"Sial!" umpat Sarah.
Gadis dengan perawakan tinggi kurang lebih 160 cm. Rambut sebahu, berwajah jutek itu terlihat kesal saat mengingat kejadian malam itu."Kau kenapa mengumpat seperti itu," timpal Jehan."Jika dia tidak ditolong oleh pemuda itu. Pasti aku sudah memberi dia pelajaran," sahut Sarah."Tenang saja. Itu dia baru saja masuk gerbang sekolah," tunjuk Freya pada dua gadis yang berjalan bersamaan masuk gerbang sekolah.Sarah menatap sengit pada salah satu gadis itu. Bagaimana tidak? Sudah hampir satu minggu dia mulai membangkang. Kedua tangan Sarah mengepal erat."Lihat saja, Del. Hari ini aku pastikan kau tidak akan nyaman berada di sekolahan.""Apa yang akan kau lakukan pada dia?" tunjuk Freya mengangkat tangannya ke depan."Kau lihat saja nanti!" Sarah membalikkan tubuhnya."Auw!" pekik Freya saat tubuh Sarah menabraknya. "Kenapa dia?"Jehan menahan tangan Freya saat gadis itu hendak mengejar Sarah. Jehan menggelengkan kepalanya."Jangan sekarang, nanti kau akan kena imbasnya. Kau lihat sendiri suasana hatinya sedang tidak baik," ujar Jehan.Freya dan Jehan kembali memperhatikan dua sosok gadis yang sedang berjalan beriringan.Saat Kayana hendak menapakkan kakinya pada anak tangga pertama. Seorang pemuda memanggilnya dan itu membuat Kayana mengurungkan niatnya untuk menaiki anak tangga."Del, aku akan ke sana dulu. Apa kau ingin ikut?" ajak Kayana."Tidak. Aku akan langsung ke kelas saja," jawab Adelia lesu.Kayana menganggukkan kepalanya. Saat Kayana melangkah mendekati Hendy. Tanpa sepengetahuan Kayana, Adelia justru memutar balikkan langkahnya. Gadis itu memutuskan untuk pergi ke toilet.Adelia menatap dirinya sendiri pada cermin yang ada di depannya. Entah apa yang dilihat Adel pada bayangan dirinya yang terpantul pada kaca itu. Lantas dia mulai menggelengkan kepalanya."Ti-tidak!" Adel menutup kedua telinganya. Seolah-olah dia baru saja mendengarkan sesuatu yang membuat telinganya terganggu.Adel jongkok sambil terus menutupi kedua telinganya. Dia terlihat putus asa, tertekan, dan khawatir yang berlebihan. Dia duduk dengan menekuk kedua kakinya dan menundukkan kepalanya di antara lututnya. Stres dan Frustrasi. Keadaan Adelia benar-benar memprihatinkan.Sementara itu Kayana sudah menyelesaikan urusannya dengan Hendy. Dia pun bergegas menaiki anak tangga menuju kelasnya. Namun, setelah sampai di dalam kelas Kayana tidak menemukan Adelia.Kayana mendengkus dan berkacak pinggang. "Di mana dia?" ucapnya lirih. "Bukanlah dia tadi bilang akan ke kelas, tapi——jangan-jangan." Kayana berlari kembali menuruni anak tangga.Saat menuruni anak tangga, Kayana memang tidak begitu memperhatikan keadaan sekitar. Hingga dia tak sengaja menabrak seseorang tepat di anak tangga terakhir."Adelia!" pekik Kayana. Gadis itu langsung memegang kedua bahu Adelia. "Kau dari mana? Kau tidak apa-apa kan?" Kayana terlihat khawatir dan memperhatikan wajah Adelia."Aku tidak apa-apa, kok," sahut Adelia dengan nada lemas dan tidak semangat."Kau habis dari mana? Katanya kau akan langsung ke kelas, tapi———""Aku ... aku dari toilet," sela Adelia tidak ingin