Ayas tidak menjawab pertanyaan Tira. Sebab ia masih tak dapat menghentikan tangisannya. Pertanyaan Tira itu justru membuat Ayas semakin bersedih.
Ini kali pertama Tira melihat Ayas menangis. Selama ini Ayas selalu berusaha kuat di hadapan Tira. Ia tidak ingin terlihat lemah. Sehingga Tira merasa tak tega melihat Ayas seperti itu.
“Aku minta maaf jika ucapan Vano tadi menyakiti hatimu. Tapi aku sama sekali tidak bermaksud membuatnya seperti itu,” ucap Tira. Ia tahu apa yang membuat Ayas bersedih.
Tira pun merasa bersalah karena seolah telah menyebabkan Vano tidak menghargainya. Padahal selama ini dirinya bersusah payah membiayai hidup mereka sendirian.
Ayas mengusap air matanya. “Kamu gak perlu minta maaf. Memang aku yang salah. Aku yang tidak bisa memberinya kehidupan yang layak sehingga dia tidak nyaman hidup denganku,” ucap Ayas.
Saat ini ia sudah tidak
Sisca terbelalak mendengar ucapan Ayas. Ia tak menyangka Ayas berani mengusirnya begitu saja. “Kamu!” ucapnya sambil memelototi Ayas. Tira pun terkesiap melihat mamahnya dan Helen ada di sana. “Ngapain kalian di sana?” tanya Tira dengan sedikit membentak. Ia tidak menyangka mamahnya akan secepat itu datang ke rumah Ayas. Tira emosi karena ia sudah susah payah merayu Ayas, tetapi mamahnya malah merusaknya begitu saja. “Harusnya mamah yang tanya sama kamu. Ngapain kamu berhubungan sama wanita seperti dia? Apa kamu lupa bahwa kamu sudah memiliki tunangan?” tanya mamah Tira, kesal. “Ya aku ingat. Saat ini aku masih memiliki tunangan. Tapi, jika kalian tidak angkat kaki dari rumah Ayas saat ini juga, aku akan segera mengumumkan pembatalan pertunangan itu!” ancam Tira. Sisca dan Helen pun terkesiap. Padahal apa pun yang mereka lak
Sontak Ayas langsung menendang Tira yang hampir melepaskan celananya itu. Hingga Tira pun terpental mundur.Bug!“Aww,” keluh Tira sambil memegang perutnya yang terasa sakit karena ditendang oleh Ayas. “Kenapa, Ras?” tanyanya. Ia tidak merasa ada yang salah.Ayas menggelengkan kepala sambil menarik selimut untuk menutupi bagian atas tubuhnya yang terbuka.“Enggak. Ini gak bener. Lebih baik kamu keluar!” pinta Ayas. Ia malu atas apa yang baru saja terjadi.Tira ternganga. Ia tak menyangka Ayas bisa berubah pikiran padahal mereka sudah sama-sama menginginkannya.“Ras, aku tahu kamu juga menginginkannya. Tolong jangan membohongi dirimu sendiri, Ras. Aku bahkan dapat merasakannya,” ucap Tira dengan tampang memelas.Ayas terdiam. Memang benar apa yang Tira katakan. Dirinya sangat menginginkan hal
Tira meminta mamahnya untuk tidak khawatir. Namun, ucapannya berusan justru membuat mamahnya menjadi khawatir.Apalagi Helen. Ia tidak terima jika sampai Tira menikahi Ayas. Mendengar ia bermalam di rumah Ayas saja sudah membuat Helen ingin marah.“Maksud kamu apa, Tir?” tanyanya.“Apa masih kurang jelas? Kami akan menikah. Mungkin dalam bulan ini. Aku sudah tidak bisa menundanya lagi,” sahut Tira sambil berlalu menuju ruang kerjanya.Ia yakin mamahnya tidak akan tinggal diam. Sehingga ia mencari tempat yang sepi agar Vano tidak mendengar perdebatan mereka.“Tir! Kamu jangan ngada-ngada, ya! Kamu ini kan sudah bertunangan dengan Helen. Ingat itu!” ucap Sisca, kesal.“Ya, aku ingat. Tapi itu kan hanya tunangan, bukan pernikahan. Jadi bisa dibatalkan kapan saja,” sahut Tira tanpa dosa.“
Tira cemburu melihat Ayas memikirkan Yoga. Ia sangat posessive, sehingga hanya memikirkannya pun Tira tidak rela.“Enggaklah. Kalau emang aku suka sama dia, kami pasti sudah menikah sejak lama,” jawab Ayas, tegas.“Tolong jangan bicara seperti itu!” pinta Tira.ia cemburu mendengar Ayas mengatakan hal itu. Padahal itu hanya pengandaian.“Aku kan cuma jawab pertanyaan kamu,” sahut Ayas, heran.“Tapi aku cemburu,” sahut Tira, jujur.Ia tidak sungkan atau malu untuk mengutarakan perasaannya di hadapan Ayas. Sebab Tira ingin Ayas mengerti apa yang ia rasakan selama ini.Ayas ternganga mendengar ucapan Tira. “Masa begitu aja cemburu? Aku kan gak selingkuh,” sahut Ayas.Ia merasa Tira berlebihan karena dirinya hanya menjawab apa yang Tira pertanyakan. Tidak dijawab pun pasti akan salah.
