Edward sedari tadi mengamati raut wajah dari kekasihnya, hingga detik ini ia masih menerka dan menebak isi hati dan apa yang sedang Risha pikirkan.“Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” Lirih Edward sambil mengeratkan rangkulannya di pinggang Risha yang sedang duduk di sampingnya, sudah sepanjang perjalanan menuju mansion, Edward masih begitu penasaran dengan sikap diam Risha, bahkan di dalam mobil yang di kemudikan Jack pun tak ada suara yang keluar dari mulut gadis manis berdarah Jawa itu. “Katakanlah, jangan membuatku tersiksa dengan diammu,” lirih Edward yang menyembunyikan wajahnya di ceruk leher kekasihnya sambil menghujani beberapa kecupan basah yang sudah menjadi kebiasaan Edward yang tak bisa dilepaskan ketika berdekatan dengan Risha.“Tak ada, aku hanya sedang malas saja,” jawab asal Risha, walaupun di dalam hati dan benaknya sudah banyak pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan langsung kepada Edward.“Malas? Apakah itu menyangkut diriku?” tanya Edward seakan tak terima dan
Risha mengejapkan mata berusaha membuka mata, memindai sekeliling ruangan yang tenyata adalah kamarnya sendiri di Mansion Edward. Risha juga merasakan badannya begitu kaku dan berat untuk di gerakkan, ternyata dia masih bergelung selimut halus berwarna abu-abu muda, dia berusaha mengingat kejadian kenapa ada selimut asing yang tengah melilit tubuhnya, akhirnya potongan demi potongan ingatan sudah singgah didalam benaknya.Seketika dia berdiri sambil tetap membawa selimut yang membungkus dirinya kearah walking closet yang berada di sebelah kamar mandi, betapa terkejutnya Risha kala mendapati baju kemeja warna pastel yang di kenakan sudah terbuka beberapa kancing atasnya serta sudah terpampang jelas baju dalam yang ia kenakan untuk menutup aset terpentingnya, benda berenda berwarna merah maroon itu memang terlihat begitu menggoda, serta sangat pas dan sangat sempurna di tubuh mungilnya, makanya Edward begitu bergairah melihatnya kematin. Mungkin benda berenda itu juga berperan penting i
Sammuel tertegun dan mematung kala Risha masuk kedalam ruang kerja Edward sambil membawa beberapa barang milik Edward yang tertinggal di kamarnya, ada handphone, dompet dan jam tangan yang mungkin Edward lupakan atau memang sengaja Edward tinggalkan, mungkin.Dapat Sammuel Lihat dengan jelas beberapa bekas tanda memerah di leher Risha walau telah disamarkan dan ditutupi dengan scarf yang telah membelit leher jenjang milik Risha ditambah dengan sweater turtleneck tanpa lengan berwarna biru pastel juga sudah membungkus tubuh ramping Risha.“Hai, Samm,” sapa Risha yang berjalan melewati Sammuel yang sedari tadi terus melihat kearah langkah Risha. “Apa kau sudah lebih baik, benarkah?” tanya Risha dengan wajah sedikit cemas kala melihat Sammuel.Sammuel hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. “hmm, terima kasih,” jawab singkat Sammuel yang kemudian duduk di pojok meja kerja Edward sambil mengamati iPad yang berada di tangannya sambil sesekali melirik kerah Risha dan Edward bergantia
“Apakah tak akan ada masalah nantinya, Kak?” tanya Sammuel yang duduk di kursi di depan meja kerja Edward.Seketika Edward menghentikan kegiatannya membubuhkan tanda tangan di beberapa berkas yang telah menumpuk di atas mejanya.“Lebih cepat dia tahu, itu lebih baik. Lebih baik dia tau sekarang dari aku sendiri, dari pada nanti dia tau di saat yang kurang tepat dari orang lain. Jikapun sekarang dia kecewa aku masih bisa menangani dan memberi penjelasan, aku yakin dengan kemapuan sosialisasi tinggi milik Risha, dia pasti mengerti tanpa jarus aku jabarkan secara rinci dan mendetail, memang sangat beresiko. Tapi aku yakin dia akan paham,” jawab Edward dengan senyum mengembang memandang Sammuel yang sedang menatapnya sendu.“Are you oke?” lirih Sammuel dengan tatapan sendu yang masih penasaran dengan kondisi Kakaknya, sedangkan Edward sedikit mengerutkan keningnya kala mendengar pertanyaan Sammuel, seakan pertanyaan yang Sammuel lontarkan lebih di tujukan untuk menanyakan kondisi kesehata
