Share

7. how dare he!

𝙳𝚄𝚂𝙺𝙾𝙵𝙴𝚈𝙴 𝙿𝚁𝙴𝚂𝙴𝙽𝚃𝙸𝙽𝙶

【AFTERFALL】

Kastil luas itu tampak amat suram. Tidak sedikitpun cahaya fajar dapat masuk melewati gorden-gorden tebal yang terpasang di setiap jendela. Seorang pria dengan jubah hitam yang tak pernah lepas dari tubuh jakungnya itu berdiri tegak menatap betapa kosongnya kastil itu. Udara dingin melilit kulit pucat yang tak pernah mengusik ketenangan pria itu.

“Sudah pulang, Pangeran?”

Pangeran Cliftone berbalik, mendapati seorang pria jakung akhir 40-an itu menatapnya dengan manik merah menyala. Sudah lebih dari satu dekade Cliftone mengenal pemimpin Voalire itu, namun tak sedikitpun dari wajahnya berubah menua.

Pangeran Cliftone menunduk. “Baru saja, Yang Mulia.”

Entah apa yang membuat pemimpin Voalire itu melangkahkan kakinya di kamar pribadi Pangeran Cliftone. Biasanya ia hanya akan menghabiskan hari dengan duduk di atas singgasana sembari mendengarkan para penasehat kerajaan berbicara soal politik negeri dan saat matahari sudah terbenam seluruhnya, ia akan menghilang menyamar sebagai rakyat biasa dan bergabung bersama padatnya kota.

“Bagaimana, kau tidak membuat masalah, bukan?” tanyanya.

Pangeran Cliftone menghela napasnya. Ia tahu apa yang ada di pikiran rajanya itu sekarang. Lupakan semua sifat alamiah vampir dan bersikap seramah mungkin. “Saya sudah berusaha sebaik mungkin,” jawabnya terus terang.

Pangeran Voalire itu sama sekali tak berbohong padanya. Sangat sulit untuk mengabaikan sifat alamiahnya. Pangeran Voalire tak seperti Raja yang terbiasa berkerumun dengan makhluk lain, ia jelas jauh lebih berpengalaman dan dapat mempelajari sifat-sifat makhluk lain dan dengan mudah beradaptasi. Tidak sepertinya yang lebih sering terjebak dengan segerombolan vampir abadi yang tampak sudah muak dengan hidup.

“Dengarkan, Pangeran. Kau tahu seberapa seriusnya masalah pangan dan wilayah di negeri kita, bukan? Jika tidak segera diatasi, kita bisa masuk masa krisis dan sangat sulit mengendalikan vampir kelaparan untuk tidak melukai makhluk dari negeri lain. Sayembara ini sangat penting. Jika kau bisa menang, kita tidak perlu mengkhawatirkan ketersediaan darah selama puluhan tahun ke depan.” Untuk yang kesekian kalinya, Raja memperjelas tujuan utama mereka mengikuti sayembara.

Pangeran Cliftone mengangguk. “Tentu saja, Yang Mulia.”

“Pastikan kau menarik perhatiannya, Pangeran. Ini perintah.”

***

     

Ia mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada meja jati berwarna cokelat tua yang membuat cahaya remang-remang dari lilin di ujung meja menari-nari. Sudah hampir tengah malam, namun tidak ada tanda-tanda jika Pangeran Cliftone akan keluar dari kastil dan melihat kota terbesar di negerinya itu yang selalu hidup di malam hari.

Bayangan Putri Kaline yang mengendap-endap di kastilnya sendiri hanya untuk bertemu dengannya kembali merasuki pikiran Pangeran Voalire itu. Ia masih hafal bagaimana raut kesal yang tampak begitu kentara di wajah kecil itu membuat perut nya tergelitik sesaat. Bagaimana bisa seorang putri begitu bodoh? Seorang tamu kerajaan tidak akan berbicara pada anggota kerajaan lain jika tidak ada perjanjian sebelumnya.

Ritme indah dari ketukan jari telunjuknya rusak tatkala sesuatu yang mengetuk kaca kastilnya dengan tergesa-gesa, membuat Pangeran Cliftone kesal.

Kaki jenjangnya melangkah mendekati jendela besar dengan kusen yang sudah lapuk. Seekor elang besar dengan mata tajam hinggap di baliknya. Kaki kirinya terikat benang berwarna merah sebagai tanda bahwa elang itu milik negeri Eargard. Sedangkan kaki kanannya mencengkram sebuah kertas yang tergulung kecil.

Mata merah menyalanya berkilat penuh semangat bersama senyuman yang menampilkan gigi taringnya. “Aku melakukan perintahmu dengan sangat baik, Yang Mulia.”

Jemari pucatnya membuka gulungan kertas berwarna cokelat muda itu. Bau tinta yang masih menyengat itu menyambutnya tatkala gulungan kertas terbuka sempurna. Elang milik Kerajaan Eargard memang terkenal dengan kecepatannya. Bahkan saat tinta belum benar-benar mengering, elang itu sudah tiba di tujuan.

Yang terhormat Pangeran Sirius Cliftone Alorine dari Voalie.

   Saya ingin mengucapkan maaf yang terdalam karena dengan lancang bertemu dengan Anda dan mengganggu waktu istirahat Anda. Saya bersedia untuk menerima konsekuensi atas perilaku tidak terpuji saya.

   Namun bukan itu tujuan utama saya mengirim surat ini. Saya memiliki hal yang teramat penting untuk dibicarakan dengan Anda. Saya tahu kita akan bertemu lagi dalam beberapa bulan kedepan namun sayangnya, saya rasa masalah ini tidak bisa menunggu lebih lama.