memperpanjang alasan."Toilet?" Kayana mencerna kata-kata Adelia dan mengerutkan alisnya. "Apa kau baru menangis?" imbuh Kayana."Ti-tidak," balas Adelia. Gadis itu langsung melewati Kayana begitu saja. Dia bergerak menaiki anak tangga.Adelia menaiki anak tangga tanpa menoleh lagi ke belakang atau memanggil nama Kayana.Kayana membalikkan badannya dan menatap punggung sahabatnya. "Aku merasa ada yang aneh dengan Adelia," ujar Kayana lirih.Kayana merasa heran pada perubahan sahabatnya itu. Adelia yang dulu dikenal sebagai sosok gadis yang ceria dan murah senyum. Kini sosok itu tidak lagi tampak pada diri Adelia.Justru dari situ Kayana berpendapat jika Adelia sedang ada masalah keluarga. Ya, tentunya tebakan Kayana salah. Kayana memang belum tahu pastinya apa yang sedang menimpa Adelia.Kayana bergegas berlari menaiki satu demi satu anak tangga untuk menyusul Adelia dan dia pun langsung merangkul sahabatnya itu dengan penuh kehangatan. Senyum terukir di bibir Adelia, tapi senyuman itu terkesan sangat terpaksa.***Ting Tuing!Bel berbunyi dua kali menandakan jika pelajaran di jam terakhir telah usai. Semua anak-anak berhamburan keluar dari dalam kelas.Kayana terlihat santai memasukan bukunya ke dalam tas. Namun, berbeda dengan Adelia. Gadis itu tampak diam mematung dengan tatapan kosong."Del ...." Kayana menepuk bahu Adelia. "Aku dan Hendy akan mampir ke kafe sebelah untuk membahas soal-soal matematika. Apa kau ingin bergabung?"Adelia tidak menangkap fokus ucapan Kayana. "Apa? Kau bicara apa tadi?""Aku dan Hendy akan ke kafe sebelah. Apa kau mau ikut?" ucap Kayana mengulang kembali kalimat tersebut.Saat Adelia hendak merespons, Bu Ratna memanggil Adelia. Guru muda itu menyuruh Adelia untuk ikut ke kantor guru."Kalian berdua pergilah dulu ke kafe. Nanti aku akan langsung menyusul kalian ke kafe. Aku harus ke ruang guru terlebih dahulu.""Baiklah. Kau pasti akan menyusul kami, kan?""Tentu saja," sahut Adelia.Kayana dan Adelia berpisah di depan ruang kelas. Kayana pergi menghampiri Hendy, sedangkan Adelia berjalan di belakang Bu Ratna."Bagaimana dengan Adelia?" tanya Hendy."Nanti dia akan menyusul kita ke kafe."Di ruang guru, Adelia duduk disebuah kursi sambil menunggu Bu Ratna. Saat menunggu wali kelas itu, dalam benak Adelia muncul berbagai macam pertanyaan.Ada apa Bu Ratna membawaku ke ruang guru? Apa ini soal——"Adel ...," panggil Bu Ratna yang duduk di depan Adel.Adelia mengangkat kepalanya dan menatap wali kelasnya itu. Netra hitam Adel beralih pada dua lembar kertas yang ada di atas meja."Akhir-akhir ini nilaimu merosot drastis," lanjut Bu Ratna.Adel terdiam sangat lama. Dia menatap lembaran kertas dengan banyak coretan bolpoin berwarna merah di sana."Apa kau sedang ada masalah? Tidak seperti biasanya kau seperti ini. Ibu sering melihatmu melamun juga. Ada apa? Ceritakan pada ibu jika memang kau ada masalah. Baik di rumah atau di sekolahan." Bu Ratna menatap Adel dengan tatapan penasaran."Ti-tidak ada, Bu," elak Adel."Kau yakin tidak ada apa-apa? Ibu menangkap sesuatu, kau seperti sedang tertekan."Adel menggelengkan