Irish mendekati Chelsea, entah mengapa ia sakit hati dengan ucapan Chelsea dan hendak memberikannya pelajaran, saat itu Irish mengangkat tangannya seraya ingin melayangkan sebuah tamparan tepat di pipi Chelsea, namun rupanya hal itu disadari oleh Chelsea dan ia bisa menangkisnya dengan mudah. Chelsea memelintir pergelangan tangan Irish hingga membuatnya merasa kesakitan, wajahnya pucat pasi lantaran harus menanggung malu karena Chelsea tidak semudah itu untuk ia jatuhkan, sementara Chelsea sendiri terlihat sangat berani melakukan hal tersebut pada selingkuhan suaminya itu. "Lepaskan aku, lepaskan tangan ku!" maki Irish yang merasa kesakitan. "Apa kau merasakan sakit? Ini belum seberapa sakit dari pada perbuatan mu itu, Irish. Kau dengan berani mengambil ayah dari anak-anak ku, dan itu jauh lebih menyakitkan dari ini," ucap Chelsea masih memelintir tangan Irish. "Itu bukan salah ku dan mas Edo, salah mu sebagai istri tidak bisa mengurus suami, lebih baik kau sadar diri, Chelsea!" m
"Cukup Chelsea, aku tidak mau lagi mendengar ucapan dan keluhan kamu itu, karena terus terang saja, mau seberapa pun kau berusaha, tapi tetap saja kau bukan lah wanita yang aku suka, aku sama sekali tidak pernah berniat untuk membuka hatiku, apalagi sekarang ini kamu sudah tidak sama sekali menarik, kau sudah memiliki dua orang anak, dan tentunya semua perhatian akan tertuju pada mereka berdua, jadi sekarang lebih baik kau fokus saja dengan Tasya dan Dinda," ucap Edo menatap penuh kebencian. "Apa tidak ada sedikit saja kesempatan yang bisa kamu berikan untukku Mas?" pinta Chelsea masih berharap. "Tidak Chelsea, aku sama sekali tidak memberikan kesempatan apapun padamu, tujuan ku mengajak mu pindah ke sini karena aku muak dengan semua peraturan yang diberikan ayah padaku, jadi setelah aku bebas, aku ingin fokus pada diriku dan cintaku, dan cintaku itu bukan kamu, tapi Irish." jelas Edo tegas. Edo melenggang pergi seolah ucapannya sama sekali tidak menyakiti hati isterinya, dan saat
Di sebuah salon yang cukup terkenal, berdiri Chelsea seorang diri setelah diantarkan oleh supir pribadi milik tuan Bram, saat itu Chelsea tersenyum ragu apakah keputusan yang ia pilih itu adalah keputusan yang sudah tepat? Suara dering ponsel cukup mengejutkan Chelsea saat itu, ia langsung meraih ponselnya lalu mengangkat telpon tersebut. "Ya Ayah," sapa Chelsea ketika telponnya terhubung pada tuan Bram. "Chelsea, bagaimana dengan salon yang Ayah pilih? Apa kau menyukainya?" tanya tuan Bram penasaran. "Aku baru saja tiba Ayah, dan aku masih berdiri di depan salon, tiba-tiba nyaliku ciut Ayah, apa aku pantas melakukan hal ini," lirih Chelsea tidak percaya diri. "Tentu saja pantas Chelsea, kenapa tidak. Semua wanita berhak melakukan perawatan, termasuk dirimu, sekarang lebih baik kau segera masuk, dan lakukan perawatan apa saja yang kau perlukan, bila perlu habiskan uang yang Ayah berikan padamu, nanti soal belanjaan bulanan biar Ayah yang tanggung." jelas tuan Bram meminta Chelsea
"Dasar payah, kenapa si wanita itu tidak memilih untuk berpisah saja dan kembali ke kampung nya, kenapa justru terus saja berusaha untuk menaklukkan hatiku, padahal sudah ku katakan kalau sampai kapan pun aku tidak akan mencintainya, aku sudah selingkuh tadi dia masih saja berusaha, dasar wanita payah!" Edo terus saja menggerutu dan kesal pada nasib rumah tangga nya, rupanya dengan selingkuh tidak membuat Chelsea memilih untuk pergi, Edo pun seketika memiliki ide baru yang lebih ekstrim lagi dari yang ia lakukan, ia bergegas menghubungi Irish dan mengajaknya mengidap di rumahnya bersama dengan Chelsea. Karena tujuan Irish ingin merebut Edo dari tangan Chelsea, tentu saja ajakan itu tidak ditolak oleh Irish. Tak lama kemudian sebuah koper sudah disiapkan oleh Irish, ia akan membawa koper tersebut ke rumah Edo untuk menginap di rumahnya dalam beberapa hari ke depan, Irish pun tidak lupa mempercantik dirinya agar tidak kalah saing dengan Chelsea yang ia sudah tahu, bahwasanya Chelsea b
