Keberhasilan Risa membeli motor baru, menjadikan dirinya mendapat julukan baru dari teman-teman sekelasnya yaitu the new rising star girl. Risa sangat senang dijuluki oleh rekan-rekan sekelas sebagai gadis bintang baru di sekolahnya, suatu julukan yang membuat gadis manapun menerimanya akan sangat senang. Entah criteria apa yang menobatkannya sebagai rising star di sekolahnya yang setiap tahun rutin diadakan oleh OSIS sekolah ini.
“Selamat, ya Ris! Dapat juluk baru nih, gadis bintang baru di sekolah!” ucap Aisyah dan teman-teman sekelasnya memberikan ucapan selaman kepadanya.
“Makasih!” sahut Risa senang, kawan-kawannya mengapresiasi julukan yang sangat ingin dida
Diana mendapat pesan baru dari nomor yang tidak dikenalnya, itu yang membuatnya agak enggan cepat-cepat membawa pesan tersebut. Dibiarkannya dulu pesan itu mengendap di layar monitor ponsel sampai selesai pekerjaannya hari ini, barulah dia membukanya sebab rasa penasaran aka nisi pesan dan siapa pengirim pesan tersebut. Dalam hati Diana bertanya-tanya, siapakah lagi orang yang tahu nomornya kecuali Bik Ros dan keluarganya serta beberapa orang TKW yang bekerja di kota ini, yang diizinkan oleh majikannya untuk menyimpan HP di kamarnya. Kebanyak Tenaga Kerja Wanita dikota ini tidak dibolehkan menyimpan HP sebab ditakutkan melakukan suatu hal yang akan merugikan majikan, alasan itulah yang membuat banyaklah majikan di kota ini tidak mengizinkan para pembantunya memegang HP.
Untuk membuktikan kebenaran cerita Bu Jumin tentang kelakuan Bik Ros dan keluarganya, Diana sengaja menunda pengiriman uang ke rekening Risa untuk mengetahui reaksi yang akan diberikan oleh Bik Ros jika dia terlambat mengirimkan uang. Diana membiarkan saja tanggal muda berlalu di bulan ini dengan harapan akan mendapatkan pesan dari Bik Ros atau Risa mengapa dia belum berkirim uang ke kampung. Sudah hampir tanggal tujuh di awal bulan, Diana belum juga berkirim uang kepada Bik Ros dan anehnya dia belum juga mendapat pertanyaan dari kampung tentang belum dikirimnya uang ke rekening miliknya Risa. Sebenarnya di kampung, Risa sudah sangat gelisah sekali sebab di rekeningnya tidak ada saldo lagi, terakhir saldonya dia belikan sebuah HP Vivo terbaru yang lumayan ke
Dua tahun kemudian! Hujan badai tengah melanda negeri padang pasir ini, suasana rumah begitu senyap karena ditinggal oleh tuan rumahnya menunaikan ibadah haji. Hanya dirinya dan Tuan Muda yang tinggal, sebenarnya Nyonya Aminah hendak mengajak Diana juga menunaikan ibadahhaji mumpung sedang berada di kota suci ini, sayangnya dia merasa belum tepat waktunya untuk menghadap ke baitul maqdis karena disadarinya bahwa dia sedang terbalut oleh dosa. Bukankah jika ingin menunaikan ibadah haji sebaiknya diri dalam keadaan suci sedangkan dia dalam keadaan sebagai pendosa yang selama ini dilakukannya. Dia tidak mau mengotori tempat suci itu dengan segala dosa yang telah diperbuatnya selama menjadi pembantu di rumah majikannya. Kalau ingin, siapa sih yang tidak ingin da
Terik sinar matahari siang ini begitu menyengat, terasa panas saat membakar kulit yang tanpa pelindung. Herman belum juga berteduh ke dangau di tengah sawah, dengan sigapnya dia masih membajak sawah miliknya dengan traktor. Tak peduli dengan keringat yang bercucuran membasahi baju, semangat sekali dia bekerja untuk menuntaskan pekerjaan membajak sebelum petang datang membayang. Sementara di dangau, duduk dengan risau seorang perempuan muda yang memandang dan memanggil-manggil suaminya untuk beristirahat. “Kak, istirahatlah dulu! Hari sudah siang,” ucapnya memanggil sang suami, pria muda yang masih sibuk dengan traktor bajak di tengah sawah. “Ya, sebentar lagi. Tanggung, Dik,” terdengar jawaban mengalun pelan searah angin bertiup ke arah danggau tempat sang istri menunggu.
