Alena pikir melepas hatinya akan semakin sakit jika melepas Gamma. Nyatanya setelah pembicaraan kemarin, perasaannya sedikit lebih lega. Tidak, bukan karena ia takut kehilangan Gamma, melainkan karena sebenarnya yang ia lakukan selama ini adalah hidup dalam obsesinya terhadap laki-laki itu. Karena obsesinya itu, ia jadi berusaha melakukan segala cara asal Gamma kembali padanya.Sekarang, Alena bersyukur karena berkat Riga, ia bisa melepaskan apa yang sudah seharusnya ia lepaskan sedari dulu. Sebelum pulang kemarin, Gamma sempat berkata kalau ia menyambut baik keinginan Alena. Gamma juga mengatakan kalau ia akan membantu membujuk Nada supaya gadis itu mau bertemu Alena, supaya permasalahan di antara mereka segera selesai.“Udah dengar sendiri, kan? Sekarang jangan sedih lagi, ya. Berdoa aja semoga Gamma berhasil bujuk Nada,” ucap Riga ketika mengantar Alena pulang kemarin malam. Mereka baru sampai di depan rumah Alena.Ucapan Riga terdengar menenangkan di telinga Alena. Namun, meski be
Dibandingkan mie ayam, sebenarnya Alena lebih menyukai makanan-makanan manis seperti kue. Aroma wangi kue yang baru keluar dari oven selalu bisa membangkitkan selera makannya. Namun, entah sejak kapan ia juga suka makan mie ayam. Mungkin sejak SMP ketika ia lebih sering menghabiskan waktu bersama Gamma dan Riga. Dua laki-laki itu memang penyuka mie ayam, sampai-sampai Alena sendiri hafal kalau setiap mereka bertiga pergi bersama, mie ayam selalu menjadi makanan wajib.Dan sekarang, mereka—minus Gamma—sudah sampai di kedai mie ayam langganan mereka. Kedai itu terletak di pinggir jalan tak jauh dari persimpangan jalan dekat sekolah mereka. Tempatnya tidak luas, tapi cukup memuat sepuluh meja berukuran sedang dengan masing-masing enam kursi. Biasanya ketika jam makan siang, kedai itu selalu ramai pembeli. Selain karena porsinya mengenyangkan, harganya pun terjangkau.Saat akan masuk, langkah mereka dihentikan oleh panggilan seseorang. Mereka berbalik dan menemukan sosok seorang pria paru
Riga baru saja keluar dari ruang guru ketika netranya tanpa sengaja bertemu dengan netra seorang gadis yang rambutnya dikuncir ekor kuda. Gadis itu tersenyum pada Riga ramah. Riga membalas senyuman itu, lalu menghampiri gadis itu.“Halo, Nay. Habis dari parkiran? Ngapain?” tanya Riga saat sudah berdiri di hadapan gadis itu.Ya, gadis itu adalah Kanaya. Gadis manis yang beberapa waktu lalu pernah mengungkapkan perasaannya padanya. Oh, sejak hari itu, Riga jadi jarang sekali bertemu Kanaya. Hanya sempat beberapa kali berpapasan dan menyapa singkat saja. Baru kali ini mereka bertemu lagi.“Halo, Ri. Nggak, ini tadi cuma mau ambil ikat rambut aja yang ketinggalan di jok. Gerah banget soalnya. Lo sendiri habis ngapain dari ruang guru?” tanya Kanaya balik seraya menatap wajah Riga. Hanya sebentar dan ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Astaga, ternyata jantungnya masih berdegup kencang hanya karena melihat netra laki-laki itu.Sebenarnya tadi Kanaya tidak berharap bertemu Rig
Aneh.Seingat Alena, dirinya bukan tipe orang yang suka penasaran berlebihan terhadap sesuatu. Jika dirasa itu bukan hal penting untuk diketahuinya, ia akan langsung berhenti dan membuang jauh-jauh rasa penasaran tersebut. Sayangnya, tidak dengan kali ini. Tiba-tiba saja Alena merasa penasaran akan sesuatu yang mungkin tidak seharusnya ia tahu.Selama perjalanan pulang ke rumah, Alena tidak berhenti merutuki mulutnya yang entah kenapa lepas kontrol. Apalagi setelah mengetahui bagaimana respons Riga dan diamnya laki-laki itu selama di jalan, Alena menyesal karena tidak seharusnya pertanyaan itu tidak ia ajukan. Bahkan ketika motor Riga sudah berhenti di depan rumah Alena, laki-laki itu masih tetap diam.“Ri, tentang pertanyaan gue yang tadi nggak usah dijawab, ya. Lo lupain aja. Anggap gue nggak pernah nanya itu. Maaf kalau udah bikin lo merasa nggak nyaman. Gue masuk dulu, ya. Makasih. Lo hati-hati pulangnya.” Alena segera turun dari motor Riga, lalu membuka pagar rumahnya yang terkun
