"Kenapa kamu seperti ini?"
Rhea memutar tubuhnya dan mendapati wajahnya berhadapan dengan dada bidang Hansa karena jarak tubuh mereka yang begitu dekat.
Karena perbedaan tinggi dua puluh sentimeter, Rhea harus mendongak agar bisa menatap wajah suaminya. Rhea ingin melangkah mundur untuk memperlebar jarak, tetapi tubuh belakangnya telah menekan pinggiran marmer dingin.
"Bisakah kau membuatkanku segelas susu?" Tanya Hansa. Sadar bahwa Rhea tampak tidak nyaman, dia memutuskan untuk mundur selangkah.
"O-oke." Jawab Rhea, bingung dengan pertanyaan tidak terduga.
Dia segera mengambil gelas lain di rak dan bekerja membuat dua gelas susu hangat untuk dia sendiri dan Hansa. Dia melirik kearah laki-laki itu yang sekarang tengah berdiri di belakangnya, tengah mengawasi dirinya. Diamati seperti itu, membuatnya sedikit gugup. Rhea juga melihat bahwa suaminya itu telah memakai setelan piyama tidur.
Rhea mengambil nampan hitam dari laci bawah lalu meletakk
Seluruh orang di ruangan terkesiap melihat kejadian yang terjadi. Rhea masih terduduk di kursinya, mata coklat madunya menatap dadanya yang kini tercetak noda hitam kecoklatan yang menjijikkan. Dia juga merasakan panas di kulitnya."Maaf, aku tidak sengaja. Maafkan aku."Rhea menghiraukannya. Dia masih terpaku dan mencoba untuk mendinginkan emosinya agar tidak melakukan hal-hal yang dia akan sesali nanti, marah-marah misalnya. Dia tidak ingin tampil di headline berita lagi dalam citra negatif."Rhea kau tidak apa-apa?"Kay langsung secepat kilat mendatangi Rhea dan bersimpuh didepannya. "Tisu, mana tisu?" Ia bertanya dalam keadaan panik dan menoleh ke sekeliling untuk meminta yang lainnya membantunya mencari benda itu."Ini."Tak diduga, Malik lah yang langsung bertindak mencari sekotak tisu dan menyerahkannya. Kay menatapnya terkejut tetapi sedetik kemudian mereka langsung bekerja sama mencoba membersihkan tumpahan kopi di baju
"Tentu saja itu urusanku, suamiku."Selepas kalimat itu diucapkan, Hansa langsung berdiri dan berjalan keluar dari kungkungan mejanya untuk berhadapan langsung dengan wanita tersebut yang kini tersenyum penuh kemenangan."Sudah mengingat istrimu ini?" Tambahnya. Wanita itu menutup jarak diantara mereka. Tangannya bergerak menjalari dada Hansa dan menyentuhnya. Senyum tak pernah lepas dari bibir mungilnya.Hansa menoleh sejenak kearah pintu untuk memastikan bahwa hanya ada mereka berdua, setelahnya dia bergerak mencengkram bahu wanita didepannya."Aggh!" Tangan Hansa bergerak cepat untuk mencekik leher perempuan ini. Tidak ada eskpresi selain kekejaman murni yang tertera diwajahnya. Ekspresi yang jelas tidak pernah ia tampilkan didepan Rhea.Wanita itu tersedak dan tangannya memukul-mukul pergelangan tangan Hansa untuk membebaskan diri. Itu semakin membuat Hansa mengetatkan cengkraman lehernya. Menekan wanita itu hingga punggungn
"Kenapa dengan bajumu?"Rhea berhenti melangkah ketika mendengar suara serak dan dalam yang telah dia kenal dari belakang.Dia menoleh dan mendapati Hansa telah berganti memakai kaos abu-abu yang berhasil mencetak tubuh atletisnya dan celana boxer selutut berwarna gelap.Rhea menyengir mendapati dia tertangkap basah karena dia sebetulnya ingin untuk tidak membiarkannya melihat keadaannya."Ketumpahan kopi panas." Ia menjawab.Hansa mendekat untuk melihat keadaannya dengan lebih baik. Dia memegangi kain yang ternoda dan mengusapnya."Buka pakaianmu." Suruhnya."A-apa?" Rhea langsung tergagap dan memerah. Dia tidak salah dengar kan?Hansa memegangi tangannya, membawanya menuju ke ruang santai yang letaknya terpencil dan tidak pernah Rhea datangi. Dia mendudukkan Rhea yang masih linglung berkat perkataan Hansa yang menyuruhnya membuka pakaian.Hansa membuka lemarin penyimpanan dan mengambil kit yang berisi kumpulan botol sa
"Bisakah kamu melakukannya Ambari?"Dia membelakangi dayang kepercayaannya itu. Tangannya saling bertaut di belakang punggungnya. Ia menatap ke luar dengan tekad penuh di matanya. Ada banyak luka, kekecewaan, kemarahan, dan keinginannya untuk bertahan."S-saya..."Wanita yang membungkuk hormat dibelakangnya tergagap dalam menjawab. Ia menoleh kesana kemari dengan panik."Cut!"Rhea melemaskan bahunya setelah kata itu diucapkan. Dia memberikan pandangan jengkel kearah lawan mainnya yang sekarang tengah melakukan re-make up oleh kru.Toni menggerakkan-gerakkan kakinya dengan ritme cepat dalam duduknya. Menahan berang karena adegan yang menurutnya mudah ini ternyata telah menghabiskan waktu begitu lama karena aktris pendatang baru itu ternyata gagal mengucapkan line dialognya.Dia menatap Rhea yang masih mempertahankan kesabarannya dan mengulangi adegan dengan kualitas yang bahkan lebih baik setiap kali retake ulang."Ulangi
