“Kakak!” pekik Emily yang baru saja tiba diruang tempat Sammuel dirawat yang kemudian memeluk erat tubuh Sammuel sambil bergelayut manja di tubuh Sammuel yang sedang terbaring di brankar.Sammuel mengerutkan keningnya melihat sikap manja Emily dan Sammuel mencoba berusaha membaca situasi yang sebenarnya terjadi, sangat menonjol dan terlihat aneh sekali, tidak biasanya Emily begitu manja begini kepada Sammuel. Bahkan ketika ada seseorang selain dirinya dan Edward, apalagi sekarang ini ada Wilson di ruangan tempat Sammuel dirawat. Sungguh memang ada sesuatu yang patut di curigai.Melihat Emily yang manja terhadapnya, Sammuel hanya mengulas senyum tipis yang tak kentara di wajahnya, seakan dia paham dan tahu apa yang dimaksud dengan perubahan sikap Emily. Pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan Emily, atau ada permainan peran yang hendak di mainkan oleh Emily dengannya.Sammuel menoleh sekilas kearah Edward yang sedang tersenyum tipis padanya sambil menganggukkan kepala pelan tanda Edwa
Sammuel menghela napas panjang, entah mengapa badannya terasa payah dan begitu lelah, di sudut lain sudah ada Edward yang sedang berkencan dengan telepon genggamnya, siapa lagi kalau bukan kekasih dan tunangannya yang sedang Edward hubungi, membuat Sammuel semakin muak dibuatnya. Lagaknya seperti ABG saja Kakaknya itu, belum sehari berpisah dengan kekasihnya dan baru beberapa jam saja menunggunya sudah hampir selusin dia menelepon kekasihnya hanya untuk menanyakan sesuatu yang begitu sepele, yang lagi dimanalah? Sedang apalah? Sudah makankah? Sungguh sangat cerewet dan berisik sekali! Sedangkan disudut lain sudah ada dua sejoli yang sedari tadi tidak ada suara pun dan tak ada percakapan sama sekali, tapi justru membuat Sammuel semakin muak dan sebal dibuatnya, dari tadi Wilson dan Emily hanya saling lempar senyuman dan saling mencuri pandang, membuat Sammuel menghela napas untuk kesekian kalinya. Entah mimpi apa dia semalam, bisa-bisanya sekarang di dipertemukan dengan situasi yang s
Edward sedari tadi mengamati raut wajah dari kekasihnya, hingga detik ini ia masih menerka dan menebak isi hati dan apa yang sedang Risha pikirkan.“Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” Lirih Edward sambil mengeratkan rangkulannya di pinggang Risha yang sedang duduk di sampingnya, sudah sepanjang perjalanan menuju mansion, Edward masih begitu penasaran dengan sikap diam Risha, bahkan di dalam mobil yang di kemudikan Jack pun tak ada suara yang keluar dari mulut gadis manis berdarah Jawa itu. “Katakanlah, jangan membuatku tersiksa dengan diammu,” lirih Edward yang menyembunyikan wajahnya di ceruk leher kekasihnya sambil menghujani beberapa kecupan basah yang sudah menjadi kebiasaan Edward yang tak bisa dilepaskan ketika berdekatan dengan Risha.“Tak ada, aku hanya sedang malas saja,” jawab asal Risha, walaupun di dalam hati dan benaknya sudah banyak pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan langsung kepada Edward.“Malas? Apakah itu menyangkut diriku?” tanya Edward seakan tak terima dan
Risha mengejapkan mata berusaha membuka mata, memindai sekeliling ruangan yang tenyata adalah kamarnya sendiri di Mansion Edward. Risha juga merasakan badannya begitu kaku dan berat untuk di gerakkan, ternyata dia masih bergelung selimut halus berwarna abu-abu muda, dia berusaha mengingat kejadian kenapa ada selimut asing yang tengah melilit tubuhnya, akhirnya potongan demi potongan ingatan sudah singgah didalam benaknya.Seketika dia berdiri sambil tetap membawa selimut yang membungkus dirinya kearah walking closet yang berada di sebelah kamar mandi, betapa terkejutnya Risha kala mendapati baju kemeja warna pastel yang di kenakan sudah terbuka beberapa kancing atasnya serta sudah terpampang jelas baju dalam yang ia kenakan untuk menutup aset terpentingnya, benda berenda berwarna merah maroon itu memang terlihat begitu menggoda, serta sangat pas dan sangat sempurna di tubuh mungilnya, makanya Edward begitu bergairah melihatnya kematin. Mungkin benda berenda itu juga berperan penting i
