan bibirnya semakin menurun ke arah wajah Bunga sampai mendarat di dahi wanita itu. Kelembutan yang ditunjukkan ikut dirasakan Bunga. Pria itu beralih mengecup kedua matanya, hidung, kedua pipi, dan berakhir di bibirnya. Tangan Kafkha secara pelan menarik selimut dan menutupi tubuh mereka sampai yang tersisa hanya kepala mereka. Satu demi satu pakaian yang menempel di tubuh mereka keluar dari tepi selimut dan jatuh ke lantai. "Kamu takut?" tanya Kafkha setelah melihat Bunga memejamkan mata dengan dahi mengernyit. "Hanya gugup," balas Bunga, tersenyum ringan."Jika kamu gugup, tutup saja matamu. Kalau sakit, bilang, aku akan lebih lembut la
Read more
Keputusan Menghilangkan Trauma
Kafkha menurunkan Bunga setelah mereka sampai di depan pintu kamar hotel. Raut wajahnya masih sama, dingin. Pria itu berjalan masuk setelah pintu dibuka dan duduk di sofa di mana ada beberapa menu makanan tersaji di dalam kotak makanan. "Ganti pakaianmu dan duduk. Kali ini dengarkan aku," kaya Kafkha sambil memainkan ponsel.Bunga menganggukkan kepala meskipun Kafkha tidak menatapnya. Ia mendekati koper dan mengambil pakaiannya dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Sejenak tangannya berhenti mengenakan pakaian saat mengingat pria bertopeng itu, jiwanya dilanda ketakutan dan menjongkok sambil menutup wajah."Tidak. Jangan dekati aku!" teriaknya, histeris seperti orang gila. Kafkha meletakkan ponsel di atas meja dan berlari masuk ke kamar mandi. Ia membantu Bunga berdiri dan membetulkan pakaian istri. Setelah, itu ia mengajaknya dengan rangkulan bahu keluar dari kamar mandi. "Tenang. Tidak akan ada yang menyakitimu. Aku di sini." Kafkha memeluknya dengan erat dan sesekali mengecup
Read more
Memantau Dari Jauh
Kafkha memasuki kamar setelah berbicara bersama Haidan. Raut wajahnya menunjukkan kelesuan, tidak ada rasa senang. Bunga meletakkan majalah yang ada di tangannya ke atas meja sambil membetulkan posisi duduk yang tadi bersandar ke bantal yang tersandar ke kepala kasur. "Kenapa?" tanya Bunga setelah Kafkha duduk di sampingnya. "Tidak ada. Hmm ... malam ini ada pesta kecil-kecilan di tepi pantai. Kamu mau ikut?" tanya Kafkha, tersenyum."Boleh. Tapi ...." Keberadaan pria bertopeng yang diwaspadai membuatnya takut kejadian malam itu akan terulang lagi."Tenang saja, pria itu tidak akan datang," ucap Kafkha, sadar akan hal yang dipikirkan istrinya itu. Bunga tersenyum dan menganggukkan kepala, setuju dan penuh keyakinan tidak akan terjadi sesuatu padanya nanti. Kafkha memeluknya dan bibir yang tersenyum memudar, menunjukkan rasa sedih berbalut keraguan akan rencana yang sudah dibuatnya. Sikap itu membuat Bunga bingung, tidak biasanya pria itu bersikap begitu dekat tanpa ada alasan. "Ki
Read more
Ternyata Itu Dia
Kafkha berjalan pelan mendekati Bunga yang sedang berusaha menarik resleting gaun merah muda yang terpasang di tubuhnya. Pria itu dengan romantis menarik resleting itu dan mendaratkan dagu di atas pundak kiri Bunga dengan pandangan mengarah ke cermin yang ada di hadapan mereka. "Kamu cantik. Kamu tahu, gaun seperti ini dan warna merah muda menjadi favoritku. Setiap kali Marissa memakainya, aku selalu memujinya. Kamu cantik sepertinya," puji Kafkha. Pujian itu membuatnya bahagia, meskipun ada sedikit usikan karena menyamakan dirinya dan Marissa. Bunga mengabaikan usikan itu setelah merasa kondisi hubungannya dan Kafkha jauh lebih baik dari sebelumnya, ia bisa merasakan kehangatan tulus pria itu.Ponselnya Kafkha berdering. Ia merogoh alat komunikasi itu dari saku celananya sambil membetulkan posisi tubuh berdiri tegak. Haidan menghubunginya, menyuruhnya segera datang ke tempat acara dan melangsungkan rencana mereka. "Bunga. Tunggu aku di sini. Aku ingin bertemu seseorang dulu di bawa
