"Kamu mau ice cream?"
Di kursi penumpang mobil Arkan, Siera mengangguk. Pandangan mata perempuan itu lurus ke depan.
"Coklat atau stroberi? Atau, susu vanila aja?"
Lagi, Siera mengangguk. Ia membenarkan apa yang baru saja otak pikirkan. Bahwa, ia menyukai Dean Sandi.
Apanya? Apa yang disuka dari Dean, si mantan suami?
Pertama, pria itu terlihat bagus di mata. Wajah tampan dengan perbandingan pas di bagian hidung, mata dan bibir. Tubuh tinggi, kulit putih. Ditambah pembawaan yang tenang, terkesan tak acuh pada semua hal. Siera seperti melihat pemeran utama drama kesukaan muncul di dunia nyata.
Baik. Katakan itu benar dan lumrah. Namun, benarkah fisik semata yang membuat Siera tertarik pada Dean?
Perempuan itu menggeleng. Sedikit banyak ia kenal bagaiman karakter Dean. Tidak baik, apalagi sempurna. Pria itu memiliki banyak kekurangan, sama seperti Siera juga. Namun, tetap saja. Semua itu tak mem
Tepat saat suapan terakhir Mike melewati tenggorokan pria itu, suara Dean muncul di ruang makan.Siera hanya melirik sekilas. Kembali fokus pada sang mantan ayah mertua."Kamu ini dari mana saja? Ditunggu dari setengah jam lalu. Ayah sudah lapar, jadi makan duluan." Mike menandaskan air dalam gelasnya. Pria itu berdiri degan wajah semringah. "Masakan kamu makin hari makin enak, Siera. Terima kasih untuk makan malamnya.""Kembali kasih, Papa. Mau aku potongkan buah?"Mike menggeleng. "Papa mau nonton sebentar. Kamu, urusi saja ini anak." Ia melirik malas pada sang putra, lalu berjalan meninggalkan dapur.Duduk di kursi bekas Mike, tepat di samping Siera, Dean memasang wajah tak berdosa. Ia tahu perempuan di sebelahnya kesal. Dean terlambat di acara makan malam."Kamu masak apa? Aku dari siang belum makan." Dean menatap berbinar pada lauk di meja. Ikan teri dengan kacang. Sayurnya, daun singkong ditumis. Len
Sekitar pukul lima sore, Siera tampak tertawa sembari terus menatapi Galen. Bocah itu masih saja memegangi kertas gambarnya, sambil sesekali tersenyum.Mereka baru saja pulang dari acara uang tahun itu. Seperti yang sudah Siera terka, acaranya memang menyenangkan, seru, khas perayaan ulang tahun anak-anak.Bagian terbaiknya adalah saat si empunya pesta membuat sebuah acara lomba kecil-kecilan. Anak-anak yang datang diminta menggambar di kertas yang disediakan. Pemenangnya, dipilih berdasarkan voting anak-anak lain.Galen tidak menang, tetapi bocah itu tak berhenti tersenyum pada gambarnya sejak tadi. Penasaran, Siera pun menanyai."Senang, Gal? Dari tadi enggak berhenti senyum?"Galen mengangguk. Matanya berbinar pada gambar hasil buatan yang dipegang. "Ada Papah, Gal, sama Kak Ciela. Gal senang, udah bisa kayak Gio.""Gio?""Anak tetangga depan." Arkan datang dari dapur dengan dua gelas jus j
Hari ini Dean ada kelas siang, pukul 11.20 wib. Sebelum ke kampus, pria itu menyempatkan diri mendatangi mini market milik Arkan, kenalan Siera yang belum apa-apa sudah membuat Dean kesal kemarin-kemarin.Ada yang sedikit berubah hari ini. Dean ke kampus tidak dari rumah. Pria itu berangkat dari rumah Nara.Kemanusiaan. Iba. Mengingat tiga tahun kebersamaan mereka, kemarin, usai Siera pergi tanpa sudi mendengar penjelasan, Dean memutuskan mengantar sang mantan kekasih atau lebih sedap dipanggil mantan selingkuhan pulang.Tak hanya mengantar, lelaki itu juga tinggal di sana hingga pagi, sebut itu menginap, demi merawat Nara yang benar-benar demam.Sungguh tak ada intensi lain, Dean hanya tak ingin Nara sendirian saat sakit. Dan pagi ini, sebelum mengajar, Dean akan menceritakan, menjelaskan dan meluruskan semua pada si mantan istri.Sudah memasuki mini market, kaki Dean langsung menuju rak di mana biasa Siera berdiri. N
Arkan menaikkan alis, memicing sedikit pada Siera yang sedang setengah berbaring di ranjang.Perempuan itu ia bawa ke rumah, setelah tadi sempat pingsan di toko. Dokter di klinik tempat Siera diperiksa berkata Siera demam biasa dan hanya butuh banyak istirahat agar cepat pulih.Barusan, setelah Siera sadar dan Arkan bantu menghabiskan semangkuk bubur, pria itu bertanya mengapa bisa sampai sakit.Jawaban yang diberikan Siera sedikit tak bisa Arkan mengerti. Siera bilang, ia akan demam sehari setelah menangis."Yakin kamu? Bukan karena kelelahan kerja dan banyak pikiran?" Arkan memberikan tiga buah tablet yang harus Siera telan.Yang ditanyai mengangguk sungguh. "Aku jarang sakit. Tapi, kalau nangis, besoknya pasti demam." Ia menyerahkan kembali obat tadi pada Arkan."Ini harus diminum." Arkan menunjuk obat dengan dagu."Masukin ke gelas, larutkan dulu. Aku enggak bisa minum obat utuh gini," jel
