"Tolong jaga sikapmu, kalau tidak, lebih baik kau pulang saja naik taksi!" tuan Bram berkata dengan nada dan tatapan sinis. "Kenapa kau malah marah padaku, bukan aku yang salah, tapi mantan menantu mu itu," ucap nyonya Andin kesal. "Kalau kau tidak diam juga, aku sendiri yang akan mengusir mu keluar." tegas tuan Bram menatap nanar. Karena mendapatkan kode dari Edo untuk diam, akhirnya nyonya Andin pun bungkam, ia memangku tangan dan memalingkan wajah pada suaminya yang masih menatapnya dengan penuh kemarahan. Sementara di hadapannya sudah ada ibu Yuli dan Chelsea yang terduduk sambil ber-genggaman tangan, tuan memberitahu maksud dan tujuannya pada mereka, bahwa surat perpisahan dari pengadilan sudah keluar, Chelsea diminta untuk menandatangani di kertas tersebut, Chelsea dengan hati lapang dan siap menerima kertas putih tersebut lalu ia menandatanganinya di hadapan mereka. "Sudah Ayah," lirih Chelsea yang sudah menyelesaikan tugasnya. "Terima kasih Nak, kau sudah mampu bertahan
Minggu sore, nyonya tiba-tiba mengirimi pesan tuan Bram melalui pesan WA, tuan Bram yang masih duduk santai di atas ranjang pun membuka pesan yang masuk dari istrinya. "Ayah, Ibu tunggu di restoran biasa ya, jam 19:00 mau makan malam sama anak-anak dan juga Edo."Pesan singkat itu menimbulkan senyum di pipi tuan Bram, ia mengira bahwa nyonya Andin, istrinya itu telah menerima Tasya dan juga Andika yang sudah beberapa hari tinggal satu atap dengannya, untuk itulah tuan Bram dengan cepat bergegas mandi lalu setalah itu ia pergi bersama dengan supir. Tiba tepat waktu, tuan Bram menuju lantai dua, di mana tempat itu yang sudah diberi tahu oleh nyonya Andin bahwa akan ada makan malam bersama keluarga di sana. Rasanya sangat ingin sekali menghubungi Chelsea yang mungkin saat ini masih sibuk dengan pkerjaan sederhananya sebagai tukang cuci gosok di rumah. Namun hal itu ditahan oleh tuan Bram lantaran tidak mau mengganggu Chelsea di jam kerjanya. Wajah tuan Bram tertuju pada suatu meja ya
"Ayah, kenapa Ayah bersikap seperti ini, aku berhak untuk menikah lagi Ayah, dan tentunya dengan wanita yang aku cintai," ucap Edo yang sudah berhadapan dengan tuan Bram. "Benar Ayah, apa yang dikatakan oleh Edo adalah benar. Jika dulu dia menikah dengan wanita yang sama sekali tidak ia cintai, maka sekarang biarkan dia menikah sesuai dengan wanita yang dia pilih, Edo berhak bahagia," seru nyonya Andin yang membela putranya. "Setelah gagal membina rumah tangga, kau dengan mudah memutuskan untuk menikah lagi? Apa aku tidak melihat wajah polos kedua anakmu itu, Edo! Apa kau tidak memikirkan bagaimana perasaan mereka jika harus melihat ayahnya menikah lagi!" marah tuan Bram mengeratkan gigi geraham nya. Benar-benar tidak menyangka, istri dan putranya itu tidak berubah sama sekali setelah lima belas tahun lamanya, bahkan mereka justru semakin kompak saja saat membahas tentang wanita lain yang akan menjadi pendamping hidup Edo selanjutnya. Nyonya Andin dan Edo mengalihkan pandangannya
"Ayah, Ibu, aku pergi dulu," pamit Edo pada kedua orang tuanya. "Kau mau ke mana, Edo?" tanya nyonya Andin. "Aku mau mengambil kartu undangan pernikahan ku bersama Irish, Bu. Dan mengurus surat-surat lainnya." jawab Edo melempar senyum. Langkah kaki Edo begitu semangat kala itu, sementara tuan Bram sendiri masih tidak ikhlas jika putranya akan menikah lagi, namun tidak ada yang dapat ia lakukan lantaran Edo kekeh akan menikahi Irish dengan atau tanpa restu darinya. "Lihat itu putra kita, dia sangat bahagia sekali saat ingin mengurus pernikahan nya bersama wanita yang dia cintai," ucap nyonya Andin menatap tuan Bram. "Tapi Ayah masih tidak habis pikir, kenapa Edo secepat itu mau menikah lagi, bagaimana perasaan Tasya dan Andika saat ini," lirih tuan Bram mencemaskan mereka. "Sudah lah Ayah, jangan terlalu memikirkan mereka, Ibu yakin kok kalau Irish jauh lebih baik dari Chelsea, Irish itu wanita berkelas, pasti bisa mengurus keluarga dengan baik dan benar." celetuk nyonya Andin y