   Oleh karena itu, saya memohon dengan sungguh-sungguh kepada Anda untuk kesediaannya bertemu dengan saya secara pribadi dalam waktu dekat. Saya bersedia memberi imbalan pada Anda tergantung bagaimana berlangsungnya pertemuan kita nanti.

   Jika Anda menerima ini, saya harap Anda bersedia menjawab ajakan saya dan memberitahu tanggal serta tempat pertemuan kita. Jika Anda tidak membalas, saya akan menganggap Anda menolak.

Ralenia Kaline Gard,

Eargard

    

Pangeran Cliftone menyeringai. Ternyata gadis itu belum menyerah juga. Ia sebenarnya sangat tidak tertarik dengan ajakan Putri dari Eargard itu. Bahkan ia tidak sedikit pun penasaran dengan hal penting yang dibicarakan. Salah satu sifat alamiah vampir; tidak peduli.

Namun ini kesempatan emas baginya untuk mengambil hati Putri Kaline dan memenangkan sayembara. Ia tidak punya pilihan selain menerima ajakannya.

   17-7

Danau Sane pukul 00.00

***

     

“Apa masih belum mendapatkan balasannya, Putri?” tanya Narin tampak amat khawatir. Majikannya itu terus mondar-mandir mengelilingi kamar. Kaline sudah menceritakan semuanya padanya, tentang Pangeran Cliftone yang sudah pergi dan meminjam elang penasehat Polin untuk mengirim surat.

“Bukankah seharusnya elang itu sudah sampai dari tadi pagi?” Kaline tampak sangat kacau sekarang. Ia menolak Narin mentah-mentah saat pelayannya itu hendak membenarkan tatanan rambutnya yang amat berantakan.

Narin hanya meringis. Jika ia menjawab dengan jujur seharusnya elang itu sudah tiba tepat sebelum fajar, ia yakin Putri Kaline akan semakin menggila. “Sebentar lagi musim dingin, Putri. Mungkin elangnya terjebak badai,” jawab Narin.

“Terjebak badai? Apa dia akan baik-baik saja? Bagaimana jika dia mati sebelum mengantarkan suratnya?” jawaban Narin jelas tidak tepat. Maksudnya hendak menenangkan Putri Kaline malah berbalik membuat gadis itu semakin panik.

“Tenanglah, Putri ....” Dengan susah payah, Narin menuntunnya untuk duduk. “Elang kerajaan sudah dilatih. Mereka jelas akan mencari jalan lain untuk menghindari badai.”

Tepat setelah ucapan Narin, jendela besar yang menghadap ke bagian luar kastil diketuk dengan terburu-buru, membuat dua sejoli yang sibuk dengan pikiran masing-masing itu berbalik pandangan.

“Biar saya saja, Putri.” Tolak Narin tatkala Kaline hendak mengikutinya berjalan menuju jendela.

Kaca bening yang sedikit berembun itu menampilkan seekor elang yang gagah dengan bulu yang basah kuyup tengah terbang sembari mematukkan paruhnya pada jendela. Narin dengan cekatan membuka jendela dan membiarkan elang itu masuk. Meski di Eargard belum memasuki musim dingin, ia sangat yakin jika di Voalire tengah badai salju sekarang. Negeri itu tak pernah bersahabat dengan matahari.

“Dari siapa?” tanya Kaline saat menyadari Narin hanya mematung di depan jendela.

“Tidak ada keterangan dari mana, Putri. Tapi kertasnya dingin sekali, kemungkinan besar dari Voalire,” jawab Narin dengan wajah skeptis. Tangannya perlahan-lahan mengulurkan surat yang tergulung kecil itu pada Kaline yang amat bersemangat.

   17-7

Danau Sane pukul 00.00

     

Kaline terpengangah tak percaya. Matanya berkaca-kaca tak kuasa menahan rasa gembira. “Kita berhasil! Aku akan bertemu dengan Pangeran Cliftone di Danau Sane tepat tengah malam,” ucapnya penuh semangat.

Tak seperti Kaline, Narin malah membulat tak percaya. Dari sorot matanya bahkan tak sedikit pun menunjukkan raut kebahagiaan. “Tapi, Putri ....” Narin tampak amat skeptis mengatakannya.

“Ada apa?”

“Danau Sane adalah danau di pusat ibu kota Voalire. Perjalanan kesana memakan waktu satu minggu lebih. Meskipun Anda bisa sampai sana, tempat itu amat berbahaya. Banyak vampir yang haus darah. Jika mereka mengetahui ada manusia ... sebaiknya saya tidak melanjutkan ini.” Narin meringis kecil. Dalam hatinya, ia merasa amat bersalah karena membuat putri jelita itu kembali merenung.

“Berani sekali dia mempermainkanku.”

»—————————–✄

𝙠𝙪𝙣𝙟𝙪𝙣𝙜𝙞 𝙄𝙣𝙨𝙩𝙖𝙜𝙧𝙖𝙢 @𝙙𝙪𝙨𝙠𝙤𝙛𝙚𝙮𝙚 𝙪𝙣𝙩𝙪𝙠 𝙢𝙚𝙡𝙞𝙝𝙖𝙩 𝙙𝙚𝙩𝙖𝙞𝙡 𝙘𝙚𝙧𝙞𝙩𝙖

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
yahh, dah lupa lagi sama Theo.. kasian si sad boy di bumi wkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status