"Aku bisa membuat novel dengan itu." Pungkas Rhea.Mereka tengah dalam perjalanan pulang ke rumah Rhea dan aktris itu memutuskan untuk menjadikan asistennya sebagai tempat bercerita mengenai mimpinya. Rhea benar-benar merasa ada yang salah dalam mimpi itu. Satu, mimpi itu terus berlanjut. Dua, dia terikat dengan tokoh Sekar dimimpinya. Tiga, dia tidak bisa menghilangkan perasaan anehnya sehabis terjaga dari mimpinya. Dia butuh tempat curhat dan pilihan teraman adalah curhat dengan Kay. Dia sendiri tahu bahwa ucapannya terdengar gila dan tidak masuk akal sehingga dia tidak ingin berita itu bocor. Hal terakhir yang ia inginkan adalah berita bahwa dia gila."Buatlah. Aku pasti akan membelinya." Balas Kay.Dia geleng-geleng kepala dengan penjelasan Rhea. Wajahnya menampilkan ekspresi prihatin dan dia sebenarnya masih memikirkan tentang reinkarnasi. Dia mencoba untuk mengangkat topik itu kembali."Bagaimana dengan reinkarnasi?" Pancingnya.Rhea me
Tidak ada yang lebih dibenci Hansa selain dari orang-orang yang membenci Rhea. Siapapun yang berani berbicara buruk tentang dia, Hansa akan selalu mengingatnya dan memberinya balasan yang setimpal. Aktris itu, Shelli, dia telah memberi perintah kepada seluruh anak perusahaannya untuk memutuskan kontrak dengannya jika punya, dan selamanya dibanned oleh Prisma. Itu berarti, setelah Hansa berhasil mengakuisisi WinaHouse yang merupakan rumah produksi film yang menguasai hampir setengah pasar perfilman, Shelli tidak akan pernah bisa mencapai puncak karirnya, dan mungkin bisa membuatnya terdepak dari dunia hiburan. Kejam? Hansa memang tidak pernah mengakui kalau dia orang baik.Jadi bayangkan betapa marahnya dia mendengar bibinya sendiri memarahi istrinya dan mengatainya vas kosong."Memastikan apa Tante?" Tanyanya.Dia berjalan ke tempat kejadian. Dia menatap Karna dan perempuan asing sekilas lalu mengacuhkannya. Dia menatap tantenya, lalu ke arah lantai dimana pecah
Dia melakukannya.Dia telah berhubungan seks dengannya.Rhea terjaga dalam bayang-bayang kegelapan kamar mereka. Penerangan satu-satunya berasal dari lampu tidur yang terletak di nakas disisi samping ranjangnya. Dia menghela nafas. Dia telah bersandar di sandaran ranjang, menatap ke lukisan yang terpajang di dinding kamarnya dalam pencahayaan buruk. Dia tidak peduli, lagipula pikirannya sekarang tengah melayang ke topik lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan gambaran di dinding.Seks tadi berjalan hebat. Tapi bukan itu letak masalahnya.Ada yang mengganjal di pikirannya. Seolah ada sebuah perasaan yang ingin menyatakan bahwa dia telah membuat pilihan yang salah. Rhea kembali menghela nafas sekali lagi, ia menoleh ke sisi sampingnya dimana Hansa tengah tertidur dengan tangan merangkul perutnya dengan selimut yang menutupi ketelanjangan mereka sebagai penghalang.Dia tertidur dengan nyenyak dan Rhea sama sekali tidak punya pikiran menge
Tamu yang merusak hari sabtunya dengan Rhea adalah orang terakhir yang dia inginkan untuk datang ke rumahnya. Hansa sedikit menegangkan tubuhnya sebelum berjalan menghampirinya."Kenapa kamu disini?" Tanyanya dengan tidaksukaan yang terlihat."Mengunjungi rumah." Balas wanita itu."Emma," Hansa memperingatkan, tangannya mencengkeram lengan wanita itu yang datang dengan memakai midi dress warna jingga.Emma, wanita itu balas menatapnya lalu melirik tangan Hansa di lengannya. Hansa melepaskan cengkramannya. Sebanyak dia ingin mengusir wanita didepannya ini, dia harus menahan untuk tidak melakukannya. Dia telah membuat kesepakatan dengan Emma meski Hansa tidak memercayai dia sepenuhnya."Selamat pagi Hansa." Sapa Emma. Dia tersenyum lebar kearah pria itu, seolah-olah kejadian dimana dia mencekiknya hingga hampir membuatnya kehabisan napas tidak terjadi.Dia mendekat dan memeluk dada bidang Hansa. Sengaja melakukannya ketika dia melihat seorang