"Bu, kenalkan ini Reno, teman aku," ucap Chelsea memperkenalkan Reno pada ibunya. "Halo Bu, saya Reno," Reno menjabat tangan bu Yuli dengan santun. "Oh, silahkan duduk Nak Reno." jawab bu Yuli melempar senyum. Reno duduk bersama dengan bu Yuli, sementara Chelsea sendiri pergi ke dapur untuk membuatkan minuman, saat itu bu Yuli dan Reno sempat mengobrol ringan, bu Yuli mempertanyakan tentang siapa Reno, dan sudah berapa lama kenal dengan Chelsea. Reno pun menjelaskan bahwa ia dan Chelsea teman lama yang kebetulan dipertemukan lagi, Reno pun ingin sekali mengajak Chelsea untuk bergabung ke perusahaan nya yang sedang berkembang pesat. "Di minum Ren, kopinya," ucap Chelsea setelah kembali. "Terima kasih banyak Chelsea," seru Reno melempar senyum. "Jadi kedatangan Nak Reno ini mau mengajak kamu untuk bekerja di perusahaan nya, Chelsea," sambung bu Yuli yang sudah tahu maksud dari Reno. "Bekerja di perusahaan? Apa kamu yakin, Ren?!" Chelsea menatap ragu. "Ya, aku sangat yakin sekali
"Irish, tidak hanya itu saja yang aku inginkan, tapi di rumah ini kamu memiliki ibu, ayah, Tasya, dan juga Andika, mereka itu adalah keluargamu yang harus kamu layani dengan baik," ucap Edo yang mencoba membuat Irish mengerti. "Mas, kan sudah ada asisten rumah tangga Mas, kenapa kamu meminta aku untuk melayani mereka, aku bukan pembantu," protes Irish tidak terima."Aku tahu kalau kamu bukan pembantu, tapi melayani mereka di saat sarapan pagi dan menyiapkan apa yang mereka perlukan itu bukan tugas asisten rumah tangga saja, tapi kau Irish, kau sebagai ibu sambung dari anak-anak ku, seharusnya kamu belajar untuk mendekatkan diri sama mereka." jelas Edo menginginkan hal itu.Permintaan Edo terasa sangat berat bagi Irish lantaran sejak ia pertama kali masuk ke rumah itu, Edo tidak memberikan pengajaran hingga akhirnya membuat Irish begitu acuh dengan anak-anak nya, apalagi Irish menikah dengan Edo memang bukan untuk niat menerima anak-anak nya, melainkan bisa menikmati semua harta yang
Irish keluar dari kamar dan turun untuk menemui teman-temannya yang sudah menunggu di depan, ia akan pergi shoping lagi seperti biasanya, sejak menikah dengan Edo pekerjaan Irish hanyalah menghabiskan uang Edo saja, ia bahkan sama sekali tidak perduli dengan kehidupan yang ada di dalam rumah. Bagaimana mendekatkan diri pada Tasya dan Andika sebagai ibu sambung, dan tidak juga berusaha mendekatkan diri pada kedua mertuanya. Melihat Irish yang hendak pergi meninggalkan rumah, nyonya Andin pun menghentikan langkah kaki Irish, Irish merasa sedikit risih kala itu, tetapi ia tidak bisa pergi begitu saja dari ibu mertuanya. "Iya Bu, ada apa?" tanya Irish dengan tatapan malas. "Kamu mau ke mana lagi Irish? Bukannya kamu ingin menikah dengan Edo dulu karena kamu ingin menjadi istri yang baik dan istri yang berguna untuk suami? Lalu kenapa kamu justru pulang pergi sesuka hati kamu seperti ini!" marah nyonya Andin tidak suka dengan sikap menantunya kali ini. "Aduh, kenapa Ibu kuno banget si.
"Mas, kamu kenapa si kayak gini sama aku! Kamu pelit banget tahu nggak sama aku, aku minta uang 20 juta aja kamu nggak mau kasih," omel Irish saat suaminya itu baru saja pulang dari kantor. "Irish, kamu apa-apaan si, aku baru pulang loh, kok udah kamu semprot dengan kata-kata yang nggak ngenakin gitu," protes Edo yang merasa cukup lelah karena pekerjaan nya di kantor. "Ya ini karena kamu, untung aja di ATM aku masih ada uang, kalau nggak? Aku bisa malu Mas, aku bakal malu banget." suara Irish semakin meruncing. Edo menatap wajah Irish, sudah tidak ada lagi kesejukan ketika ia memperhatikan wajah istrinya itu. Karena Irish selalu marah-marah dan bermuka masam saat keinginannya tidak dituruti. Pertengkaran kecil pun terjadi, nyonya Andin dan tuan Bram yang sedang istirahat di kamar itu sayup-sayup mendengar suara berisik di ruang keluarga. Edo membalas kemarahan Irish dengan bentakan, karena ia merasa cukup lelah tetapi saat pulang hendak istirahat, ia justru di hadapkan dengan Iris