“Aleeka, tolong jangan menolaku, aku sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan pernikahan kita, kau hanya tinggal hadir saja”Gibran merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah box beludru berwarna biru yang didalamnya berisi cincin berlian yang sangat indah. Diambilnya cincin itu dan langsung dipasangkan ke jari manis Aleeka tanpa bertanya lebih dulu padanya.“Gibran... apa-apaan ini? seharusnya kau bertanya lebih dulu padaku”“Kau tak punya pilihan lain Aleeka, percayalah padaku, ini adalah yang terbaik untukmu”“Dengar Gibran, aku sangat berterimakasih kau mau menolongku, tetapi untuk urusan pernikahan ini jujur saja aku belum mau menikah, aku hanya ingin fokus pada bayi dalam kandunganku saja”“Aleeka, tolong pikirkan juga masa depan anakmu, bagaimana dia tumbuh tanpa didampingi seorang ayah? Menjadi orangtua tunggal itu berat, aku berjanji akan menerima anakmu seperti anak kandungku sendiri”Mendengar perkataan Gibran, Aleeka pun terdiam. Dalam hatinya dia membenarka
Aqeela berjalan tertatih meninggalkan rumah sakit dengan pakaian suster, dia menyetop taksi dan meminta supir taksi tersebut untuk segera menjalankan mobilnya menjauh dari sana.“Kita mau kemana mba?” tanya sang supir.Aqeela kebingungan untuk menjawabnya, karena dia masih belum tau kemana tujuanya, dalam benaknya hanya memikirkan pergi sejauh mungkin dari tempat itu.“Kemana aku sekarang? Aku tak mau pulang ke rumah orangtuaku, mommy pasti mendesakku untuk kembali ke rumah Sean, aku juga masih belum bisa memberitahukan mereka akan kehamilanku, selama ini mommy selalu mengirimkan dokter gadungan untuk menyatakan bahwa aku memang benar hamil dihadapan Sean, bagaimana jika mommy tau aku memang beneran hamil? Terlebih bayi yang kukandung ini bukanlah anaknya Sean” gumamnya dalam hati.Akhirnya Aqeela memutuskan untuk menginap di rumah salah satu sahabatnya yang berprofesi sesama model. Dia pun menyebutkan alamat pada supir taksi yang membawanya. Kemudian Aqeela menelpon sahabatnya itu.“
Sean uring-uringan di ruang kerjanya, kemejanya sudah acak-acakan, sedangkan di lantai banyak benda berserakan akibat dilemparkan oleh sang pemilik ruangan.Jerome masuk kedalam ruangan kakaknya dengan wajah cemas, saat melihat betapa berantakan ruangan tersebut dan juga wujud Sean yang jauh lebih berantakan dari ruangan itu. Jerome pun menduga bahwa Sean telah mengetahui kabar tentang kaburnya Aqeela dari rumah sakit.“Sean, dengar... aku bisa jelaskan semuanya padamu”Jerome berucap dengan nada waspada, dalam hatinya dia mulai menghitung waktu pengasingan untuk dirinya jika nanti Sean menghukum dan mengirimnya ke tempat yang jauh, terpencil dan kumuh.“Jerome, aku tidak bisa meninggalkan Aleeka sendirian disini, apalagi dalam keadaan dia yang masih lemah terbaring di rumah sakit, tetapi kondisi di Sisilia juga membutuhkanku, posisi dad terancam karena berita yang menjadi topik terpanas saat ini disana”Jerome menautkan kedua alisnya, sesaat dia bingung tak mengerti akan arah pembica
"Jangan mengetes kesabaranku, Aqeela." Mendengar ucapan pria berjas hitam di hadapannya, gadis itu cemberut. Tampak tidak senang. Wajahnya memerah dan fokus matanya tampak kabur, seperti sedang mabuk.Namun, ia tidak menuruti ucapan pria itu dan justru menarik leher sosok gagah itu agar mendekat padanya. Tanpa menunggu lagi, gadis itu melumat bibirnya, mencoba menghilangkan haus yang sangat menyiksa. Tangannya meraba dada bidang terbalut jas rapi. Tangan lainnya yang berada di leher si pria menekan untuk mendalamkan ciuman mereka."Cukup." Pria itu menarik diri, melepaskan rangkulan si gadis. Ia tampak frustrasi. "Kamu mabuk."Bibir gadis di hadapannya merekah sempurna, tampak menggoda. Belum lagi pakaian pesta yang tengah digunakan oleh perempuan itu sudah berantakan--menambah kesan seksi sekaligus menggoda."Istiharatlah. Jangan melakukan sesuatu yang nanti kamu sesali." Pria itu, Sean, kembali berucap. Sekuat tenaga, ia mencoba mengendalikan diri. Setelah itu, ia berbalik pergi.Namun,
