PoV FahryPerselisihan Tania dan Nilam di rumah kedua orang tua Tania benar-benar membuatku malu. Bagaimana tidak, Nilam dengan lantangnya menceritakan pada ayah dan ibu Tania mengenai keberadaan Nasya di dalam mobilku saat aku mengalami kecelakaan di Bandung, ia bahkan memperlihatkan pada kedua orang tuanya bukti-bukti barang-barang pribadi Nasya yang difotonya, juga ponsel rahasiaku, bahkan isi chatku dengan Nasya.Dari Nilam pula kedua mertuaku tau jika kepergianku ke Bandung dengan Nasya waktu itu kulakukan setelah berbohong pada Tania bahwa aku akan bertugas ke Semarang. Kurasa Tania menyembunyikan semua itu dari kedua orang tuanya, tapi menceritakannya pada Nilam. Tania pasti juga tak menyangka jika keterusterangannya pada adiknya itu kini membuat kami berdua terpaksa menghadapi pertanyaan menyelidik dari orang tuanya.Aku merasa terpojok saat ayah mertuaku menatap tajam padaku dan menanyakan kebenarannya. Namun, aku tak mau berbohong lagi. Sudah cukup semua kesalahan yang kulak
“Kenapa diam saja, Tan?” tanyaku ketika sudah beberapa menit kami berada di dalam mobil yang melaju di jalan raya, tapi Tania tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia hanya menatap kosong ke kaca samping lalu sesekali menoleh ke belakang melihat Khanza yang duduk di jok belakang.“Kamu ingin aku membahas apa, Mas?”“Apa kek. Bahas bulan madu kita kek, atau bahas adik buat Khanza.” Aku menggodanya.Hanya helaan napas Tania yang kudengar.“Mas, jika memang kehadiran Nasya kembali membuatmu ragu, aku rela kamu melepasku. Aku tak apa. Toh, awalnya memang di antara kita tak ada rasa apapun. Semua rasamu waktu itu masih menjadi milik Nasya. Tadi saat beretmu di Mall ia bahkan dengan terang-terangan mengaku kamu adalah miliknya.”“Kenapa jadi bahas dia lagi sih, Sayang?”“Karena aku masih ragu dengan semuanya, Mas. Kamu terus saja berusaha meyakinkanku sementara semua bukti yang ada di sekelilingku mengatakan jika kalian menjalin hubungan khusus di belakangku. Wallpaper ponsel Nasya dan gambar
Kulihat Tania sedang membacakan dongeng untuk Khanza saat aku memasuki kamar. Mereka berdua hanya menoleh sekilas padaku kemudian kembali asyik dengan kegiatan mereka. Aku pun memilih segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Cukup lama aku berada di dalam kamar mandi. Selain mandi, aku memimbang-nimbang beberapa rencanaku ke depan. Nasya sudah berani datang ke rumah ini dan bertemu ibuku hari ini, bukan tidak mungkin ia akan kembali lagi. Hal itu pasti lah akan berimbas buruk pada hubunganku dengan Tania, bahkan dengan ibuku.Kalimat Nilam tadi juga mengganggu pikiranku. Nilam mengatakan bahwa suami Nasya membayar orang dalam perusahaanku untuk memata-mataiku dan Nasya. Siapa sebenarnya yang dimaksud oleh Nilam? Hubungan Nasya dan suaminya memang bukan lah hubungan yang sehat. Menurut cerita Nasya padaku, ia pun berusaha mengumpulkan bukti-bukti perselingkuhan suaminya, meski tak sampai membayar orang seperti yang dilakukan Hasan. Kecenderungan suaminya bermain pe
“Tania, aku hanya ingin berusaha sekali lagi untuk membujuk Nasya agar menghapus video sialan yang mambuatku selalu tak berkutik di hadapannya. Aku tak ingin mengganggu waktu kerja kami dan juga tak ingin bertemu dengannya di luar jam kerja, jadi aku memutuskan untuk berbicara dengannya di perjalanan menujuk ke lokasi besok.”“Lalu apa Mas Fahry memikirkan bagaimana perasaanku ketika mengetahui suamiku kembali berada dalam satu mobil dengan mantan kekasihnya? Sampai kapan ini akan terus terulang dan terulang lagi, Mas? Aku sudah lelah.”“Sssshhh sudah, Sayang. Kalau begitu jangan dipikirkan. Aku janji tak akan mengizinkan Nasya ikut denganku besok. Aku tadi hanya ingin menyembunyikannya darimu agar kamu tak kepikiran, dan menyelesaikannya sendiri agar kamu tak lagi terganggu. Tapi jika ini membuatku terluka lagi maafkan aku.” Kuraih kepalanya dan meletakkannya di dada telanjangku. Aku memang suka tidur dengan tidak mengenakan baju, dan hanya mengenakan celana pendek.“Apa suhu AC nya
