Regar menatap punggung kedua wrena baru yang sedang dia kejar. Tawa masih tak lepas dari keduanya, mereka tak terlihat murung seperti kebanyakan manusia yang berubah menjadi wrena demi bertahan hidup, keduanya malah terlihat begitu menikmati perubahan mereka hingga mereka bisa bertransformasi menjadi sesuatu yang tak biasa.
Pemuda itu sedikit penasaran dengan seberapa banyak manusia yang mereka makan demi bertahan hidup, atau mungkin saja, mereka sejak awal tak memakan manusia untuk bertahan hidup, melainkan untuk bersenang-senang. Fisik kedua orang itu terlihat begitu kuat, lompatan mereka untuk terus menjauh dari Regar membuat pemuda itu sadar bahwa dua orang tersebut bukanlah wrena biasa.
“Seharusnya kau tak perlu merasa heran dengan manusia berhati iblis seperti mereka,” pikir Regar tanpa sadar.
Pemuda itu memperkuat tekanan pada kakinya untuk melompat lebih jauh dan langsung menendang salah satu di antara mereka hingga jatuh dan menghanta
trans: 0. Abdi Dalem adalah seseorang yang mengabdikan dirinya pada Keraton dan Raja. 1. Jadi Abdi itu nak, harus Nyawiji yang artinya total dalam melakukan sesuatu, selalu berserah diri pada Allah SWT. 2. Hati ini nak, harus bersih. Percaya bahwa Allah akan selalu ada untuk membantumu 3. Ora Mingkuh, itu adalah point penting untuk menjadi Abdi Dalem. 4. Harus percaya akan kemampuanmu sendiri dulu, harus memaafkan segala dosa yang pernah kamu perbuat, baru kamu bisa masuk.
Beberapa tahun melakukan rutinitas yang sama, menjalani hari dengan sangat cepat bahkan tanpa melakukan hal-hal yang berarti, Arta begitu mengerti bagaimana menyebalkannya ketika mata mulai mengantuk namun pikiran terus berputar meruntuki kegiatan kesehariannya yang tak berguna.Sesekali ketika hari terasa sangat lambat, ketika dia sibuk dengan dunianya dan saat melihat jam, di sana baru menunjukkan pukul dua siang, atau pun empat sore, Arta suka mensyukurinya. Dia bersyukur bahwa hari belum berakhir ketika dia disibukkan dengan kegiatan yang berguna, kegiatan yang membuatnya lupa akan segala hal yang terkadang menyerang pikirannya semalaman.Arta tak pernah suka ketika dia merasa harinya ditutup dengan hal-hal yang membosankan, dia benci melakukan rutinitas yang sama terus-menerut tanpa tahu apa gunanya.Pemuda itu suka ketika dia merasakan bahwa waktu melambat, ketika dia sadar bahwa dia menikmati segala hal yang ada di hadapannya, ketika dia tahu … bah
“Akan ada masa dimana kita —manusia— akan dipaksa untuk berevolusi, mengabaikan hati nurani kita, mengabaikan moral yang selama ini kita pegang. Akan ada masa dimana … kita dipaksa untuk memakan sesama, menghancurkan sesama kita. Menjadi egois dengan tetap berpegang teguh pada moral kemanusiaan, adalah cara tercepat untuk menjadi mangsa.“Anugra Surya Arta, penglihatan yang saya berikan padamu sejak usia 7 tahun, bukanlah hal yang bisa kau abaikan. Suatu hari nanti, kau akan bertemu dengan orang-orang yang tepat, kau akan menjadi prajurit, kau akan berdiri dengan tangguh, kau akan terus terluka, kau … mungkin akan banyak mengalami kehilangan yang pahit. “Saya tahu ini berat untuk anak seusiamu, kini kau baru menginjak usia 18 tahun. Kau seharusnya tumbuh dengan normal layaknya mayoritas remaja di daratan bumi Nusantara ini. Namun saya membatasimu, saya terus memintamu untuk melaksakan serangkai
Bagi Jane, di dalam kelompok mereka Wonu bisa dibilang sebagai pemimpin kelompok yang kompeten. Pemuda itu sangat cepat memahami segala situasi, lalu membuat keputusan tepat, dan langsung bergerak. Dia sangat tahu bagaimana cara untuk mengendalikan dirinya dan Cuna, dia tahu bagaimana cara untuk membuat mereka semua tetap miliki pikiran yang waras di dalam dunia yang sangat memuakkan ini.Semenjak Cuna berubah menjadi wrena, semenjak gadis itu sadar bahwa dia memiliki kemampuan yang lebih bagus dibandingkan Jane dan Wonu yang masih menjadi manusia, Cuna selalu menyerahkan tugas terberat untuk dirinya sendiri. Jane akan bersama Wonu, dia akan terus mengikuti perintah pemuda itu karena dia tahu bahwa Wonu mampu membantu mereka untuk selamat.Selama ini, dua orang itulah yang banyak bertugas untuk keselamatan grup mereka.Dia bahkan tak bertambah kuat sejak hari itu. Kematian Hanbin karena kecerobohannya, kematian Nira karena emosinya, dia tak mempelajari apapun se