Edward segera menyusul Risha yang sedang bermain bersama Levina di Taman, nampak kedua gadis beda usia itu sedang bersenda gurau dengan tumpukan bunga potong yang sudah berserakan di atas meja.“Apa aku boleh bergabung?” ucap Edward yang datang dan langsung menghampiri Risha dan memeluk pinggang ramping milik kekasihnya dari belakang.“Hai Paman tampan, apakah Om Tampan tak apa-apa, karena aku melihatnya bertingkah aneh,” sela Levina sambil memandang Edward dan Risha bergantian.Edward mengerutkan keningnya sambil memandang gadis berusia sepuluh tahun yang sedang memegang bunga mawar berwarna-warni di tangannya.“Aneh?” lirih Edward yang sedikit terkejut dan heran dengan pertanyaan Levina, apakah gadis mungil ini mata-mata? Kenapa dia bisa tau kondisi Sammuel tanpa melihat langsung? Bukankah sejak tadi Levina dan Risha terus berada di taman tanpa tau kondisi Sammuel sama sekali, bahkan gadis mungil itu melihat Sammuel pun hanya beberapa menit saja ketika tadi menyusul di ruang kerjany
Tiga pasang mata sedang begitu intens memperhatikan gerak-gerik dan tingkah laku dari seseorang yang sedang kalut dengan emosi yang begitu meledak-ledak, siapa lagi kalau bukan Dimitri. Ketiga manusia pemilik tiga pasang mata itu sangat tahu, siapa dan apa yang menyebabkan remaja labil yang berjuluk anak demit pertama itu begitu emosi dan begitu kesal. Pasti tak akan jauh-jauh hubungannya dengan gadis pujaan hatinya, yakni Levina dan musuh bebuyutannya yang juga merupakan Ayah babtisnya, Sammuel.Jack, Roland dan Demian sedang asik melihat Dimitri yang sedang uring-uringan tak jelas itu bagai menonton live sebuah film action dengan Dimitri sebagai pemeran utamanya, Demian yang tengah menikmati minuman soda kaleng di tangannya sembari terus melihat kearah Kakaknya, Dimitri, yang begitu bersemangat menembak papan sasaran di ruang latihan khusus yang memang di pergunakan untuk menjajal senjata ciptaan Klan Collins Brothers.Sedangkan lain halnya untuk Jack dan Roland, mereka sedang menik
“Roland? It’s that you?” pekik Edward tak percaya dengan penampilan dari anak buah yang sekaligus tangan kanannya itu.Sammuel seketika membulatkan matanya melihat dan memindai penampilan Roland dari ujung kaki hingga ujung kepala, ralat maksudnya ujung rambut Roland yang menjulang tinggi.Sammuel seketika melihat kearah barisan Dimitri, Demian dan Jack yang sedang sama sama melipat mulutnya menahan tawa, tak perlu waktu lama, tawa Sammuel seketika pecah disertai tawa Dimitri, Demian dan Jack yang sama-sama ikut tertawa.Suasana Gudang rahasia di ujung dermaga yang tadinya sunyi senyap menjadi riuh akibat suara tawa dari beberapa orang disana, tak terkecuali Roland juga ikut tertawa dibuatnya, padahal mereka sedang menertawakan penampilannya, mengapa justru Roland ikut-ikutan tertawa? Inikah yang dinamakan menertawakan diri sendiri? Entahlah.Disisi lain Edward tersenyum lebar melihat suasana yang begitu hangat dan sangat membahagiakan, bahkan sempat Edward mengabadikan momen itu deng
“Mana hadiah buatku? Kenapa cuman Adek saja yang diberi? Aku mana?” pekik Dimitri yang menghampiri Demian yang sedang menata barisan tabung kaca kedalam koper khusus yang di berikan oleh Sammuel.“Ini buat mu!” pekik Sammuel sambil menyodorkan satu buah map berwarna biru ke dada Dimitri.Dimitri segera membuka map yang menempel di dadanya dan langsung membulatkan mata.“Ini...,” lirih Dimitri yang masih tertegun melihat isi dari map yang di sodorkan oleh Sammuel, Demian yang penasaran lantas menghampiri Dimitri untuk melihat isi dari map yang di berikan Sammuel.Kemudian tawa Demian terdengar lirih dan langsung memeluk Kakaknya, “Selamat ya, Kak! Junio is already yours,” lirih Demian yang masih merangkul tubuh Dimitri yang mematung dengan tatapan kosong.“Astaga! Ini bukan hadiah, tapi awal penderitaan, Dek,” lirih Dimitri sambil memandang lembaran kertas yang berisi bukti kepemilikan resmi dari kapal peti kemas milik Klan Collins Brothers yang di sering di panggil ‘Junio’ atau juluka