“Pesandari siapa, Sayang?”Kaget,Aleeka langsung membalikkan handphonenya. Tidak tahu Sean sudah bangun.“Bukandari siapa-siapa,” jawab Aleeka buru-buru. Aleeka berharap dia tidak terlihatgelagapan di mata Sean.“Emm,”jawab Sean malas sambil mempererat pelukannya, menarik Aleeka bersandar di dadabidangnya. lalu mengecup puncak kepala Aleeka. “Apamasih sakit?” tanya Sean lagi sambil menenggelamkan wajahnya di tengkukAleeka.Maludan menyesal, itulah yang Aleeka rasakan. Mengingat Aleeka-lah yang memulaikegilaan semalam. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, menggeleng. Apayang sebenarnya dia minum malam kemarin? Bagaimana bisa dia bisa hilang kendaliseperti itu?“Ma-maafsoal semalam, aku mabuk dan tidak sadar berbuat seperti itu padamu,” gumamAleeka. “Tidakmasalah, tapi kedepannya kamu tidak boleh mabuk jika tidak bersamaku,” Seanmenjawab dengan santai.Mendengarucapan Sean, Aleeka hanya bisa tersenyum miris. Kalau Aqeela tahu apa yangsudah dia lakukan. Pasti Ale
“Aqeela sayang, tidak bisa kamu pergi nanti saat kamu sudah sehat sepenuhnya,” ucap Liliana saat Aleeka pamit untuk pergi.Aleeka berbohong pada Liliana, kalau dia pergi untuk bertemu teman-teman sekolahnya dulu.Malam itu, saat hasil tes menunjukan positif, Aleeka lemas. Dia bingung harus bagaimana. Apakah dia harus merelakan bayi itu pergi tanpa lahir ke dunia, atau membesarkannya seorang diri. Tapi bagaimana, penghasilannya bahkan tidak cukup untuk membayar pengobatan ibu asuhnya.Ting!Bunyi notifikasi muncul, ada chat masuk dari Aqeela.[Jangan telat, aku tunggu di hotel dekat bandara sesuai perjanjian kita, besok.]Perjanjian antara Aleeka dan Aqeela akhirnya akan berakhir. Usaha Aqeela untuk menjadi model ternama di Paris tidak membuahkan hasil, membuat Aqeela kembali lebih cepat dari perjanjian awal.Aleeka membalas pesan itu, dan mulai bersiap. Fokus Aleeka saat ini untuk segera pergi dari kediaman Genaaro, pergi sejauh mungkin dari Aqeela dan Sean. Dia harus menyembunyikan k
Aleeka bernapas lega kembali menghirup udara di negara Singapura, tempat dia tumbuh dari bayi hingga sekarang ini, taksi yang membawanya sudah sampai di gedung apartemen yang selama ini ditinggalinya dengan ibu asuhnya. “Akhirnya aku pulang” Aleeka menarik napas dalam dan menghembuskanya perlahan, menatap tatanan kota yang dirindukanya. Aleeka tinggal di lantai sepuluh gedung tersebut, flatnya terdiri dari 2 lantai, dengan kamar pribadi Aleeka berada di lantai atas. Apartemen itu sebenarnya pemberian dari ayah kandungnya, Darius Widjaya. Ting Lift yang membawa Aleeka telah sampai di lantai yang di tuju, Aleeka buru-buru mengeluarkan kunci dan membuka pintunya. “Nancy..” teriak Aleeka tak sabar ingin memeluk ibu asuhnya tersebut. Seorang wanita paruh baya dengan tubuh kurus keluar dari salah satu kamar, Aleeka langsung memeluk Nancy dengan rasa haru, betapa dia merindukan sosok wanita yang merawat dan membesarkanya dari bayi dengan penuh kasih sayang, bahkan Nancy tidak menikah han
Aleeka terlihat gugup saat dirinya ditempatkan di ruang IGD, menunggu dokter yang akan memeriksanya tiba, dia bahkan tak menyadari saat Gibran, pemuda yang menolongnya berpamitan untuk pergi. Hanya Nancy yang mengucapkan terimakasih pada Gibran sebelum pria berwajah tampan itu meninggalkan rumah sakit.“Aleeka, kau baik-baik saja kan selama di Jakarta sana? Mengapa aku merasa kau terlihat lebih pucat dan lemah setelah kembali dari sana?” Nancy mengusap lembut lengan Aleeka penuh kasih, dia benar-benar mengkhawatirkan kondisi Aleeka saat ini.“Nancy, aku... ehm.. begini Nancy... sebenarnya aku-“Belum sempat Aleeka menyelesaikan kalimatnya, dokter yang di tunggu pun tiba. Gadis berusia 23 tahun itu pun mengikuti arahan sang dokter yang memeriksanya, hingga dokter tersebut menyarankan dirinya untuk memeriksakan diri ke dokter obgyn.Aleeka sebenarnya sudah tau apa yang akan dikatakan oleh dokter, namun karena Nancy berkeras untuk menuruti semua anjuran dokter, maka mereka pun kini suda