“Kau maju, terus bush!” ucap Putra sambil memperagakkan posisi yang benar dalam meninju, “Kalo menggunakan tongkat, maka bum! Lalu dang! Setelah itu bush!” lanjutnya sambil terus memperagakkan, lengkap dengan mulutnya yang terus mengutarakan bunyi dari serangan itu. “Ngerti?”“KAGAK LAH ANJIR! YAKALI!” kesal gadis itu membuat Putra menatapnya kesal.“KAU BODOH ATAU APA?!”“KAU YANG TAK PINTAR MENJELASKAN BEGO!”“KAU SAJA YANG TAK BISA MENCERNA PENJELASANKU!”“Mereka takkan bisa berlatih bersama,” gumam Arta bersamaan dengan Citra dan Cuna yang terbahak keras melihat perkelahian Putra dan Jane.“KAU HANYA PERLU MAJU SELANGKAH DAN BUM! LALU DANG!” “GAK NGERTI PUT! JANGAN GUNAKAN BAHASA ALIENMU!”Arta menghela napas pelan lalu beranjak pergi mendekati kedua orang itu,
Cuna menatap sekelilingnya, memerhatikan beberapa bangunan besar dan sebagian spanduk yang memiliki tulisan sejenis, tentang peringatan untuk bersembunyi, menyimpan beberapa persediaan makanan jenis kacang-kacangan, dan jangan keluar kecuali terdesak. Citra memerhatikan gadis itu yang masih menatap sekelilingnya, “Tulisan besar itu? Kami membuatnya saat kekacauan terjadi kemarin.”“Di Jakarta semua orang berlomba memakan sesama karena informasi bodoh yang disebarkan oleh para Wrena melalui tv dan radio,” balas Cuna santai. “Mungkin sekarang mayoritas orang Jakarta sudah menjadi Wrena.”“Kami tak menemukan banyak Wrena disini.” Putra ikut menimpali, “Lebih banyak korban berjatuhan ataupun Pati dibandingkan Wrena, kupikir karena karakter rakyatnya juga.”“Karakter rakyatnya?” tanya Cuna tak paham.“Kau tahu sendiri, banyak orang yang lahir dan besar di Nusantara, tapi tak memiliki
Jane menatap mangkuk berisi bubur kacang hijau di tangannya dalam diam setelah itu mengangkat kepala, menatap empat orang dihadapannya yang kini memakan daging panggang. Baunya persis seperti steak, dengan bagian luar yang memiliki warna coklat gelap, sedangkan dalamnya berwarna merah menyala, terlihat indah sekaligus lezat. Dia tak tahu Arta bisa menyajikan masakan semengagumkan ini, andai saja dia tak lupa bahwa itu adalah daging Wrena, dia pasti sudah memakannya sejak tadi.“Kau mau?” goda Putra menusuk sepotong daging itu dengan garpunya, menyerahkan sepotongn makanan itu pada Jane. “Kau takkan menyesal mencoba steak buatan Arta, ini sangat enak!” lanjutnya menggoda sambil menyantap makanan itu dengan penuh penghayatan di hadapan Jane.Gadis itu merotasi matanya dengan malas melihat ekspresi Putra, “Aku hanya akan memakan daging, jika itu adalah dagingmu.”Putra menelan makanannya itu dengan cepat sambil
Mereka melanjutkan perjalanan menuju Malang dengan sangat lancar karena ketiga kawan barunya itu yang sangat hafal jalanan tiap daerah dan dengan mudah menghindari tornaro-tornado yang hendak muncul. Cuna dan Jane seperti memiliki penglihatan baru karena mata batin yang baru saja dibuka oleh Citra dan Putra sore lalu, tak seperti kebanyakan rumor yang mengatakan bahwa mata batin bisa membuat mereka melihat banyak mahluk mengerikan, sejauh ini, baik Cuna ataupun Jane sama sekali tak melihat hal-hal menakutkan di sekitar mereka.Citra sempat bercerita bahwa semenjak tornado itu datang untuk pertamakalinya, hantu-hantu kelas bawah seperti pocong, kuntilanak, dan kawan-kawannya, seakan telah berubah menjadi zat lain. Salah satunya adalah Banaspati yang kini digunakan sebagai senjata untuk para Wrena. Putra berteori bahwa mungkin saja, tipe hantu seperti itu telah dimusnahkan di dunia ini jika mereka tak bisa digunakan sebagai senjata.Kebanyakan yang Cuna maupun Jane lihat
Gadis itu perlahan terbangun dengan topeng di wajahnya, dia menatap sekelilingnya, mata pada topeng itu kini bisa ikut melirik kesana-kemari layaknya mata manusia. Cuna menelan salivanya tanpa sadar melihat hal itu di sampingnya. “Dewi Galuh Candra Kirana, ini saya … Raden Inu Kertapati.” Keempat orang itu terdiam mendengar monolog dengan suara yang begitu menenangkan dan sopan keluar dari mulut Citra. Gadis yang sedang diperhatikan itu lalu dengan cepat menepuk topeng yang menempel di wajahnya sendiri, lalu mengerang kesal dan melepaskannya. “Raden dari mana anjing?!” kesalnya membuat tawa Putra pecah seketika. Belum saja Citra membuka suara untuk menjelaskan sekaligus mengomel karena dipasangkan topeng saat dia sedang tidur, Putra lebih dulu memasangkan topeng berwarna putih itu ke wajahnya sendiri. Jane menatap pemuda itu dengan mata membulat ketika Putra dengan tiba-tiba berdehem berkali-kali, lalu berucap dengan suara