Sammuel tertegun dan mematung kala Risha masuk kedalam ruang kerja Edward sambil membawa beberapa barang milik Edward yang tertinggal di kamarnya, ada handphone, dompet dan jam tangan yang mungkin Edward lupakan atau memang sengaja Edward tinggalkan, mungkin.Dapat Sammuel Lihat dengan jelas beberapa bekas tanda memerah di leher Risha walau telah disamarkan dan ditutupi dengan scarf yang telah membelit leher jenjang milik Risha ditambah dengan sweater turtleneck tanpa lengan berwarna biru pastel juga sudah membungkus tubuh ramping Risha.“Hai, Samm,” sapa Risha yang berjalan melewati Sammuel yang sedari tadi terus melihat kearah langkah Risha. “Apa kau sudah lebih baik, benarkah?” tanya Risha dengan wajah sedikit cemas kala melihat Sammuel.Sammuel hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. “hmm, terima kasih,” jawab singkat Sammuel yang kemudian duduk di pojok meja kerja Edward sambil mengamati iPad yang berada di tangannya sambil sesekali melirik kerah Risha dan Edward bergantia
“Apakah tak akan ada masalah nantinya, Kak?” tanya Sammuel yang duduk di kursi di depan meja kerja Edward.Seketika Edward menghentikan kegiatannya membubuhkan tanda tangan di beberapa berkas yang telah menumpuk di atas mejanya.“Lebih cepat dia tahu, itu lebih baik. Lebih baik dia tau sekarang dari aku sendiri, dari pada nanti dia tau di saat yang kurang tepat dari orang lain. Jikapun sekarang dia kecewa aku masih bisa menangani dan memberi penjelasan, aku yakin dengan kemapuan sosialisasi tinggi milik Risha, dia pasti mengerti tanpa jarus aku jabarkan secara rinci dan mendetail, memang sangat beresiko. Tapi aku yakin dia akan paham,” jawab Edward dengan senyum mengembang memandang Sammuel yang sedang menatapnya sendu.“Are you oke?” lirih Sammuel dengan tatapan sendu yang masih penasaran dengan kondisi Kakaknya, sedangkan Edward sedikit mengerutkan keningnya kala mendengar pertanyaan Sammuel, seakan pertanyaan yang Sammuel lontarkan lebih di tujukan untuk menanyakan kondisi kesehata
Edward segera menyusul Risha yang sedang bermain bersama Levina di Taman, nampak kedua gadis beda usia itu sedang bersenda gurau dengan tumpukan bunga potong yang sudah berserakan di atas meja.“Apa aku boleh bergabung?” ucap Edward yang datang dan langsung menghampiri Risha dan memeluk pinggang ramping milik kekasihnya dari belakang.“Hai Paman tampan, apakah Om Tampan tak apa-apa, karena aku melihatnya bertingkah aneh,” sela Levina sambil memandang Edward dan Risha bergantian.Edward mengerutkan keningnya sambil memandang gadis berusia sepuluh tahun yang sedang memegang bunga mawar berwarna-warni di tangannya.“Aneh?” lirih Edward yang sedikit terkejut dan heran dengan pertanyaan Levina, apakah gadis mungil ini mata-mata? Kenapa dia bisa tau kondisi Sammuel tanpa melihat langsung? Bukankah sejak tadi Levina dan Risha terus berada di taman tanpa tau kondisi Sammuel sama sekali, bahkan gadis mungil itu melihat Sammuel pun hanya beberapa menit saja ketika tadi menyusul di ruang kerjany
Tiga pasang mata sedang begitu intens memperhatikan gerak-gerik dan tingkah laku dari seseorang yang sedang kalut dengan emosi yang begitu meledak-ledak, siapa lagi kalau bukan Dimitri. Ketiga manusia pemilik tiga pasang mata itu sangat tahu, siapa dan apa yang menyebabkan remaja labil yang berjuluk anak demit pertama itu begitu emosi dan begitu kesal. Pasti tak akan jauh-jauh hubungannya dengan gadis pujaan hatinya, yakni Levina dan musuh bebuyutannya yang juga merupakan Ayah babtisnya, Sammuel.Jack, Roland dan Demian sedang asik melihat Dimitri yang sedang uring-uringan tak jelas itu bagai menonton live sebuah film action dengan Dimitri sebagai pemeran utamanya, Demian yang tengah menikmati minuman soda kaleng di tangannya sembari terus melihat kearah Kakaknya, Dimitri, yang begitu bersemangat menembak papan sasaran di ruang latihan khusus yang memang di pergunakan untuk menjajal senjata ciptaan Klan Collins Brothers.Sedangkan lain halnya untuk Jack dan Roland, mereka sedang menik