Sedang mengambil tas di loker, Siera mendapati ponsel di saku bergetar. Perempuan itu memeriksa, satu pesan datang dari kotak dengan nama Papah Arkan.Isinya, cukup aneh. Ayahnya Gal itu memberitahu akan menjemput, Siera diminta menunggu sebentar.Aneh, karena pesan sederhana itu membuat pipi Siera merona. KEnapa? Ia tidak tahu. Padahal, ini bukan pertama kalinya Arkan datang untuk menjemputnya.Apa status mereka yang sudah berubah membuat tindakan sederhana itu menjadi sesuatu yang perlu dipandang istimewa?Berjalan keluar dari mini market, Siera memutuskan menunggu di area parkir belakang. Perempuan itu duduk di salah satu pohon rindang di sana.Pacar. Pertama kali Siera mendengar istilah itu adalah ketika SMA. Saat teman sebangkunya, Utari, mengenalkan Dimas yang saat itu adalah ketua kelas sebagai pacar.Dua orang, saling menyukai, mengikat diri dalam sebuah hubungan. Berpacaran. Status itu membuat beb
Dean hampir tertidur dalam posisi duduk di sofa, kala telinga menangkap suara dari luar. Seseorang memanggil, sesekali pagar dipukul pelan.Pria itu beranjak, membuka pintu untuk mendapati seorang Nara berdiri di depan pagarnya. Tak banyak berpikir, ia menghampiri.Gembok dibuka, pagar ditarik. Dean berjalan diikuti si mantan kekasih menuju dalam rumah.Mereka duduk di sofa, tanpa suara untuk beberapa saat. Dean dengan tatapan kosong, Nara dengan raut semringah."Pelipis kamu kenapa, An?"Si lelaki tak menyahut. Kosong. Sorot matanya menampakkan rasa lelah, kecewa dan lainnya.Nara berinisiatif saja. Perempuan itu memeriksa salah satu laci meja kayu di dekat dinding. Beruntung sekali karena di sana ada kotak obat.Perempuan itu kembali pada Dean, duduk tepat di samping pria itu. Tak mendapat penolakan kala menyentuh pelipis si pria, ia lanjut ke tahap selanjutnya.Luka di kening D
Dean melambatkan laju mobil kala mendapati sosok Nara. Lagi, perempuan itu mendatangi rumah, saat ini tengah berdiri di depan pagar.Sengaja menghentikan mobil beberapa meter dari sana, Dean melipat dahi. Kembali, sesuatu itu mengusik. Sesuatu yang sudah terjadi, tetapi harus tidak terjadi. Antara dirinya dan si mantan kekasih, dua hari lalu.Kemarin itu, Nara berkata ingin membuatkan makan malam. Memang seperti itu. Setelah ikan goreng sambal dan tumis sawi dihidangkan, mereka pun makan bersama. Setelahnya, terjadi yang aneh. Panas. Ada gelanyar tak asing mendera.Mereka hanya makan, tidak terlibat kontak fisik, lantas mengapa Dean merasa terbakar? Tiba-tiba sekali.Dean sudah meminta Nara pulang saja. Tidak baik berduaan, apalagi di kediaman yang dulu Dean gunakan untuk tinggal bersama mantan istri. Namun, beberapa saat kemudian, Dean malah menghalangi Nara pergi.Semua bermula ketika si mantan kekasih memeluknya. De
Sebagai ganti rugi dan pelipur hati Galen atas pertanyaan yang tak bisa Siera jawab, sore ini si perempuan bersedia diajak jalan-jalan. Hanya mereka berdua, tanpa Arkan. Urusan pekerjaan, si ayah akan menyusul segera setelah senggang.Agendanya, Siera menemani dan mengajari Galan naik sepeda. Maka, sebuah lapangan sepak bola dijadikan tujuan.Sesaat setelah tiba di sana, Galen yang tak sabar langsung menuntun sepedanya berkeliling. Hanya dituntun, tetapi wajah bocah itu lebih cerah dari mentari siang tadi."Bentar lagi, Kak. Bentar lagi ajari Gal. Gal mau keliling dulu."Siera mengangguk saja. Berdiri di pinggir lapangan, ia menontoni Galen. Lelah yang didapat dari pekerjaan sejak pagi perlahan hilang. Melihat Galen tersenyum senang, suasana hati menjadi sangat baik.Puas menuntun sepeda berkeliling, Galen menghampiri Siera. Anak lelaki itu semakin melebarkan senyum kala tangan Siera mengusap lembut kening yang berpelu