kepalanya. Gadis itu terus mengelak dan menutupinya."Adel——""Aku tidak apa-apa. Tolong, jangan memaksaku," potong Adel. Berdiri dan segera keluar dari ruang guru.Bu Ratna sempat terkejut dengan sikap Adelia. Sebelumnya Adel memang tidak pernah membantah. Hal itu menjadi pusat perhatian para guru yang ada di dalam ruangan.Adel berlari dan masuk ke dalam toilet. Dia masuk ke dalam salah satu bilik yang ada di toilet dan duduk di kloset.Adelia tersentak kaget saat sebuah suara memanggil namanya dengan membentuk sebuah irama. Adelia mulai terlihat cemas dan takut. Lantas dia menutup mulutnya sendiri dengan tangannya."Adel ... oh Adel ...."Suara itu semakin mendekat dan begitu jelas di telinga Adelia."Adel ... apakah kau di dalam?"Adelia mengenali suara tersebut. Suara Sarah yang begitu pelan dan halus, akan tetapi terdengar mengerikan di telinga Adel."Keluarlah Adel ... atau aku yang akan mengeluarkan mu secara paksa dari bilik ini.""Kau yakin dia masuk ke dalam toilet?""Aku begitu yakin dia masuk ke dalam toilet setelah keluar dari ruang guru dan berlari.""Adeel ...!"Terdengar sebuah gebrakan tangan saat membuka pintu bilik toilet satu demi satu. Adelia semakin ketakutan. Dia mengangkat kedua kakinya ke atas dan menutup telinganya.Apa yang akan terjadi pada Adel?"AAA!"Sarah, Freya, dan Jehan berada di dalam toilet sekolah. Ketiganya berdiri di depan salah satu bilik. Sarah tampak memainkan sepatu kanannya, menghentak-hentakan ke lantai."Adel ... apa kau tidak ingin keluar dari dalam sana?" gertak Sarah. "Satu pintu lagi. Aku pastikan kau ada di balik pintu bilik terakhir ini."Belum sempat tangan kanan Sarah mendorong pintu bilik tersebut. Pintu itu telah terbuka dan muncullah Adel di balik pintu."Aha ... akhirnya kau keluar juga, Del."Sarah maju beberapa langkah, sedangkan Freya berdiri di samping kanan pintu dan Jehan berdiri di sebelah kiri. Ketiganya melipatkan tangan mereka dan menatap Adelia.Adel menundukkan kepalanya. Gadis itu tidak berani membalas tatapan dari Sarah, Freya, dan Jehan."Anak pintar," ujar Sarah menepuk pipi kiri Adelia. "Dengar baik-baik. Jika sampai kau mengadu--besok atau lusa--kau akan mendapatkan yang lebih buruk dari ini. Paham!" Sarah mencengkeram kuat rambut Adel dan menariknya dengan kuat. Hal itu membuat Adel b
Kayana melangkah tergesa-gesa. Dia hanya ingin cepat sampai di rumah. Kayana terus melangkah sambil sesekali dia menoleh ke belakang. Dia takut jika pemuda tadi ternyata mengikutinya. Ada rasa lega saat di belakang tidak ada siapa-siapa. Namun, rasa tegang seketika muncul saat melihat pintu rumah terbuka."Ke-kenapa pintu ini terbuka?" Kayana perlahan masuk ke dalam rumah."Kau sudah pulang, Kay." Sebuah suara mengejutkan Kayana."I-ibu ...," sahut Kayana kaget sambil memegang dadanya."Kenapa kau terkejut seperti itu? Apa kau tidak suka ibu pulang ke rumah," balas wanita berambut panjang sebahu dengan rol rambut terpasang di poni depan."Se-sejak kapan ibu pulang?" tanya Kayana."Baru beberapa menit yang lalu. Ayo, makan," ajak Laras. Wanita itu menaruh sepiring tumis sayur di atas meja dan di sana sudah tersedia dua piring dengan nasi di atasnya."Aku mau membersihkan diri terlebih dahulu, bu," balas Kayana."Baiklah. Pergilah mandi, ibu akan menunggumu."Kayana berlalu dari sana d
