--
“Bener kan? lonte kan?”
Seruan dengan nada songong itu keluar bersama satu dengusan sinis.Maria yang sedari tadi tengah memakan ice cream vanilla di mangkuknya dengan hikmat itu pun akhirnya mendongak. Menatap sahabatnya yang baru datang dan duduk si kursi sebelah, tiba-tiba saja marah-marah seperti sedang kemasukan penunggu pohon besar di depan café.Maria memasukan sendok kecil berisi ice cream miliknya kedalam mulut.“Hah?” sahut wanita dewasa bersurai pirang itu tak mengerti.Jane menyibak rambut panjangnya kebelakang, wanita berpipi tembam itu mengangkat satu sudut bibirnya. “Si Sabi tuh sengaja kasih-kasih tau kenangan-kenangan dulu sama Edgar biar lo nya minder.”Maria merasakan dingin dan manis lembutnya ice cream dimulutnya sudah tak terasa semanis sebelumnya.Oh. Jadi ini yang membuat Jane mencak-mencak tidak jelas, soal hal kecil yang Maria ceritakan dari ponsel tadi pagi? Bukan, Mari--Sebuah kecupan lembut menjadi pengganggu dalam pertemuan indah Maria bersama mimpi. Menyapu halus dan familiar, Maria bahkan tak perlu membuka mata untuk tau siapa yang mencuri ciuman darinya tanpa ijin.Maria diam saja, setia memejamkan mata, tak membalas lumatan atau memberi tanda-tanda siuman. Ia memilih untuk berpura-pura tidur, sedang tak ingin berakhir berpeluh dengan Edgar seperti malam-malam biasa.“Mom,” bisik Edgar kemudian, lelaki itu beralih melumat telinga sebelum kemudian turun pada ceruk leher Maria. “Mau pura-pura tidur sampe kapan?”Maria masih tak melakukan apapun. Setia memejamkan mata.Dan ketika ia merasa Edgar menarik gaun tidurnya keatas, Maria baru bersedia membuka mata dan begitu terbuka mata Edgar lah yang pertama kali Maria lihat.Maria melirik kesamping sebentar, melihat Ares yang masih tidur dengan tenang dengan bantal-bantal disekitarnya.Laki-laki itu tersenyum kecil. Sengaja memprovokasi
--Maria membuka mata ketika fajar telah membayang. Wanita yang baru saja terbangun dari tidur nyenyak itu bergerak mencari kenyamanan, merubah posisi tidur meraba sisi ranjang di sampingnya. Setelah merasakan dingin dan juga kekosongan menyapa telapak tangannya Maria tak menunda untuk membuka mata.Melihat tempat tidur Edgar sebelumnya telah kosong.Lelaki itu sudah bangun dan entah sudah minggat kemana, sangat jarang terjadi. Tidak pernah malah. Ini pertama kalinya Edgar bangun lebih dulu dari Maria di rumah ini.Biasanya tiada hari tanpa jerit kesal Maria yang harus membuat suaminya bangkit dari kasur.Maria memejamkan mata sekilas, satu tangannya memegang dahi yang tiba-tiba terasa pening, satu tangan lainnya mengusap lembut perutnya yang berisi.Lalu ketika dirasa gelombang cinta yang hampir setiap hari dirasa itu datang Maria tak menunda untuk bangkit dari ranjang, menuju kamar mandi dan menunduk didepan washtafle, menghembuskan napas lelah, setel
--“Berapa?” pertanyaan itu keluar dari mulut wanita cantik yang sudah rapih dengan kaos dan juga kulot panjangnya. Rambut Maria bahkan sudah ditata rapih karena hari ini berencana mengunjungi papa di rumah sakit setelah beberapa hari absen.Maria tidak diperbolehkan terlalu lama atau terlalu sering ke rumah sakit karena kehamilannya, kata Mama. Karena itu Maria hanya punya satu kali dalam satu minggu ke sana, itu pun harus pakai masker dan alat perlindungan diri lainnya.Dan apa?Rencana kunjungan Maria hari ini terancam gagal karena bukannya berkunjung menengok papa, dirumah Maria harus dihadapkan dengan orang sakit lainnya, Edgar tiba-tiba demam tinggi.Maria tidak terlalu terkejut sebenarnya, setelah lelah bekerja dan kemarin Edgar pulang malam, jam tidur tak cukup, lalu malah dilanjut berenang pagi-pagi, jelas saja pria tua itu sakit.Anak sulung Maria yang sudah tampan dengan pakaian rapih itu mengangkat satu benda panjang yang tadi
“Jadi lo emang suka ngintip suami istri lagi tidur atau gimana?”Perlu diingat bahwa ini merupakan kali pertama Maria berkata pada Sabina menggunakan nada yang kurang bersahabat. Terkesan songong dan terang saja nada tak sukanya. Entah, biasanya Maria tenang seperti air danau, tapi, kini egonya tersentil melihat tatapan mata menilai dan juga senyum mengejek yang sembunyi-sembunyi dari Sabina.Mungkin hormone kehamilan membuat Maria lebih sensi, karena bahkan saat memergoki mantan kekasih selingkuh dulu Maria hanya memotretnya, mengirimkan secara langsung tanpa pergi ke tempat lain, melihat betapa paniknya wajah si bajingan, tak terlalu suka membuat drama kampungan Maria hanya berkata putus, sudah, selebihnya Maria pergi untuk menenangkan diri, galau dan kalau sudah selesai Maria kembali lagi seperti dirinya yang biasa.Menunjukan ketidak sukaan dan menciptakan kisah dramatis bukan Maria sekali, apalagi jika itu berhubungan dengan lelaki, Maria paling