Read more
Mirip Istri Pertama
Kafkha dan Bunga berdiri di antara beberapa tubuh berpasangan yang menari di atas karpet yang terbentang di atas pasir di tepi pantai. Di tangan mereka ada segelas minuman berwarna merah dan sedang berbicara bersama dua pasang suami-istri dalam balutan pakaian jas dan memakai gaun. "Dokter Kafkha, kita benar-benar sudah lama tidak bertemu. Terakhir bertemu empat tahun lalu, bukan begitu?" tanya Raden, seorang pria seusia mereka yang memiliki profesi sama seperti Kafkha, yaitu seorang dokter. "Iya. Di acara peresmian rumah sakit mu. Sekarang bagaimana?" tanya Kafkha. "Semakin berkembang. Fasilitasnya juga mulai lengkap. Lain kali bisa berkunjung. Jika tidak, ikut bergabung bersamaku juga tidak apa-apa," kata Raden dengan sedikit candaan yang menarik tawa mereka. Bunga hanya diam dan tersenyum mendengar mereka berlelucon sejak tadi. "Itu kenapa dokter? Jangan bilang salah pentok saat bermain tengah malam," goda Siska, istri Raden sedang menjadikan luka di dahi Kafkha sebagai topik b
Read more
Tidakkah Itu Aneh?
Beberapa kali Kafkha menghubungi nomor Bunga, tetapi sambungan teleponnya tidak berjawab. Nomor istrinya itu aktif, tetapi tidak dijawab. Kafkha memaklumi Bunga tidak menjawab sambungan teleponnya, yang padahal ponsel wanita itu berada di hotel saat ini. Lalu, di mana Bunga? Wanita itu sedang berada di taksi yang akan mengantarnya ke bandara. Dugaan Kafkha benar. Bunga memutuskan akan kembali ke Jakarta. Tangisnya di dalam taksi itu pecah, ingatannya masih membayangi Kafkha bersama Sarah dan merekam jelas perkataan suaminya itu kala itu. "Aku pikir semuanya akan membaik. Tidak butuh waktu tiga bulan bagiku untuk meluluhkan hatinya dan bisa menempatkan diriku di hatinya. Tapi, ternyata semua itu hanya sekedar dugaanku saja. Dasar, aku terlalu berharap sampai membuat imajinasi sendiri," kata Bunga, tersenyum dalam tangisannya.Sebelum Bunga sampai di Bandara, Kafkha lebih dulu sampai di sana. Kakinya melangkah ke beberapa sisi bandara dengan mata mencari-cari wujud Bunga. Ia bertanya
Read more
Menciptakan Jarak
Bunga menggeliatkan tubuh setelah bangun dari tidurnya. Tangan Kafkha memeluk tubuhnya dari samping, membuatnya diam tertegun dan menoleh kaku menatap wajah pria itu. Bibirnya tersenyum ringan mengingat hubungan mereka semalam, itu tiga kali mereka berhubungan sejak menikah. Bunga memainkan jari telunjuknya di hidung Kafkha, membuat pria itu terbangun dari tidurnya dan menatapnya dengan raut wajah datar dan melayangkan senyuman simpul. "Kamu sudah bangun?" tanya Bunga dan memalingkan wajah karena salah tingkah."Em. Bangunlah dan bersiap-siap, kita akan menaiki kapal untuk melihat-lihat keindahan laut," kata Kafkha sambil duduk dan berjalan ke kamar mandi. "Iya," balas Bunga, singkat dengan anggukan kecil.Ketika akan melangkah memasuki kamar mandi, suara ketukan pintu mematikan langkahnya. Bunga bergegas memakai mengambil handuk kimono di lemari dan memakainya, barulah ia berjalan mendekati pintu dan membukanya. Seorang Sarah berdiri di depan pintu kamar itu. Melihat wajahnya memb
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status