Maria menginjakan kaki di rumahnya setelah sekian lama, terakhir kali mungkin sudah setengah tahun yang lalu, membawa keterkejutan bibi, emba dan juga penjaga rumah yang lain. Karena terkhir mereka ingat nona muda mereka bilang tidak akan pulang kalau tuan besar belum siuman.
Dan ketika Maria pulang, dengan Ares di gendongan, perut yang membesar pula, penuh pertanyaan dalam kepala para pekerja, namun seakan sadar kalau bukan wewenang mereka untuk tau, tidak ada yang menanyakan, hanya bibi Sari yang dengan luwes bertanya kabar dan keadaan Maria serta keluarga.Maria pernah bilang bukan? Ia meninggalkan rumah karena terlalu sepi, sisanya masih sama, bibi dan penjaga masih Maria tugaskan untuk menjaga rumah dengan baik, karena tidak mungkin Maria membiarkan rumah ini terbengkalai.Maria menurunkan Ares dari gendongannya, menyeret mainan dan barang-barang kesayangan Ares dalam koper besar yang langsung diambil alih oleh emba, sisanya Maria tak membawa apapun, semua miliknya penPagi pertama Maria dirumah ia jalani dengan biasa, meski sudah menjalani kebiasaan yang berbeda dua tahun terakhir, Maria tak canggung kembali pada kesehariannya yang cuma pengangguran tak punya pekerjaan.Setelah mencuci muka dan mandi, Maria memilih pakaian rumahan sederhana, memakainya sebelum membubuhkan make up tipis, membiarkan Ares terlelap di ranjangnya hingga nanti, kemudian Maria melangkah keluar melewati pintu besar kamarnya. Menemukan Mama yang sudah terlihat rapih dan juga baru keluar dari kamar seperti Maria.Maria menunggu ibunya mendekat, Emily seperti biasa, berdandan necis ala ibu-ibu sosialita. Jika sudah sepagi ini, sudah pasti ibunya hendak pergi ke rumah sakit kembali. Padahal kemarin malam saja Maria tidak sempat melihat ibunya pulang karena sudah terlalu malam. Cinta memang begitu ya, pagi hingga malam tak masalah kalau untuk orang tersayang.Ketika Emily sudah ada di jangkauan Maria, wanita hamil yang menggunakan dress lengan panjang dengan bahan ja
Rumah dua lantai itu tampak jauh dari kata baik, meski nyatanya ini sudah lebih baik setelah kemarin bibi membersihkan semua kekacauan yang Edgar buat dengan tangannya sendiri.Suara dering ponsel tak dihiraukan, pria yang menggunakan kemeja dan juga celana bahan khas kantoran itu tetap tidur tengkurap di sofa yang dipenuhi barang-barang tak terindentifikasi.Edgar menghembuskan napas panjang, lelaki wajah, kemeja dan juga rambutnya ada pada level kusut yang sama itu mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Lingkaran mata hitam langsung terlihat, membuka memerkan mata yang memerah karena hanya tidur beberapa jam seminggu ini. Janggutnya juga dibiarkan tumbuh, tak bercukur.Mana mungkin Edgar punya waktu untuk itu. Dia bahkan tak punya waktu untuk memikirkan dirinya sendiri, dan hanya memikirkan istri, anak, dan keluarganya.Edgar belum pernah menderita insomnia seumur hidup, ia tidak pernah mengalami gangguan tidur selama tiga puluh tahun ia hadir di dunia. Dan sekar
Maria Foster berjalan dengan pandangan kosong, wanita berdress hitam motif salur itu itu melangkah dengan kaki jenjangnya yang dibalut slipper lepek, mendesah kecil, lalu langkahnya berhenti di koridor rumah sakit yang sepi, wanita ayu yang rambut pirangnya dikepang satu itu mengusap wajah sekilas.Melihat lagi dengan seksama potret hitam putih yang ada di tangannya. Hari sudah siang, rumah sakit tak lagi ramai seperti pagi tadi waktu Maria pertama kali datang.Meski terakhir kali Maria sudah datang memeriksa kandungan, wanita hamil itu teringin kembali melihat bagaimana perkembangan bayi yang ada di perutnya.Entah kenapa. Maria tiba-tiba saja teringin periksa meski belum pada jadwal rutin yang sudah ditentukan, melangkah keluar dari ruangan ayahnya sejenak untuk datang ke ruang dokter kandungan.Dan tentu saja. Maria bersalah. Ia membuat bayinya kesusahan, bahkan saat Maria tak bilang apa masalah hidupnya dokter tadi menasehati Maria untuk tidak banyak pikiran, menghin