Satu jam sebelum kejadian terjadi. Adelia mengangkat kotak yang baru dia bawa dari kelasnya. Adelia ingin membawa kotak tempat susu itu ke ruang guru. Namun, tak disangka justru dia bertemu dengan Sarah, Freya, dan Jehan.Ketiga gadis itu menghampiri Adelia. Sarah mendekatkan kepalanya, dia seperti hendak membisikan sesuatu di telinga Adel. Saat bibir itu hampir menyentuh telinga Adel dan desiran napas hangat memutar di sekitar daun telinga Adelia. Mata indah itu mendadak membulat dengan sempurna. Setelah itu Sarah menepuk pipi Adelia dengan menggunakan tangan kanannya. Setelah itu ketiganya berlalu dari hadapan Adelia.Satu jam setelahnya, sekolah SMA Harapan gempar karena kejadian yang mengejutkan di pagi hari. Salah satu siswi sekolah tersebut loncat dari roof top. Bunuh diri atau kah ada yang mendorongnya?***Flashback,Sehari sebelum kejadian. Sebagai seorang sahabat, Kayana memang selalu memperhatikan Adelia. Sejak sikap aneh dari Adel, Kayana sudah merasakan firasat buruk y
-Kita tidak bisa tahu siapa teman yang baik dan buruk, tapi kita bisa memilih mana yang bisa dijadikan teman yang baik dan buruk-••Kayana masih terngiang-ngiang dengan apa yang Bima ucapkan. Kayana terus menatap benda yang ada di tangannya. Berkali-kali dia membaca rangkaian huruf yang ada di kertas tersebut."Aahh, aku harus bagaimana?" keluh Kayana lalu terduduk lemas di atas sebuah bangku.Termenung gadis cantik itu di sana. Tatapan nanar kembali menghiasi saat ingatan itu berjalan melintas. Perlahan kedua tangannya memegang kepalanya dan Kayana menggeleng pelan."Adel, kenapa kau melakukan tindakan bodoh?" Isak tangis mulai terdengar mewarnai sekitar. "Tidak kah kau ingat akan janjimu padaku diwaktu itu? Kau bilang akan mengejar impian bersama denganku, tapi kini ...." Kayana terdiam sesaat, tangan kanannya terangkat ke atas dan menyekat air matanya. Kayana mendongakkan kepalanya agar air mata itu tidak kembali meluncur lolos dari tempatnya.Kepala itu kembali menunduk dan kedua
-Kamu tidak akan pernah mencapai tempat yang lebih tinggi jika kamu selalu menjatuhkan orang lain-•Hidup adalah sebuah perjalanan. Kita hanya mampu berjalan ke depan, tanpa menoleh ke belakang. Masa lalu hanyalah sebuah masa yang sangat tidak berguna.Masa depan menantimu, jangan kau terbelenggu di masa lalu yang kelam. Terkadang aku bingung terhadap semua orang. Mengapa? Aku berpikir, apa ini? Kenapa aku berbeda. Ralat, aku spesial. Mempunyai dua kepribadian bukanlah hal yang sulit bagiku. Musuh hanya seperti nyamuk di tanganku. Semua ku atur, semua ku bunuh. Jalan penuh duri terus ku lalui. Lelah? Tidak, aku tidak lelah sama sekali. Yang ku rasakan hanyalah hampa. Kau tahu? Kehilangan seorang yang di cintai itu sakit. Hmm. Pembullyan selalu datang menghampiriku? Orang tua ku bercerai, nenekku meninggal. Aku kuat? Ralat, aku sangat lemah. Aku berpikir, apa yang sedang di rencanakan Tuhan. Mereka menyebutku iblis, tapi ... Aku spesial, ku akui itu. "Dasar cupu! Lemah!" Bullya