“Kak, aku mau jualan?” ucap Diana ketika mereka sedang beristirahat di kamar. “Jualan?”tanya suaminya mengernyitkan alis heran dengan keinginan sang istri. “Ya, jualan, Kak! Tak ada yang salah kan dengan keinginanku?’ ungkap Diana merasa kesal dengan pertanyaan bodoh suaminya. “Jualan apa? Memang kamu punya modal?” “Jualan Beruge!” “Beruge?” “Ya, aku mau menjual makanan khas daerah kita?” kata Diana
Diana termenung sendiri di sudut kamarnya, perkataan kasar Herman masih begitu membekas di relung hatinya yang paling dalam. Tidak disangka begitu tega suaminya memojokkan dirinya dengan mengatakan telah berselingkuh. Dia tak bisa menerima perkataan kasar suaminya yang tidak tahu menahu tentang persoalan yang bagi dirinya dianggapnya sebagai fitnah belaka. Terpikir dalam dirinya untuk menghadirkan Pak Wongso kehadapan suaminya agar dapat menerangkan bahwa diantara mereka tidak ada hubungan sama sekali. Tapi apakah itu usul yang baik, batin dalam hati, atau malah akan membuat salah paham semakin menjadi. Pusing juga Diana memikirkan masalah yang membuatnya tidak dapat memejamkan mata sementara malam telah larut. Suaminya sejak tadi sore setelah cekcok dengannya sudah selarut ini belum juga ada tanda-tanda kembali ke kamar mereka. Mungkin Herman sudah tidur di kamar tamu menenangkan emosi dirinya yang tak tertahankan meluapkan segala amarahnya tadi sore. Ta
Predikat janda yang disandangnya oleh Diana, membuat orangtuanya tidak nyaman dan merasa was-was, sebab begitu banyak janda yang dilabrak oleh ibu-ibu yang merasa suaminya digoda olehnya. Padahal jika ingin jujur lebih banyak pria hidung belang beristri yang suka menggoda janda, baik untuk dijadikan istri siri atau hanya pemuas saja. Image buruk yang melekat pada diri seorang janda,membuat Diana merasa tidak nyaman dengan posisinya sebagai janda muda nan cantik dan aduhai. Banyak pasang mata lelaki hidung belang yang sudah beristri atau belum menggodanya hampir setiap hari, ada saja ulah mereka ketika ingin menmuinya yang disebut mereka sebagai janda kembang. Banyaknya kumbang yang menghampiri dirinya, membuat Diana gerah dan tidak aman. Apalagi
Sepulang dari perjalanan refreshing ke Curup, Diana berpapasan dengan Pak Wongso di rute jalan yang dilewati menuju rumahnya. Pak Wongso membunyikan klaksonnya begitu berpapasan dengan Aksan yang memboncengnya, dibalas klakson juga oleh Aksan sebagai penghormatan sesame pengguna jalan. Begitu tiba di rumah, Diana bertanya dalam hatinya, jangan-jangan Pak Wongso tadi habis bertamu ke rumahnya. “Ibu, tadi di jalan tanjakan tebing kuburan aku ketemu Pak Wongso,” ucap Diana ketika bertemu Ibunya di teras rumahnya ingin tahu, “Ya, tadi dia dari sini, mengobrol dengan Ibu tentang Kau!” kata Ibunya memberitahu dirinya jika Pak Wongso habis bertamu ke rumahnya dan menanyakan perihal dirinya.&nb