"Mas, aku sudah kenyang," ucap Irish setelah mendengar pertengkaran antara Chelsea dan juga Edo. "Ya sudah kalau begitu, kita duduk di sana yuk, biar ini diberesin sama Chelsea." ajak Edo melempar senyum, menunjuk ke arah ruang keluarga. Irish pun mengangguk setuju saat Edo mengajaknya duduk bersama, sementara Chelsea sendiri bak seperti orang di antara mereka. Chelsea hanya bisa menelan kepahitan atas harapannya yang tidak tersampaikan, ia pun akhirnya masuk ke kamar setelah meminta asisten rumah tangga untuk membereskan meja makan. Melihat Chelsea justru bereaksi dingin, tentu saja membuat Irish tidak puas, karena yang ia inginkan adalah bisa membuat Chelsea murka dan meminta pisah dari Edo. "Mas, kenapa istri kamu malah pergi ke kamar si, dan cuma seperti itu saja dia memprotes saat kamu bilang kalau aku mau menginap?" tanya Irish yang memperhatikan pintu kamar Chelsea. "Aku sendiri juga bingung, kenapa tidak terjadi pertengkaran hebat hingga berujung permintaan pisah dari dia
"Lepaskan Chelsea, sakit!" pinta Irish dengan tatapan menahan nyeri. "Kalau kau masih ingin tinggal di sini lebih lama, tolong jaga sopan santun mu sebagai tamu, karena tamu tidak akan melampaui batasan. Kau boleh merasa menang saat ini, tapi selagi mas Edo masih menjadi suamiku, kau masih ada di bawah ku." jelas Chelsea melepaskan cengkraman nya. Chelsea pun berlalu pergi, meninggalkan Irish yang saat itu terlihat sangat marah setelah mendapatkan teguran itu dari Chelsea. Ia menghentakkan salah satu kakinya saat melihat Chelsea melenggang pergi meninggalkan nya, pintu tertutup dengan cepat, dan meninggalkan suara yang cukup keras karena emosi yang di lampiaskan oleh Irish. Dengan kesal Irish menghempaskan tubuhnya di ujung ranjang, sambil mengelus lembut pergelangan tangannya yang masih terasa sakit, rasanya ia tidak puas jika saat itu, dia lah yang kalah. Sebab itulah Irish pun memutuskan untuk mencari cara lain agar Chelsea yang menggantikan posisi nya, berada di bawah. ***Tok!
Pintu kamar Edo sengaja tidak dikunci oleh Irish ketika Edo sudah terlelap semalam, Irish sudah terjaga sejak subuh menjelang, ia tidak dapat tidur lagi karena sejak semalam ia sibuk membayangkan bagaimana reaksi Chelsea ketika melihat suaminya itu sedang berada dalam dekapannya, bahkan ia masih dalam keadaan tidak memakai pakaian sehelai pun, hanya selimut yang ia kenakan bersama dengan Edo. Chelsea perlahan menaiki anak tangga, selama tinggal di rumah baru tanpa adanya kedua mertua dan adik-adik ipar, Edo sangat lah mandiri, Chelsea tidak pernah membangunkan dirinya dan tidak pernah masuk ke kamar Edo kecuali untuk membereskan kamar, itupun dalam keadaan Edo sudah pergi ke kantor. Cek-lek! Pintu kamar itu terbuka, Chelsea yang masih dalam keadaan setengah mengantuk itu membuka kedua matanya lebar-lebar untuk menuju ke ranjang, betapa terkejutnya Chelsea saat melihat Edo ternyata sedang berpelukan bersama dengan Irish yang sudah memejamkan kedua matanya seolah ia sedang tidur, ke
"Chelsea, nyalakan air nya, mataku pedih!" titah Edo dengan suara teriakannya. "Chelsea, nyalakan air itu, nanti mata mas Edo akan semakin perih kalau tidak segera di siram dengan air," Irish tak kalah panik ketika melihat kekasihnya itu menahan sakit. "Tidak, aku tidak akan menyalakan air ini, biar saja dia merasakan bagaimana sakitnya di Perlakukan seperti ini," marah Chelsea menolak untuk memberikan air pada Edo. "Chelsea, jangan membuatku semakin marah, atau aku akan bertindak lebih kasar lagi!"Edo meradang, ia juga tidak hanya merasa perih, melainkan sulit untuk mengambil nafas karena wajahnya di penuhi dengan air busa. Edo meraba, berharap bahwa ia akan mendapatkan Chelsea yang memegang kuasa shower di tangannya, Irish pun berusaha membantu Edo untuk menemukan Chelsea yang masih berdiri mematung. Saat itu Chelsea merasa benar-benar jijik melihat kedua pasangan yang ada di hadapannya itu saling membantu satu sama lain, dan akhirnya Chelsea pun menyalakan air itu kembali hing