Kayana berlari menyusuri trotoar malam itu. Sesekali dia menoleh ke belakang melihat apa mereka masih mengejar. Ah, ternyata mereka masih berada di belakang Kayana.Siapa mereka?Mereka pastinya adalah Sarah beserta antek-anteknya.Sarah dan gerombolan mengejar Kayana yang begitu sangat ketakutan. Kayana berlari sambil sesekali melihat ke belakang. Akhirnya Kayana memilih belok ke bangunan kosong dan sebagian sudah roboh.Kayana berhenti saat merasa mereka sudah tidak mengejarnya. Kayana membungkuk dan mengatur napasnya pelan-pelan agar kembali teratur. Merasa sudah aman, Kayana kembali meneruskan langkahnya."Hei!" Sebuah teriakan membuat Kayana harus kembali berlari."Aku pikir mereka sudah tidak mengejarku lagi, tapi dugaanku salah." Suara familiar yang sudah tidak asing bagi Kayana.Deru napas yang tidak teratur di sela-sela Kayana berlari dan gelapnya malam membuat Kayana makin kesulitan.Tiba-tiba Kayana berhenti saat dia melihat segerombolan pemuda tengah menghajar seseorang. K
Kayana merebut ponsel dari tangan Evan. Ponsel yang sudah benar-benar mati total itu adalah satu-satunya barang berharga yang dimiliki Kayana. Antara marah dan bingung, Kayana terlihat sangat kecewa sekaligus kesal karena dia sendiri tidak punya uang. "Berikan ponselmu padaku. Aku akan bertanggung jawab memperbaiki ponselmu itu," kata Evan.Bimbang yang dirasakan Kayana. Gadis itu tidak langsung merespons Evan. Netra hitam Kayana fokus menatap benda pipih yang sedang dia pegang. Evan pun kembali merebut ponsel dari tangan Kayana. "Berikan padaku!""Tidak per———""Sst ... jangan protes!" potong Evan tegas. "Aku janji ponsel ini akan kembali normal. Setelah itu aku akan langsung memberikan benda ini padamu. Paham," tegas Evan, lalu dia memasukkan ponselnya itu ke dalam saku celananya.***Setelah kejadian itu Kayana sering merenung sendiri dan untungnya besok adalah hari minggu jadi Kayana merasa lega akan keselamatan dirinya sendiri. Dia memikirkan tentang dirinya jika nanti bertemu
Kayana tersentak saat Evan tiba-tiba berhenti di depannya. Pemuda itu langsung memberi kode dengan menggerakkan kepalanya yang memakai helm. Kayana yang tidak peka hanya diam mematung, lalu Evan membuka kaca helmnya dan barulah Kayana paham siapa pemuda yang ada di depannya itu."Naiklah," kata Evan memberi perintah pada Kayana. Kayana sempat mengalihkan pandangannya dan tertuju pada Sarah, Jehan, dan juga Freya. Dengan buru-buru Kayana langsung naik ke bagian belakang motor milik Evan."Pegangan!" perintah Evan."A-apa? Pe-pegangan?" kata Kayana sedikit gugup.Lantas Evan kembali membuka helmnya dan menengok ke belakang. "Jika kau tidak pegangan. Kau akan jatuh," lanjutnya."Ah, i-iya." Kedua tangan Kayana mencubit jaket hitam yang dikenakan oleh Evan, tapi pemuda itu tidak menyadarinya. Dia langsung tancap gas motornya dan hampir saja membuat Kayana terjungkal ke belakang. Untungnya Kayana dengan reflek melingkarkan kedua tangannya di pinggang Evan.Tindakan Kayana membuat Evan kag