Maria pulang ke rumah dengan kepala penuh.Bertemu dengan Kamal dan mendengar semua cerita sepupunya itu benar-benar tak membantu Maria yang sedang mencoba untuk meringankan beban pikiran. Karena memang apa yang dikatakan oleh Kamal layak untuk masuk sebagai topik melamun Maria akan memaafkannya, kendati dalam hati ia masih tak mengerti kenapa Edgar mau melakukan hal semacam itu untuknya.Untuk Maria.Kata Kamal begitu, sang pangeran bego alias uler kangkung yang sebelumnya menghancurkan hati Maria itu malah membuat pembuktian besar diujung kisah. Membuat Maria ragu akan apa yang sudah diputuskannya sejak awal permasalahan.Tiba-tiba Maria jadi memikirkan apa lagi kiranya hal-hal yang sudah Edgar lakukan tanpa sepengetahuannya.Begitu mobil yang Maria kendarai sampai di rumah, wanita itu pun langsung turun dan masuk, menuju kamar mandi untuk mencuci tangan, lalu saat hendak ke kamar ia melihat ibunya yang tengah duduk santai dengan satu cangkir teh ditangan, ditan
-- Edgar duduk berdiri, jalan bolak-balik mengitari meja kerjanya, tangannya sibuk memencet layar ponsel lalu kemudian ia tempelkan ke telinga.Mencari sebuah pembuktian, seperti yang ibu mertuanya bilang.Edgar harus segera melakukan itu kalau tak ingin semua jadi basi karena dianggurkan terlalu lama.Sebelum ini Edgar terlalu sibuk memikirkan Maria dan Ares, mendatangi tempat wanita itu meski tak diberi pintu hingga tidak mendapat Ilham penyelesaian untuk masalahnya, dan beruntunglah, mendengar kalimat Emily tadi pagi otak Edgar yang semula kacau bisa lebih terang sedikit.Nada terhubung di ponsel Edgar akhirnya berhenti. Terganti dengan suara sapa lelaki dari seberang.Dan ketika itu Edgar tak basa-basi sama sekali. Ia langsung menanyakan apa yang perlu ia tau.“Lo inget waktu temen-temen gue dateng sekitar sebulan lalu?” tanya Edgar manajer club yang ia punya.Orang diseberang telepon sana menggumam sejenak, mungkin mencoba menelaah memori. Hingga ak
Dan seperti yang Edgar duga.Maria memarkirkan mobil didepan rumah, keluar dari pintu kemudi, mendongak sedikit dan melihat Edgar yang berdiri di teras lantai dua.Seakan memang lelaki itu berdiri disana hanya untuk menunggu kehadiran Maria.Maria marah. Tentu saja.Edgar main ancam, dia bilang tak akan mengembalikan Ares kalau bukan Maria sendiri yang mengambilnya. Hanya karena Maria cukup baik untuk mempertemukan mereka bukan berarti Edgar berhak untuk melakukan hal semacam ini. Mencoba mengambil Ares dari Maria.Persetan kalau semua hanya ancaman belaka atau memang niat yang memang benar-benar akan ditunaikan.Maria melangkah, memasuki rumahnya yang sudah seperti kapal pecah. Menaiki tangga dan berdiri didepan pintu kamar Ares, membukanya dan anak lelaki itu tak ada, Maria pun bergegas pindah, menuju kamarnya dan Edgar, membuka pintu.Lalu tanpa melangkah masuk Maria mengatakan. "Keluar!"Memerintah Edgar agar segera keluar dari kamar dan mendekat pada
Mungkin sebagian besar orang akan menganggap kalau Maria adalah wanita paling bodoh yang pernah ada.Dengan menyia-nyiakan lelaki rare yang terbukti baik seperti Edgar, ingin melepas status resmi dan malah teringin berpisah. Meski sadar kalau perasaannya masih berpaut pada lelaki itu. Masih sayang. Tetapi malah membuat derita untuk diri sendiri dengan menambah masalah lain.Benar. Edgar sudah membuktikannya pada Maria.Lelaki itu mengirimkan potongan video pembuktian kalau Edgar tak pernah bersama Sabina dalam artian yang special, Edgar yang selalu pulang sendirian dan juga terpisah dari Sabina, tak pernah membuat gestur atau kontak fisik berlebih, bersentuhan saja tidak. Apalagi dengan fakta bahwa Edgar tak pernah pulang diatas jam sebelas malam. Satu bulan lalu lelaki itu senggang dan hampir tak pernah lembur, selalu pulang kantor tepat waktu.Dan Ardila juga mengatakan kalau usia kandungan Sabina sudah tiga minggu, ibu mertua Maria itu juga ikut mayakinkan kalau apa y
-- “Hai guys,” sapa Maria saat baru sampai disana. Berdiri di sisi meja sementara satu pasang orang yang duduk itu mendongak dengan cepat.Mata mereka kompak melebar melihat kehadiran Maria yang menyapa dengan ramah meski tau kalau sejatinya Maria tidak seramah itu.Jane yang baru berhasil sampai di samping Maria langsung menarik lengan sahabatnya, Maria diam saja, menolak diajak pergi, dan saat Jane menatap Sabina serta lelaki yang kemungkinan besar adalah pacarnya ini Jane justru memicing sekilas lalu berubah melebarkan mata,“Eh, anjas, beneran mantan lo,” celetuk Jane tanpa malu, keras pula.Maria tersenyum ramah sekali, tak keberatan dengan perkataan Jane. “Maaf ganggu, ya. Gue pengen nyapa. Gimana kabarnya kalian?”Lelaki yang mempunyai mata kebiruan itu ikut memicing. Berkata dengan Bahasa Indonesia yang lancar. “Maria,”Maria mengangguk. “Hai, Just.”“H-how are you?” tanya Justin kemudian, tak terlalu menyangka dengan kehadiran Maria yang tiba-ti