"Kamu mau kemana, Mas?" tanyaku pada Mas Sony."Mau kerja lah, Nay. Memang kenapa? Pertanyaan kamu aneh banget?""Hmm ... gak papa, Mas. Aku kan cuma bertanya," kataku."Kamu lagi dapet ya? Kok bawaannya manyun ... aja. Bikin gemes, untung udah siang. Kalau malam, awas aja, gak aku beri ampun," ucap Mas Sony yang seketika membuat wajahku memerah karena malu."Apaan sih, Mas.""Ya kamu, pagi-pagi udah mancing-mancing aja.""Mancing apaan? Kamu aja yang mikirnya aneh-aneh, Mas.""Iya, iya. Oh ya, Nay, besok aku mau ke luar kota. Aku mau memantau kantor cabang di sana. sekaligus rapat dengan para dewan direksi juga," jelas Mas Sony."Aku ikut, Mas," kataku."Hah! Kamu yakin, Nay? Tumben banget mau ikut aku ke luar kota?""Memang kenapa, Mas? Gak boleh?""Boleh sih, Nay. Aku ngerasa aneh aja, tiba-tiba kamu mau ikut ke luar kota. Biasanya juga gak pernah," jawab Mas Sony."Aku bosan di rumah terus, Mas. Aku juga pengen jalan-jalan sekalian liburan," kataku."Tapi aku kan di sana niatnya
"Maaf, Mas, aku lupa," jawabku sambil tertunduk malu. Entah bagaimana bentuk wajahku saat ini, pastilah sudah berwarna merah seperti kepiting rebus. Untuk menatap wajah Mas Sony saja aku tak sanggup, mau ditaruh dimana muka ini?"Kamu lucu banget sih, Nay. Aku tahu kamu jadi posesif begini karena keseringan nonton film yang lagi viral itu kan?" tanya Mas Sony sambil mengacak rambutku pelan. Setelahnya, ia memegang kedua pipiku dan mencium keningku lembut."Kok kamu tahu, Mas?" tanyaku bingung. Karena selama ini, aku sering menonton film itu saat Mas Sony sedang tak berada di rumah, alias bekerja."Tahu dong, karena bukan cuma aku suami yang jadi korban film itu. Seisi kantor terutama para pria lagi pada dilema karena efek film itu, mereka semua jadi dicurigai istrinya masing-masing. Seperti itu sih, curhatan para karyawan aku. Aku pikir, kamu gak ikut-ikutan, tapi ternyata sama aja," jawab Mas Sony terkekeh.Aku semakin menunduk malu dan tersenyum. Aku merutuki kebodohanku yang terlal
"Sudah siap belum, Nay?" tanya Ibu, yang kini sudah berada di pintu kamarku."Lagi nunggu Mas Sony mandi sebentar, Bu. Ini aku lagi gantiin baju Adam sama Aisyah," jawabku."Oke, Ibu tunggu di depan ya? Zahra dari tadi ngomel terus tuh, gak sabar banget dia," ujar Ibu sambil terkekeh. Lalu pergi ke depan. Aku ikut terkekeh mendengar perkataan Ibu. Dari semalam, Zahra memang terlihat antusias untuk pergi liburan hari ini.Hari yang kami tunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Kami sekeluarga berencana untuk berlibur ke salah satu pantai wisata di kota ini. Kami sengaja memilih pergi ke pantai sesuai dengan permintaan Zahra. Kami juga sengaja akan mengunjungi pantai yang dekat di kota ini. Mengingat reportnya membawa 2 balita yang sedang dalam masa aktif.Apalagi bobot tubuh Adam dan Aisyah yang kini bertambah gemuk dan berat. Aku sudah tidak sanggup untuk menggendong mereka secara bersamaan. Meskipun begitu, aku sangat senang melihat tubuh gemuk dan juga gempal mereka yang bagiku terlihat san
Sebagai seorang wanita, aku sedikit mengerti. Aku yakin, banyak beban berat yang Anggun pikul hingga membuatnya seperti itu. Mau bagaimanapun juga, aku telah memaafkan dan mengikhlaskan semua kejadian buruk dimasa lalu yang diperbuat oleh Anggun. Yang penting, ia tak mengganggu hubunganku dengan Mas Sony saja, itu sudah cukup bagiku."Nay, sini!" panggil Ibu yang seketika membuyarkan lamunanku.Aku menghampiri Ibu dan ikut bergabung bersama orang tua Anggun. Mataku mengitari sekeliling lagi, untuk mencari keberadaan Mas Sony yang tiba-tiba saja sudah menghilang entah kemana. Aneh sekali, padahal, tadi Mas Sony sedang berdiri di sampingku. Kemana perginya Mas Sony?"Apa kabar, Naya. Masih ingat dengan kami?" tanya Bu Hanin tersenyum, lalu mengulurkan tangannya padaku."Alhamdulillah, saya baik, Bu. Iya, saya masih ingat. Bagaimana dengan kabar kalian, Bu?" tanyaku sambil menjabat tangan Bu Hanin hangat dan bergantian menjabat tangan Pak Abu. Kedua orang tua Anggun terlihat sangat ramah