Pikiran negatif merupakan sebuah petaka infiniti, yang mana akan selalu tumbuh membesar bersama dengan prasangka-prasangka baru yang sama negatifnya seiring berjalannya waktu.Satu-satunya cara menghilangkan pikiran negatif adalah menjadi positif.Tetapi memang, dunia dan semua tetek bengek didalamnya tak semudah omongan manusia bicara. Kubangan satu lautan asam tak akan pernah semata-mata berubah jadi basa.Maria juga begitu. Karena ia manusia. Prasangka yang ditanamkan oleh Sabina kemarin benar-benar termakan oleh Maria hingga ia tak bisa berhenti memikirkannya.Hati kian gelisah, pikiran melalang buana, sementara prasangka yang tak kunjung usai itu seakan tak rela beranjak dari dalam kepalanya.Maria terlalu banyak menyakiti Edgar sebelum ini, dan Sabina selalu ada disaat Edgar terluka karena Maria, seperti kalimat panjang yang Sabina ucapkan kemarin. Semua kelewat logic, Edgar bukan manusia bodoh yang akan menyia-nyiakan orang yang jelas-jela
Maria sedang berada di dapur, sibuk mengayak tepung almond an juga gula halus, disore yang lenggang dan santai itu wanita hamil yang biasanya sangat malas kalau harus berurusan dengan dapur tiba-tiba saja teringin membuat kudapan manis.Macaron.Ingat bahwa Maria selalu melarang anaknya memakan terlalu banyak makanan itu? dan lihat sekarang, ia malah membuat macaron yang sangat Ares sukai, membuat kemungkinan asupan gula Ares akan melambung minggu ini.Wanita berdress biru selutut itu membuka sarung tangan plastic yang ia pakai, mata bulatnya terangkat ketika telinganya dengan jelas mendengar suara Ares memanggilnya dari depan.Maria meninggalkan tepung almond yang sedang ia garap, wanita berkepang satu itu kemudian berjalan mendekat dengan satu senyum kecil."Kerjaan masih banyak, Ras?" tanya Maria ketika sekertaris Edgar yang ditugaskan membawa pulang anak itu terlihat menyusul datang dari pintu depan.Ares memang ikut pergi bersama Edgar hari ini, ka
Malam harinya Maria tidak bisa tidur.Wanita bersurai pirang yang sudah terbaring disamping anak lelakinya itu setia membuka mata meski jam di dinding sudah menunjukan pukul setengah dua belas malam. Bergerak gelisah entah apa yang mendasari, menghembuskan napas kecil lalu merubah posisi tidur lagi.Memeluk putranya sebelum memejamkan mata mencoba tidur.Namun nihil, Maria tetap tidak bisa merem. Wanita cantik berbalut piama panjang itu mengusap wajah lembut, menilik jam lagi, melihat jarum jam yang bergerak memutar, tiba-tiba saja sudah hendak tengah malam.Edgar juga belum pulang. Padahal sudah semalam ini, biasanya lelaki itu pulang selambat-lambatnya pukul setengah sebelas. Dan ini sudah melewati jam biasa.Maria kemudian duduk, meraih ponselnya di atas nakas, mengulak-ulik layar ponselnya, melihat status W******p Edgar, mengintip last seennya. Belum lama sejak terakhir online. Tapi tidak menghubungi Maria sama sekali kalau mau pulang terlambat.Kemana sih itu
Hari-hari berjalan seperti biasa, manis, sebal, dan kadang ada juga marah-marahnya sedikit. Rumah tangga yang selalu Maria takuti sejak dulu itu ternyata tak terlalu buruk setelah dijalani. Benar kata Jane dulu, semuanya indah kalau sudah menikah.Sebagai wanita yang pernah menganut paham ‘Young wild free and single forever,’ Maria tidak menyangka ia bisa menikmati pernikahan sebaik ini, dengan Edgar, bahkan hingga kemarin malam sebelum tidur Maria masih keheranan kenapa ia bisa berakhir dengan mantan pacar sahabatnya itu.Dunia dan semua takdir tak terduga yang ia punya.Kini, usia kandungan Maria sudah memasuki dua belas minggu dan perut wanita pirang itu sudah terbentuk sempurna bagi perut wanita hamil seusianya. Tiga bulan pertama yang selalu Maria takuti akhirnya bisa terlewati, meninggalkan morning sickness dan berganti pada ngidam-ngidam yang tak lumrah, membuat Edgar harus extra sabar menghadapi istrinya ini. Menuruti semua ingin Maria, memburu mak