Tampaknya, peramal cuaca melaksanakan tugasnya dengan baik. Seperti yang mereka katakan, cuaca hari ini akan cerah. Ya, meski saja tidak secerah saat musim panas tiba, tapi setidaknya ini cukup untuk melakukan aktivitas selanjutnya.
Sekarang, ketiga pangeran yang mengikuti sayembara, Kaline, dan para rombongan istana menghampiri pusat kota Eargard. Lampu-lampu minyak jalan dihiasi potongan kertas warna-warni dengan warna cerah, memberikan kobaran semangat seperti yang terlihat pada setiap wajah penduduk Eargard yang telah berkumpul, terlebih lagi para pedagang dan petani.
Pesta tahunan akhir tahun yang didedikasikan khusus untuk para petani dan pedagang. Mereka telah bekerja keras sepanjang tahun, memberikan beras serta gandum dengan kualitas terbaik dan menjajakannya dengan sangat baik. Total keuntungan tahun ini lebih dari 100 juta keping emas--keuntungan terbaik yang mereka dapatkan selama 5 tahun terakhir. Itulah mengapa, pesta tahun ini jauh lebih meri
Dahi Kaline mengernyit. Tampak kebingungan dengan alis yang juga turut menyatu. Semalam Pangeran Antheo pergi ke kedai penyihir? Ya, sebelumnya memang Kaline sudah tahu jika Pangeran Antheo berbohong soal kepergiannya semalam. Tapi sebuah kedai penyihir? Hal itu terasa mustahil bagi Kaline.“Tidak baik memfitnah orang lain, Pangeran. Jika kau ingin memperbaiki reputasimu, sebaiknya lakukan dengan cara yang benar. Bukan dengan menjatuhkan orang lain,” jawah Kaline, menarik senyumannya secara paksa.keduanya sedang berada di tempat terbuka sekarang. Semua orang bisa saja memperhatikan bagaimana ekspresi tak bersahabat Kaline pada Pangeran Cliftone yang bisa menimbulkan spekulasi negatif terlebih pada masyarakat yang tidak berpendidikan dan mudah percaya dengan rumor yang beredar.Pangeran Clift
Malam hari telah tiba, dan pesta berjalan semakin meriah. Cahaya matahari sebagai penerang utama telah tiada, kini berganti dengan ratusan lampu minyak yang digantung tiang-tiang tinggi, memberikan penerangan yang sempurna terutama untuk panggung dansa yang kini telah dipenuhi oleh belasan pasangan dengan gaun serta pakaian berkelas.Alunan musik yang tadinya penuh semangat kini berubah lebih tenang, fokus pada bagaimana seseorang yang memainkan piano serta biola bekerja dengan sangat baik sehingga berhasil menciptakan alunan sempurna bagi belasan pasang yang ada di atas panggung ini berdansa dengan romantis.Lampu sorot yang jumlahnya hanya ada satu fokus menyorot Kaline dan pasangannya--Pangeran Rex--yang tengah berdansa ria sembari bercakap-cakap ringan, tak tertinggal pula senyuman manis yang tak pernah luntur barang sedikit saja.“Sudah lelah, Putri?” tanya Pangeran Rex saat pendengarannya tak sengaja menangkap suara napas gadis itu
Suara langkah yang terdengar letih itu tak tak luput dari pendengaran Pangeran Cliftone. Sekitar 100 meter dari tempatnya berdiri saat ini, seseorang dengan darah hangat mulai mendekat.Ia mengingkari janjinya. Seharusnya, sejak setengah jam yang lalu mereka sudah bertemu dan saling membuat perjanjian. Namun sepertinya langkah kedua kaki kecil yang lambat itu menghambatnya.Malam masih sangat gelap. Jika dikira-kira, Pangeran Cliftone yakin pesta akhir tahunan itu sudah tiba di puncaknya. Hujan padi atau gandum atau apalah itu, sudah pasti ia tidak akan menikmatinya. Maka dari itu Pangeran Cliftone sama sekali tidak terlihat kesal saat seseorang yang ia tunggu kehadirannya datang terlambat.Suara langkah itu tak terdengar lagi, berganti dengan embusan napas yang berat dan cepat. Jika dikira dari seberapa jelasnya suara embusan napas itu, seseorang itu berdiri sepuluh meter di samping Pangeran Cliftone.“Maafkan saya karena datang terlambat, Cal. Kak