Aku menoleh ke arah tempat dimana Anggun sedang duduk tadi. Dan ternyata benar, Anggun sudah pergi entah kemana. Sepertinya, Pak Abu dan Bu Hanin sengaja pergi menjauh dari kami. Aku yakin, mereka tak ingin merusak momen liburan kami. Karena, aku selalu menangkap ada raut seolah tak enak padaku yang terlihat di wajah Pak Abu dan Bu Hanin."Wah, ada mangga muda, jambu air, sama nanas muda. Enak nih, buat dipetis. Aku mau bumbunya dong, Nay," ujar Mas Sony seolah mengalihkan pembicaraan.Sepertinya, Mas Sony tak ingin lagi membahas tentang Anggun. Biarlah, sebenarnya akupun senang, dengan begitu aku semakin meyakini bahwa Mas Sony hanya menganggap Anggun sebagai masalalu yang tak perlu untuk diingat lagi."Sejak kapan kamu suka petis, Son? Seperti orang ngidam saja?" tanya Ibu."Lagi pengen aja, Bu. Kelihatannya enak," jawab Mas Sony.Mas Sony melahap mangga, jambu dan juga nanas muda setelah mencolek dengan sambal petis. Mas Sony terlihat menikmati petisan itu. Aneh memang, karena seta
POV Kenzie["Ken, pulang jam berapa? Ada Bu Hanin sama Pak Abu di rumah. Mereka mau ketemu sama kamu."] Aku membaca pesan yang dikirim oleh Ibu.Pekerjaan hari ini cukup banyak, karena kami para cleaning servis harus membersihkan gudang yang sudah lama tak dibersihkan. Saking sibuknya, aku baru sempat membuka ponsel milikku. Hingga saat ini, aku masih bekerja di perusahaan milik Sony. Mau bagaimana lagi, hanya pekerjaan ini yang bisa aku kerjakan. Karena aku tak memiliki keahlian apapun.Selain pesan, ada tujuh panggilan tak terjawab dari Ibu. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 sore. Sedangkan pesan dari Ibu pukul 15.00 sore. Itu artinya, sudah satu setengah jam lalu Ibu mengirim pesan padaku. Mungkin, Pak Abu dan Bu Hanin sudah pulang saat ini. Tumben sekali Bu Hanin dan Pak Abu mencariku? Bahkan, mereka sampai harus datang ke rumahku. Apa ada sesuatu yang penting?Selama ini, hubungan kami memang mulai membaik. Karena aku sudah beberapa kali main ke rumah mereka. Aku memang sengaja
"Ken, apa kamu gak ada pikiran untuk kembali rujuk sama Anggun?" tanya Ibu yang seketika membuatku terkejut. Kenapa Ibu bisa berpikir seperti itu?"Enggak, Bu. Lagi pula, aku sudah memberikan talak tiga pada Anggun. Untuk rujuk pun gak akan bisa, Bu. Kenapa Ibu bisa mikir begitu?""Ibu cuma ngerasa kasihan saja, Ken. Menurut Ibu, kamu lebih cocok untuk menjadi sosok Ayah untuk kedua anak Anggun," jawab Ibu.Kenapa Ibu jadi membawa-bawa kedua Anak Anggun? Ini soal hatiku, yang tak akan mudah untuk melupakan sakit hati yang Anggun berikan padaku. Meskipun aku sudah memaafkannya, bukan berarti aku harus kembali pada Anggun."Ibu gak ingat, bagaimana perlakuan Anggun sama Ibu dulu? Kenapa semudah itu Ibu berubah, dan menyuruhku untuk kembali sama Anggun?""Ini kan juga menyangkut masa depan kamu, Ken?""Sudah, Bu. Jangan dibahas lagi, aku malas," kataku lalu berdiri dan masuk ke dalam kamar. Aku ingin mandi, mungkin dengan guyuran air dingin bisa membuat rasa lelah dan penat di tubuhku ke
"Pa, Ma, maaf, saya sudah menjatuhkan talak tiga pada Anggun. Dan secara agama, kami tidak bisa kembali rujuk," jawabku pelan. Aku harap, Pak Abu dan Bu Hanin bisa mengerti."Maaf, Ken. Tapi sebelumnya, Anggun sudah pernah menikah dengan Rian," ujar Pak Abu, yang seketika membuatku terkejut. Entah kapan Anggun menikah dengan dengan Rian, kabarnya saja aku tak tahu."Rian? Apa Rian itu ....""Iya, Ken, Rian itu Ayah biologis Clara. Setelah tahu musibah yang dialami Anggun, Rian datang dan meminta pada kami untuk menikahi Anggun. Dan tentunya, Rian sudah bercerai dari istrinya. Rian bilang, ia merasa iba dengan kondisi Anggun. Dan kami pikir tak masalah, selama Rian tulus pada Anggun. Hanya dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, Rian menceraikan Anggun. Saya mengerti, gak mudah untuk menerima keadaan Anggun yang seperti itu," jelas Pak Abu."Maaf, Ken. Kami memang tidak memberitahu siapapun tentang pernikahan Rian dan Anggun. Hanya keluarga kami saja. Karena Anggun sudah pernah menik