Tira sama sekali tidak mengelak atas tuduhan Ayas. “Iya. Aku ingin menghapus semua kenangan kamu bersama pria lain dan menggantikannya dengan kenangan bersamaku,” sahut Tira sambil lanjut memotongi steak milik Ayas.“Kamu nih aneh, ya? Terus gimana caranya aku ngilangin jejak kamu sama wanita lain?” Ayas sebal karena Tira sangat egois.Tira pun tersenyum. Kemudian ia menoleh ke arah Ayas. “Gampang, kok. Lakukan seperti apa yang sedang aku lakukan. Ganti kenangan itu dengan kenangan bersamamu,” jawab Tira.Maksudnya Ayas harus melakukan apa yang pernah Tira lakukan dengan wanita lain untuk menggantikan kenangannya.“Iish! Itu sih maunya kamu!” Ayas kesal karena Tira selalu memanfaatkan kesempatan.“Memang. Kamu pintar, ya?” Tira tidak terlalu pandai untuk berinteraksi dengan wanita. Sehingga ia selalu bicara apa adanya. B
“Ya udah deh biarin aja. Kalau aku perhatiin, nanti dia malah salah paham. Mungkin begini lebih baik,” gumam Ayas. Ia pun berlalu menuju ruangannya tanpa menghiraukan Yoga.Ayas tidak ingin Yoga salah paham jika dirinya terlalu memperhatikan Yoga. Sehingga Ayas lebih memilih Yoga marah dari pada mengira bahwa dirinya memberi harapan.Sore hari, sesuai dengan janjinya, Tira menjemput Ayas ke kantornya. Ia sudah seperti pengangguran yang banyak memiliki waktu bebas. Padahal sebenarnya Tira cukup sibuk. Hanya saja ia lebih memprioritaskan Ayas dari apa pun.Saat Ayas keluar dari lobby, mobil Tira segera mendekat ke arahnya. Kali ini ia tidak turun dari mobil karena Ayas langsung masuk ke mobilnya itu.Ayas tidak sadar ada yang memperhatikannya dari dalam lobby dengan hati yang hancur.Penantian Yoga selama 4 tahun kini sudah dapat dipastikan sirna. Ia sudah tidak memilik
Ayas bingung mengapa Tira tiba-tiba menepikan mobilnya. “Kamu mau ngapain, Pi?” tanya Ayas.Kemudian ia memindai ke sekeliling dan ternyata tempat itu sangat sepi.“Pi, kamu jangan macam-macam, ya! Aku gak mau aneh-aneh lagi, ah,” keluh Ayas. Ia khawatir Tira ingin menyerangnya di mobil.Tira tersenyum. “Aku mau minta bekal sedikit saja, Sayang,” ucapnya dengan tampang memelas.“Tadi siang kan udah di restoran,” sahut Ayas sambil mengerungkan wajahnya.Tira pun terkekeh mendengar ucapan Ayas. Ia paham betul apa yang sedang Ayas pikirkan. “Ya Tuhan … ternyata kamu pikirannya nakal juga, ya,” gumam Tira sambil tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala.Ayas bingung. “Maksud kamu apa?” tanyanya.“Emang kamu pikir aku mau ngapain, hem?” Tira balik berta
“Papi!” keluh Ayas setelah Tira melepaskan tautannya.Tira tersenyum sambil mengusap bibirnya.“Aku yakin yang terakhir itu pasti hasil fotonya paling bagus,” gumam Tira. Kemudian ia melihat hasil foto di ponselnya tersebut.“Nah, benar kan apa kataku. Ini hasilnya paling bagus,” ucap Tira sambil tersenyum. Lalu ia merubah walpaper ponselnya dengan foto tersebut.“Mana?” tanya Ayas. Ia penasaran seperti apa fotonya.“Ini, bagus kan?” tanya Tira sambil menunjukan fotonya pada Ayas.Ayas mengerutkan keningnya. “Hah? Bagus apanya, sih? Ini terlalu vulgar, Pi. Masa kamu jadiin walpaper, sih? Apa kata orang yang lihat nanti?” keluh Ayas.Di foto tersebut hanya terlihat sebelah wajah mereka dengan bibir yang saling bertautan. Bahkan mata mereka sama-sama terpejam. Terlihat