Gelap belum sepenuhnya hilang, masih terlihat samar di langit. Pun semburat samar berwarna oranye muncul malu-malu di ufuk timur diiringi suara kokok ayam yang terdengar bersahutan dengan derum kendaraan serta keramaian pagi. Seolah sudah menjadi musik latar untuk mengawali pagi yang sibuk di kota tersibuk, bahkan di akhir pekan sekaligus.Seorang gadis dengan rambut dicepol dan masih mengenakan pakaian tidur bergambar penguin terlihat sibuk di teras rumahnya. Lupa kapan ia bangun, sampai akhirnya karena tidak sabar menunggu pukul sepuluh, ia melakukan banyak aktivitas. Ia baru saja selesai menyapu dan mengepel, serta membersihkan helai daun yang terbawa angin hingga masuk pekarangan rumahnya, sekarang ia sudah siap dengan selang berwarna hijau di tangannya. Hanya dengan memutar keran ke kanan, air pun mengalir keluar dan segera ia arahkan pada taman mini berisi beberapa pot tanaman serta rumput hijau serupa karpet mini di depan rumah. Memastikan semua tanaman di sana mendapat asupan
Sekolah masih sepi. Hanya terlihat segelintir murid yang memang terbiasa datang pagi muncul di koridor, kantin, atau lapangan, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Hari ini adalah hari terakhir ujian. Tentunya setelah ini kegiatan belajar di Angkasa akan sedikit lega.Kaki Alena melangkah ringan menuju gedung B, begitu juga dengan perasaannya yang terasa lebih baik sejak pulang dari makam kemarin. Oh, hari ini ia memang tidak berangkat bareng Riga. Sengaja ingin quality time dengan papanya mumpung mobil papanya sudah sembuh. Tadi pagi-pagi sekali, orang bengkel yang menangani mobil papanya mengantar mobil itu ke rumah. Jadilah akhirnya mereka berangkat bersama.Sebelum ke gedung B, Alena mampir sebentar ke kantin untuk membeli makanan ringan—roti isi, wafer cokelat, dan susu kotak—untuk menemaninya mempelajari ulang materi ujian hari ini. Sembari menenteng kantung plastik kecil berisi makanan yang tadi dibelinya, Alena berjalan menuju gedungnya. Menaiki tangga dengan cepat menuju
Setelah satu minggu berpusing-pusing ria dengan ujian kenaikan kelas, kini saatnya bersenang-senang. Sejak pagi, keramaian mendominasi Angkasa. Saking ramainya mungkin orang-orang akan mengira sedang ada demo besar-besaran. Padahal nyatanya, keramaian itu berasal dari sorak-sorai para murid baik dari kelas sepuluh atau kelas sebelas, dari lantai satu atau lantai dua, guna mendukung teman kelasnya yang bertanding di lapangan.Hari ini adalah hari pertama class meeting, acara wajib yang biasa diadakan setelah ujian dan biasanya diisi dengan berbagai perlombaan seperti basket, voli, sebak bola, lari, dan yang lainnya. Acara ini berlangsung selama lima hari dan dibuka oleh sambutan kepala sekolah. Dan pertandingan basket antar kelas menjadi lomba pertama yang dilaksanakan.Aturan acara ini sederhana yaitu setiap kelas wajib mengirimkan dua tim, tim putra dan tim putri. Sedangkan untuk aturan selanjutnya akan diinformasikan oleh juri atau panitia masing-masing lomba. Pihak panitia yang seb
Empat hari berlalu sejak hari pertama diadakannya class meeting dan hari ini adalah hari terakhir acara tersebut. Panitia acara sudah sibuk sejak pagi menyiapkan keperluan untuk pertandingan sepak bola yang menjadi pertandingan penentu juara dalam acara ini. Para murid sudah memenuhi sekeliling lapangan utama demi menonton perwakilan kelasnya masing-masing berlaga bak pemain sepak bola profesional.Ah, ngomong-ngomong soal pemain, biasanya para laki-laki itu sekalian tebar pesona. Prinsipnya, mumpung ditonton satu sekolah jadi sekalian saja, siapa tahu nanti ada yang kecantol. Buktinya lihat saja sekarang, hampir selama Alena menonton pertandingan tersebut, ada saja pemain yang sok keren. Mereka mengulas senyum, melambaikan tangan menyapa—mungkin—penggemarnya, dan ada juga yang berkali-kali menyugar rambutnya ke belakang entah ingin menunjukkan kalau dia ganteng atau hanya ingin menunjukkan kalau jidatnya selebar lapangan yang dipijaknya.Anehnya, para gadis yang menonton mereka juga