Fadil sempat tercengang untuk beberapa saat. Ia seperti terhipnotis oleh oleh aura misterius dari pemilik wajah cantik cantik itu. Seperti ada yang berbeda di dalam dirinya yang membuat Fadil terpana.
"Fadil," sahutnya dengan seulas senyum.
Fadil menggenggam tangan putih mulus itu lama. Seolah tidak ingin melepasnya lagi. Ia bahkan lupa kalau dirinya sudah memiliki istri yang setia dan tiga orang anak yang lucu.
"Lama amat salamannya," tukas Arif seraya menyenggol tubuh atasannya.
"Maaf," ucap Fadil yang segera melepas genggaman tangannya.
"Bapak suka sama Melati, ya?" tanya Arif sambil berbisik ke telinga Fadil.
"Ah, ngaco kamu," jawab Fadil seraya mengulum senyum.
"Nanti aku mintain no teleponnya ya, tenang aja. Dia itu janda, primadona sini. Banyak yang incer, pokoknya jadi rebutan," ujar Arif
Fadil pun menghentikan mobilnya tepat di tempat yang diminta oleh perempuan yang duduk disampingnya."Aku antar sampai ke rumah, ya?" tanya lelaki yang sudah beristri itu penuh harap."Jangan ah, lain kali aja," jawab sang Janda terkesan jual mahal."Baiklah, tapi janji ya? Lain kali aku boleh mampir."" Iya, boleh, nginep juga boleh," sahut perempuan itu dengan senyum menggoda.Wanita itu sepertinya tahu betul, bagaimana cara menarik ulur seorang lelaki agar semakin penasaran kepada dirinya. Fadil masih mematung dengan mulut sedikit terbuka saat tubuh seksi Melati melenggang manja di hadapannya.Setelah, wanita penggoda itu menghilang di ujung gang sempit. Fadil segera masuk dan duduk di balik kemudi. Kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan kota kecil yang tampak lengang.
Lelaki itu pun tampak kesal mendengar jawaban dari sang istri. Ia segera menutup sambungan telepon tanpa sepatah kata pun. Fadil kembali menelusuri akun media sosial Melati. Setiap detail foto bahkan setiap komentar di postingannya, dibaca satu persatu oleh Fadil. Lelaki itu sepertinya begitu terobsesi dengan wanita yang baru dikenalnya.Langit tampak mendung, awan hitam berarak menutupi Cakrawala. Menjadikan warnanya menjadi kelabu. Beberapa saat kemudian, hujan turun dengan deras. Bulan November adalah musim penghujan, hampir setiap hari turun hujan di kota kecil itu. Fadil memutuskan untuk pulang terlebih dahulu agar bisa bersiap-siap untuk menemui sang pujaan hati.Lelaki itu bahkan mengabaikan panggilan telepon dari sang istri beberapa kali. Padahal hari itu, Fadil seharusnya pulang lebih awal ke rumah karena Fadil hanya pulang sekali dalam seminggu.Lelaki itu memacu kendaraan roda empatnya dengan
Malam sudah semakin larut, hampir jam sebelas malamNamun, Fadil sepertinya enggan untuk beranjak dan pergi jauh dari Melati. Lelaki itu lupa bahwa sang istri sedang menunggunya di rumah."Katanya mau pulang? Pulang sana!" seru Melati dengan mengulum senyum."Males, ah, enakan di sini sama kamu," jawab Fadil seraya menatap nakal ke arah janda beranak dua itu."Kenapa males pulang?" tanya Melati, mulai memancing."Males aja, istriku itu klo ke ke rumah paling cuma dibikinin telor ceplokTerus, penampilannya, udah nggak enak di pandang deh.""Masa sih, emang istri kamu nggak bisa masak?""Nggak, masakannya nggak enak."Melati pun tersenyum sinis mendengar penjelasan dari mangsa barunya itu. Itu adalah salah satu kelemahan seorang wanita yang bisa dimanfaatkan oleh wanita lainnya, untuk hadir sebagai wan
Fadil keluar dengan tersenyum sinis, batinnya terasa puas melihat ekspresi wajah kebingungan dari sang istri. Lelaki itu merasa dirinya perkasa bak Arjuna yang diperebutkan banyak wani. Fadil melenggang pergi dan kembali asyik dengan dunianya sendiri.Zahra segera beranjak dari tempat tidur setelah menyadari perlakuan kasar dari sang suami. Wanita malang itu memunguti pakaian yang telah berserak di lantai dengan tatapan kosong. kalimat yang keluar dari mulut sang suami, begitu melukai harga dirinya sebagai seorang wanita.Zahra yang naif dan polos, tidak tahu bahwa sang suami telah bermain api di belakangnya. Di mata Zahra, Fadil adalah lelaki shaleh yang tidak mungkin mengumbar hasrat bersama wanita yang bukan muhrim.Wanita malang itu segera memakai pakaiannya, kemudian berlari mencari sosok lelaki yang meninggalkannya seketika."Kenapa? Kenapa ayah seperti itu? Apa Ayah sudah tid
