"Duduklah!" "Jadi benar Lula masih kerabat Bapak?" tanya Angela sambil menarik mundur kursi di depan meja Pak Topan. Ia kemudian duduk dengan khidmat dan siap mendengarkan."Benar. Kalau dirunut, Lula terhitung masih keponakan dari mendiang istri. Kemarin Lula memang menelepon Bapak. Mengabarkan kalau Miranda meninggal dunia. Dia juga mewanti-wanti agar tidak bicara apa pun denganmu tentang kehidupan pribadinya. Jujur, Bapak tidak begitu banyak tahu. Dia bekerja untuk Miranda pun baru beberapa bulan ini Bapak tahu.""Pertanyaan saya cuma satu saja, Pak. Apa benar Lula itu anak Tuan Gerald?"Pak Topan tampak ragu untuk menjawab. "Saya menunggu jawaban Bapak," kata Angela. Ia berharap Pak Topan mau berkata jujur."Iya. Tapi Bapak tidak tahu persis apakah ibunya Lula menikah dengan papanya Miranda atau tidak. Laki-laki itu memang senang bergonta-ganti perempuan sesukanya. Hal itu juga yang menjadi alasan Bapak tidak setuju Miranda menjadi menantu.""Menantu? Miranda pernah punya hubung
….Ibu tidak menyangka setelah kejadian itu, ibu hamil. Gerald sangat senang. Dia meminta ibu bercerai dengan ayahmu. Tapi ibu tidak mau. Hingga akhirnya ayahmu tahu bahwa ibu sedang hamil. Sejak itulah dia menjadi laki-laki yang gemar berjudi dan main perempuan. Mungkin untuk melampiaskan rasa kecewanya.Kami akhirnya bercerai. Atas kesepakatan bersama, Rania ikut ayahnya dan kau ikut ibu. Untuk memenuhi semua kebutuhan hidup, ibu bekerja apa saja. Tetapi Gerald selalu menghalangi. Di mana pun ibu bekerja dia tahu. Akhirnya ibu menyerah dan menerima bantuan Gerald. Setiap bulan dia memberikan sejumlah uang. Rumah yang kita tempati adalah pemberiannya. Sekolahmu, kuliahmu semua uang Gerald. Dia pun berjanji akan menyerahkan sebagian hartanya padamu kelak, An.Angela beralih ke lembar terakhir. Di sana tertulis tempat ibu Angela dan Tuan Gerald bertemu sebelum kejadian rudapaksa tersebut. Di sebuah hotel yang cukup ternama milik keluarga Kunz pada acara reuni sekolah mereka. Ibu Angela
"Semua berkat dirimu, Awang," bisik Angela pada lelaki tak kasatmata yang telah memberitahunya bahwa Lula kemungkinan akan mengirimkan orang untuk membuntutinya. "Cepatlah kembali sebelum ketiga pria itu menyadari kalau Nona sudah menipu mereka." Terdengar suara Gumawang tetapi tidak terlihat wujudnya di mana. Angela melangkah cepat meninggalkan taman. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk memastikan ketiga pria tersebut tidak mengikutinya. Ia mengambil motornya dan bergegas meninggalkan lokasi. Gumawang mengatakan agar Angela pulang saja ke rumah. Jangan dulu menerima permintaan merias karena situasinya sedang tidak aman. Tiba di rumah Pak Topan menelepon, ada surat dari kantor pengacara Handi dan rekan. "Badan saya rasa meriang, Pak. Sekarang ada di rumah. Saya minta tolong nanti Bapak antar ke rumah. Maaf sebelumnya, kalau bisa malam saja, ya, Pak. Saya mau istirahat dulu." Angela beralasan. "Iya, An. Sebelum ke sana nanti Bapak telpon dulu. Takutnya kamu masih tidur.""Baik
"Jadi laki-laki itu harus mementingkan perempuan yang dicintainya. Walau dalam kondisi apa pun harus memberikan perhatian." Wajah Gumawang terlihat kesal. "Seperti yang sedang kamu lakukan sekarang ini, begitu?" goda Angela menahan senyumnya. "Perempuan, kan, suka diperhatikan. Kok kamu tidak.""Aku juga suka diperhatikan pasangan. Tapi tidak berlebihan juga. Mau ke sini nelpon, ke sana nelpon, mana sempat aku. Yang penting itu saling menjaga komitmen. Itu saja."Gumawang manggut-manggut. "Aku akan memastikan sendiri sedang apa Antoni." "Hei! Tuh, kan! Seneng bener ngilang gitu aja kek hantu. Eh, tapi dia memang sejenis hantu, ya." Angela tertawa sendiri. Gumawang berlebihan dengan berpikir demikian. Atau dia punya maksud lain yang Angela belum tahu.Sembari menunggu Pak Topan, Angela mencoba menghubungi Antoni. Ponselnya aktif tetapi tidak mengangkat saat ditelepon. Dikirimi pesan pun tidak dibaca. Namun, tidak lama Kardiman mengirim pesan. Ia mengatakan bahwa ponsel Antoni ada pa