“Kamu kenapa enggak ninggalin dia aja sih, Sya. Pria kalau udah berani kasar sama wanita itu bukan pria baik-baik.”Kucoba mengajaknya bicara saat ia tengah menyantap makanan yang dipesannya. Akhirnya aku memang menuruti kemauannya mampir ke salah satu tempat makan di perjalanan pulang menuju kantor. Nasya makan dengan lahapnya, kurasa ia memang sedang kelaparan, sementara aku hanya memesan minuman.“Aku tak akan ninggalin gitu aja sebelum ia mengembalikan semua aset orang tuaku, Mas. Kecuali ....”“Kecuali apa?”“Kecuali Mas Fahry menerimaku kembali. Aku rela meninggalkannya meski akhirnya semua aset orang tuaku jatuh ke tangannya.”“Ngaco kamu, Sya! Aku udah punya Tania!”“Aku rela jadi yang kedua, Mas.”“Jangan gila, Sya! Aku tak mungkin melakukan itu.”“Tak mungkin gimana, Mas? Kamu enggak mau ninggalin Mbak Tania, sedangkan kita masih punya masa lalu yang belum usai. Aku janji enggak akan menuntut banyak darimu.”“Itulah yang ingin kubicarakan denganmu, Sya. Kumohon kita sudahi s
“Aku akan mengabulkannya jika Mas Fahry mengabulkan satu keinginanku.”“Apa itu, Sya?”“Jadilah milikku sehari saja. Kita mengulangi semua masa-masa indah kita dulu.”“Gila kamu, Nasya!”“Kalau begitu aku tak kan mengabulkan keinginanmu, Mas.”Kuhela napasku kasar.“Hanya sehari, Mas. Setelah itu kamu bisa kembali pada Mbak Tania.”“Itu sama saja aku mencari masalah baru, Sya! Aku tak mungkin melakukan itu!”Beberapa orang kembali melirik ke meja kami.“Kuarasa tak ada gunanya mengajakmu bicara, Sya. Mata hatimu sudah tertutup.”“Iya, kamu benar, Mas. Hatiku sudah tertutup oleh perasaan cintaku pada Mas Fahry.”“Pikirkan baik-baik permintaanku tadi, Sya. Hapus video itu atau kita berdua akan sama-sama hancur. Dan satu lagi, jangan pernah datang ke rumahku untuk urusan apapun!”“Wah, jadi kemarin ibu ngomong kalau aku datang ke rumah Mas Fahry? Terus gimana reaksi Mbak Tania, Mas?“Makanlah! Kita harus segera balik ke kantor.” Aku tak mau membahas apa pun lagi dengannya. Nasya kembal
Dengan tangan gemetar kuraih ponselku, ada beberapa pesan yang belum terbaca, termasuk pesan di grup perusahaan. Namun, netraku hanya fokus mencari pesan masuk dari kontak Tania. Mataku terbelalak ketika membuka beberapa foto dan pesan yang masuk di applikasi hijau. Foto-fotoku bersama Nasya kemarin dalam berbagai pose.Salah satu foto memperlihatkan saat aku mengusap pipi Nasya di lokasi. Aku ingat, itu saat aku refleks memegang pipinya ketika melihat lebam di wajahnya. Kemudian foto satunya lagi memperlihatkan Nasya yang sedang memelukku, tangannya melingkar dengan sempurna di pinggangku. Ya Allah! Itu saat aku terhuyung ke belakang kemarin karena tak siap menerima tubuh Nasya ketika ia tiba-tiba saja memelukku. Lalu foto-foto selanjutnya disaat aku dan Nasya sedang duduk berhadapan di restoran, salah satu dari foto itu memperlihatkan ekspresi kami berdua yang sedang sama-sama tertawa, dan salah satunya lagi memperlihatkan aku sedang menyodorkan minumanku pada Nasya.Lalu kalimat ya
“Maafkan Fahry, Bu. Fahry hanya terbawa arus masa lalu bersama Nasya. Fahry sudah ingin memperbaiki semuanya tapi ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Fahry semakin melukai Tania.”Lalu perlahan kuceritakan pada ibu bagaiamana awalnya hubunganku dengan Nasya kembali terjalin, kuceritakan pula mengenai kecelakaan di Bandung yang membuat Tania mengetahui jika aku masih berhubungan dengan Nasya. Kutumpahkan semua di pangkuan ibuku, meski sebenarnya aku tak sanggup melihat wanita renta itu menangis menahan kesedihannya.“Tania tak pernah bercerita apa pun pada ibu. Dia selalu menceritakan yang baik-baik tentangmu, Nak. Bahkan saat kecelakaan di Bandung, ia rela berbohong pada ibu demi menyembunyikan keburukanmu.” Ibuku menyeka sudut-sudut matanya yang keriput.“Maafkan Fahry, Bu. Maafkan Fahry.” Kuraih tangan ibuku dan mencium punggung tangannya.“Doakan Fahry bisa membawa kembali Tania dan Khanza ke rumah ini.”“Tidak, Nak. Jangan membawanya kembali jika kamu masih ingin bersama Nasy