Laju hari mulai merayap perlahan, menuju senja yang selalu datang tepat waktu. Anak-anak bermain di halaman rumah. Zahra menemani mereka sambil menyuapi si kecil Faris. Mereka nampak bahagia, bermain dan becanda ria. Sesekali terdengar gelak tawa dan tangis dari mulut mungil itu. Tiba-tiba Fadil datang menghampiri dan duduk di samping wanita yang telah memberinya tiga orang anak itu.Fadil menatap ke arah anak-anak dengan tatapan kosong, datar dan tanpa ekspresi. Terlihat jelas di raut wajah itu, walaupun raganya di rumah bersama anak dan istrinya. Namun, jiwanya seolah pergi berkelana entah kemana."Bagaimana, menurutmu jika seorang laki-laki ditakdirkan untuk berpoligami?" tanya Fadil tiba-tiba dengan tatapan kosong ke depan.Zahra yang tadinya tersenyum melihat tingkah anak-anak. Seketika bermuram durja. Wanita itu tersentak, batinnya mulai dipenuhi tanya, sedangkan dadanya mulai terasa memanas. 
Melati menjejali otak Fadil dengan mengirimkan foto-foto vulgarnya kepada laki-laki yang telah menikah itu. Sepertinya janda dua orang anak itu memang sengaja ingin menghancurkan rumah tangga Fadil udah Zahra.Fadil seperti semakin terhanyut dalam dunia yang dibangun oleh Melati. Hasratnya kembali berkonar saat melihat foto-foto vulgar dari sang pujaan hati. Mereka tampak asyik bercanda Ria dan berbincang tentang hal-hal intim di dalam gawai.Tiba-tiba suara derit pintu terbuka terdengar. Zahra berdiri tepat di balik pintu, membuat Fadil sontak melonjak kaget dan menyembunyikan gawai yang sedang ia pegang."Makan dulu, makanannya udah di depan," ujar Zahra dengan menatap heran ke arah sang suami."Iya, nanti nanti aku ke sana," jawab Fadil yang nampak gugup."Ayah lagi ngapain?" tanya Zahra penasaran."Nggak ngapa-ngapain,
Fadil kembali melajukan kendaraan roda empat dengan lebih berhati-hati. Setelah semua masalah dianggap selesai dengan pertanggungjawaban yang tertunda, karena saat itu di dalam dompet Fadil hanya tinggal dua lembar pecahan uang lima puluh ribuan.Dering suara gawai kembali terdengar. Kali ini bukan panggilan dari Zahra. Namun, sebuah panggilkan dari seseorang yang sengaja Fadil samarkan namanya menjadi Staff Administrasi dua.Begitu niatnya, Fadil menyembunyikan selingkuhannya dari sang istri.[Kita jalan ke Mall, ya? Ada yang mau aku beli]Fadil terdiam sejenak. Tangan kekarnya segera merogoh dompet yang ada di dalam saku. Pandangan lelaki itu kabur seketika saat melihat isi di dalamnya yang semakin hari semakin tipis.Di tengah perjalanan, Fadil membelokkan arah mobilnya menuju mini market tempat mereka berkumpul.Lelaki itu bergegas
Fadil menggeser tempat duduknya dan mendekati lelaki tua berambut putih itu. Ia sepertinya ingin meluluhkan hati lelaki tua itu agar bisa lebih mudah mendapatkan sang anak."Bah, ada yang pengen nikahin anak Abah tuh," ujar Susi berseloroh.Semua mata pun tertuju kepada Fadil yang tampak salah tingkah. Lelaki itu itu menatap ke arah sang kekasih hati, kemudian menatap wajah lelaki tua yang duduk di depannya"Jika anak bapak berkenan dan Bapak mengizinkan. Saya mau menikahi anak Bapak," sahut Fadil tanpa ragu."Enggak lah, kamu kan udah punya istri. Ntar ada yang ngelabrak ke sini!" tukas Melati tiba-tiba yang disambut gelak tawa seisi rumah."Makanya jadi suami itu jangan susis. Suami itu kepala bukan ekor," timpal Susi berseloroh.Fadil tersenyum kecut. Lelaki itu menatap sekilas ke arah Melati, kemudian mengedarkan pandan