"Harus berapa kali ayah minta maaf agar kau mau memaafkan. Apa ayah harus mencium kakimu?!" Pak Topan mulai tersulut amarahnya. "Sabar, Pak. Bang Adam tadi bilang sudah memaafkan Bapak. Bang Adam meluapkan perasaannya yang selama ini hanya ia pendam. Tolonglah baik Bapak maupun Bang Adam saling membuka hati seluas-luasnya." Angela buru-buru menyela pembicaraan mereka yang mulai tidak kondusif. "Begitulah ayahku, An. Pada orang lain bisa bersikap baik dan santun tapi ke anak-anaknya cenderung memaksakan kehendak dan tidak mau mendengarkan. Tipikal orang tua yang menganggap dirinya selalu benar." "Kau!" Pak Topan berdiri menunjuk Adam. "Sabar, Pak, sabar …." Angela berusaha menenangkan."Apa kita akhiri saja, An?" Gumawang terlihat sudah tidak sabar. Matanya dari tadi terus terarah pada Pak Topan. Angela menggeleng pelan. "Jangan dulu," ujarnya tanpa bersuara. "Bang Adam sudah mengatakan semuanya, apa sekarang Bapak ingin mengatakan sesuatu juga? Biar sama-sama lega.""Ayah kecewa
"Perempuan itu benar-benar sudah gila. Ilmunya juga gila-gilaan. Guru spiritualnya pasti bukan orang biasa. Dia berencana merasuki raga Pak Topan dan menggunakannya untuk membunuhmu. Mereka sudah melakukan perjanjian kerjasama. Lula sudah membayar dengan jumlah yang cukup besar. Tapi Pak Topan berubah pikiran setelah kau mempertemukan dia dan Adam. Aku sengaja menghalaunya untuk menyatu denganku supaya bisa kubaca apa yang ada di pikirannya dan tidak mudah juga ternyata," terang Gumawang mengatur napasnya. "Apa tidak bisa kau bawa saja dia ke gunung sana?" Angela nyengir kuda. "Kalau dia cantik dan baik seperti kau, mau aku." Ia melirik Angela yang sedang membuka amplop."Akunya yang gak mau," ujar Angela membuka lipatan kertas seraya mendekat ke arah Gumawang. "Apa isinya?" "Membaca pikiran orang saja bisa, masa baca isi kertas ini masih nanya." Angela menahan tawanya. "Apa hayo?" Ia mendekatkan wajahnya pada Gumawang. "Undangan untuk datang ke rumah keluarga Kunz, iya, kan?""K
Seorang perempuan muda menghampiri Angela dan memintanya untuk berpindah ke ruangan lain. Ia pun mengekor perempuan tersebut. Ponsel ia simpan di dalam tasnya. Sebagai perias jenazah, Angela sebenarnya sangat bisa memoles wajahnya sendiri. Terlebih awal ia terjun ke dunia rias jenazah karena kemampuannya memainkan warna di wajah sejak remaja. Gelar beauty blogger yang sempat disandangnya, kini sudah ia tinggalkan dan memilih jalan lain yang dianggapnya lebih nyaman. Dari banyak pengalaman berinteraksi dengan orang mati, satu poin utama yang paling penting, selama napas masih memenuhi paru-paru, berbuat baiklah sebanyak yang kita bisa. Karena kematian jaraknya hanya sejauh bayangan. Pada profesinya yang sekarang, Angela ingin menanam lebih banyak kebaikan karena buah-buah kebajikan selalu terasa manis. Seperti wajah yang terlihat di cermin saat ini, manis, lembut dan menawan. Setidaknya itulah kata-kata yang keluar dari mulut Antoni Hakim saat melihat Angela merapikan sackdress seba
Langkah Angela terhenti oleh rasa kagetnya. "Bukankah tadi Tuan mengatakan ingin menunjukkan sesuatu yang belum pernah dilihat oleh perempuan lain?" "Saya mengajak Nona ke rumah ini hanya untuk sekedar berkeliling. Tuan Gerald ada memberikan sepetak tanah yang cukup besar untuk saya tepat di belakang sana. Tempat itu yang saya maksud sebelumnya." Antoni menjelaskan. "Jadi Tuan tahu apa saja yang akan diberikan oleh mendiang Tuan Gerald pada saya?" tanya Angela masih belum bergerak dari tempatnya berdiri. "Ya. Saya adalah salah satu saksi yang ditunjuk Tuan Gerald saat membuat surat wasiat yang akan dibacakan hari ini.""Selain rumah ini, apa masih ada yang lain?""Ada. Aset keluarga Tuan Gerald banyak. Nona mendapatkan rumah ini, tanah perkebunan dan sejumlah uang yang cukup besar. Nanti saat pembacaan wasiat Nona akan tahu nilainya.""Tapi saya tidak suka rumah ini, Tuan."Alis Antoni bertaut. "Kenapa?""Sangat besar untuk saya." Angela kemudian mendekatkan mulutnya ke telinga Ant