Suara gemercik api-api kecil yang muncul dari dalam wadah memenuhi gubuk kecil yang bersembunyi di antara ribuan pohon jauh di dalam hutan. Gubuk ini tidak lagi gelap. Cahaya lilin yang sedari tadi membantu penerangan itu kalah telak dengan cahaya magis dari dalam wadah cekung dari tanah liat.Pemilik manik hijau terang itu menatap ramuan hasil buatannya penuh binar. Jemarinya bergetar hebat, pun dengan detak jantungnya yang terus memacu dalam kecepatan tinggi. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia baru saja melanggar peraturan tertulis Lyvora.Panik, puas, gugup, ketakutan. Semuanya memadu menjadi satu, bercampur membuat rasa aneh yang bersarang di dalam dirinya sekarang. Tidak ada yang tahu apa yang akan datang setelahnya. Rasa penyesalan, rasa bersalah, atau malah kebebasan. Ia tidak tahu karena untuk kali ini, ia melakukannya dengan spontan tanpa perencanaan apapun yang mampu membuat kepalanya meledak.Ia tersenyum. Senyuman yang tidak mencapai m
“Pangeran Antheo memang tidak ada di sini?” tanya Kaline tepat saat Narin membuka pintu kamarnya dengan napas terengah-engah.Sudah dua jam setelah mereka tiba di Eans dan gadis itu masih terjebak di kamarnya yang kini dipenuhi 5 orang pelayan kastil yang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Mulai dari menatap rambut Kaline, memasangkan sepatu yang cocok dengan dress merah maroon yang ia kenakan, hingga membubuhi riasan di wajah gadis itu.Rombongan istana termasuk para pangeran menginap di kastil pribadi milik Raja El yang amat luas. Saat gadis itu turun dari kereta, para pelayan langsung membawanya ke kastil bagian barat yang terpencil hingga detik ini, membuat Kaline tak bisa keluar untuk mengecek situasi dan memaksa Narin untuk menjadi kaki tangannya.“Kepala petugas mengatakan bahwa sebelum be
Derasnya suara hujan dan gemuruh petir yang menghiasi langit malam tanpa bintang dan bulan mengisi keheningan di antara keduanya meski sudah dua jam berlalu. Semakin malam, angin yang bertiup semakin kencang, membuat Kaline terus mengeratkan tubuhnya yang basah pada selimut tebal yang dibawa Pangeran Cliftone.Gadis itu tidak lagi menangis. Hanya diam menatap kosong rerumputan basah yang menghampar di depannya. Pun dengan Pangeran Cliftone yang sama sekali ta bergerak atau bahkan menimbulkan suara sedikitpun. Pria itu hanya berjongkok di samping Kaline dalam diam.“Kau tahu apa yang terjadi, Cal?” tanya Kaline pada akhirnya, meski suaranya terdiam derasnya hujan, Pangeran Cliftone dapat mendengarnya dengan baik. Ia bahkan menangkap bagaimana getaran ketakutan di suara gadis itu.Pangeran Cliftone menoleh, menatap Kaline dengan tenang. “Melihat kondisimu saat ini, Putri. Aku yakin bukan sesuatu yang baik.” Ia menjawab dengan suara rendah y
Berbeda dengan sayembara-sayembara sebelumnya dimana hanya didirikan tenda-tenda sederhana di tengah lapangan luas bersama dengan ratusan penduduk yang bersedia berpanas-panasan, sayembara yang dilakukan di Eans jau g berbeda dari sebelumnya.Tidak dilapangan. Kali ini, mereka melakukannya di dalam balai kota nan luas yang megah dengan susunan bata ciamik yang terlihat unik bersama dengan ribuan lilin yang bergantung rapi di langit-langit ruangan yang tinggi.Para bangsawan dari berbagai daerah berkumpul, menikmati jalannya sayembara dengan konsep pesta dansa yang terlihat sangat elegan bersama alunan musik yang tenang.Tentu saja detail kecil seperti gaun-gaun hingga perhiasan yang dikenakan tidak kalah pentingnya. Kini, ribuan bangsawan dengan sebelah tangan yang menggenggam gelas berkaki tinggi berisikan wine ternama di dalamnya sibuk memamerkan gaun-gaun mereka secara tersirat.Gaun-gaun dengan temapahan khusus oleh desainer
“Apa kau sudah terlepas dari bayang-bayang ayahmu, Nak?”Beberapa menit berselang, akhirnya Pangeran Antheo menunjukkan ekspresi dengan tersenyum canggung yang disusul dengan kekehan pelan. “Saya tidak mengerti maksud Anda, Duke.”Senyuman penuh makna senantiasa melekat pada wajah pria tua itu. Sama sekali tidak menunjukkan aura licik yang dapat menerkam seseorang. “Kau dan ayahmu adalah dua orang yang berbeda meski kalian mempunyai darah yang sama. Bahkan diri sendiri juga terkadang terbelah menjadi dua kubu, apalagi dua kepala yang sama sekali tidak terhubung, bukan begitu?”Duke Salier sama sekali tidak memberikan celah bagi Pangeran Antheo untuk mengintrupsinya karena pria tua itu kembali berbicara, “Berhentilah berusaha menjadi ayahmu. Kau dan dia adalah seseorang yang berbeda. Aku sudah tua, telah melihat banyak kepalsuan di dunia ini, salah satunya adalah senyummu.”Tepat setelah perbincangan itu, Duk