Share

Kanaya ke Rumah Seiko

Kanaya menelepon Agit. Dia murka sekali. Sejak mereka berpisah di pelataran parkir hotel, Agit jadi berubah. Kanaya merasakannya. 

Kemarin dia menelepon Agit, nyambung, tapi tidak dijawab. Sampai hari ini. Dua hari Agit mengabaikan telepon-teleponnya. 

Sekarang malah tidak bisa dihubungi. 

Kanaya menelepon sekretaris Agit, jawabannya malah Agit sudah dua hari tidak masuk kantor. Hari pertama itu sempat masuk pagi, lalu meninggalkan kantor, itu waktu Agit bertemu dengannya. 

Kanaya mendengus dalam hati, katanya mau balik ke kantor, bohong. "Aku tahu dia pasti di rumah istrinya." Kali ini desis marah dari bibir Kanaya. 

Kanaya tahu dimana rumah Agit. Kanaya berniat akan kesana. Jangan main-main sama aku, Agit! 

Kanaya menginjak gas, segera menuju ke rumah Agit. 

Sekarang Kanaya berada di depan rumah itu. 

Kanaya sejenak memperhatikan rumah itu. Dia pernah kesini diam-diam sekedar kepo seperti apa rumah Agit.

Rumah tua yang sederhana tapi asri. Rumah itu lebar sekali, lebarnya mungkin 20 meter. Pagarnya sederhana tapi apik, hanya tembok unfinished dan gerbangnya dari kayu yang kokoh dengan aksen besi cor hitam. Terkesan industrial dan rustic. Gerbang itu menyiratkan empunya rumah punya selera yang tidak biasa. 

Tapi Kanaya tidak suka pagar itu. Jelek, katanya dalam hati. Pantas Seiko iri dengan pagar rumahnya. "Kurang ajar Seiko, dia menghancurkan pagar rumahku. Kalau saja ini bukan rumah Agit, sudah kukirim buldozer menghancurkan pagar jelek ini."

Gerbang itu menjorok ke dalam. Mobil Kanaya berhenti tepat di depan gerbang tinggi itu. Dia menarik rem tangan. Lalu membuka pintu. 

Kanaya berdiri di depan gerbang dan menekan bel dua kali.

Tidak lama dari muncul Mbak Tenik, pengurus rumah. "Assalamu'alaikum, maaf Ibu siapa? Mau ketemu siapa?" Mbak Tenik berdiri di dalam pagar, dia hanya membuka pintu kayu kecil yang berteralis. Tidak keluar dari gerbang. 

"Saya Kanaya. Mau ketemu Pak Agit. Saya istri beliau. Istri kedua!"

Mbak Tenik melongo. Dia sangat terkejut. "I.. i.. buu istri Pak Agit?"

"Iya. Seperti tadi saya katakan. Nggak percaya?" Kanaya mengambil gawai dari dalam tasnya, lalu dia memamerkan foto-foto selfinya dengan Agit di Maldive dan juga foto-foto pernikahannya. Mbak Tenik makin siyok.

"Eh sebentar ya Bu. Saya akan panggil suami saya dulu. Permisi sebentar ya Bu..." Mbak Tenik setengah berlari menuju ke dalam rumah. Kanaya masih berdiri di luar pagar. 

Tidak lama muncul Mbak Tenik dengan suaminya, Pak Amir. "Assalamu'alaikum Bu, saya Amir, yang jaga rumah ini. Apa yang bisa saya bantu, Bu..?"

"Tadi emangnya gak bilang si embaknya saya siapa? Susah banget masuk rumah ini... Mana Pak Agit? dia suami saya. Suami saya!"

"Oh iya tadi istri saya sudah cerita. Masalahnya kami hanya jaga rumah. Tidak tahu apa-apa. Dan Pak Agit tidak ada di rumah. Sudah pergi dengan Non Seiko. Dari kemarin..." 

"Aaahh bohong! Minggir!" Kanaya dengan kasar menabrak Pak Amir dan Mbak Tenik. Dia melangkah cepat dan masuk ke dalam pagar. Lalu berlari ke arah rumah. 

Pak Amir dan Mbak Tenik tidak menyangka dengan tindakan Kanaya. Sempat melongo sebentar, lalu keduanya ikut berlari mengejar Kanaya. "Bu, bu... Bu Kanaya! Bapak tidak ada!" Pak Amir berteriak. 

Tapi Kanaya sudah keburu masuk ke dalam rumah itu. Lalu berteriak memanggil-manggil nama Agit. Suaranya melengking. 

Pak Amir dan Mbak Tenik baru ikut masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, Kanaya melenggang bak tuan rumah. 

"Maaf Bu. Ditelepon saja Pak Agit atau Ibu Seiko. Mereka tidak ada disini. Kami.. hanya jaga rumah."

"Saya cuma mau ketemu Pak Agit! Paham kamu. Saya gak peduli dengan Sei Sei Sei siapalah. Ini rumah Pak Agit, kan! Berarti ini rumah saya juga!"

"Eh maaf ya Bu. Ibu salah. Ini rumah Non Seiko. Ini rumah warisan dari orang tuanya. Pak Agit sejak menikah baru tinggal di rumah ini. Saya sudah ikut disini dari Non Seiko masih kecil... Maaf ya Bu..." Mbak Tenik langsung protes panjang. Mbak Tenik sudah menahan geram daritadi. 

Kanaya terbelalak. Wajahnya langsung berubah. Juga nada suaranya. "Ah, masak sih. Bukannya ini rumah Pak Agit...?" Kanaya berusaha menutupi rasa malunya. 

"Saya mengatakan yang sebenarnya, Bu!" Mbak Tenik mulai agak kesal. 

"Ibu bisa cek ke RT atau RW siapa pemilik rumah ini, Bu!" Kali ini Pak Amir mulai ikut kesal juga. Mereka berdua, Pak Amir dan Mbak Tenik saling berpandangan karena sangat heran melihat perilaku Kanaya yang seperti tidak mengerti tata krama. 

Alih-alih malu karena main tuduh rumah milik Agit, Kanaya malah melihat-lihat ruang tamu yang terasa cozy. Ia merasa kagum karena ruang tamu itu begitu hangat, tidak banyak perabot, ada karpet-karpet indah, tapi Kanaya malah mencibir. 

Kanaya duduk di single sofa yang menempel dekat jendela. Disebelahnya ada meja mini, dia tertarik pada album foto yang bertengger disana. Dia langsung mengambil yang paling atas. 

Album foto itu tebal. Lembar-lembarnya dibuat montage dan scratch book. Lucu dan kreatif, Kanaya tersenyum. Tapi buru-buru dia menarik bibirnya. Disana ada foto-foto Seiko dengan berbagai pose candid, juga... Agit! Mereka serasi sekali. Pantas Agit susah menceraikan Seiko. 

Kanaya terpesona dengan album foto itu. Dibuat sesuai selera pemiliknya. Sederhana, lucu. Terbayang olehnya sosok Seiko yang mempunyai kepribadian menarik. Setiap momen di foto ada tanggal. 

Kanaya terkejut melihat tanggalnya. Masih baru, bahkan bulan ini. Lebih banyak foto Seiko. Seiko cantik, ramping. Kanaya suka melihat Seiko difoto tampak casual, tanpa polesan make up dan ..fun! Kenapa Agit tidak bisa setia dengan istri yang sangat menarik seperti ini? 

Dalam penglihatan Kanaya, Seiko masih muda. Tubuhnya juga masih indah. Apalagi wajahnya. Agit bohong, katanya istrinya sudah tidak seksi. Mana? Penampilan Seiko seperti masih 20 tahun! Beda dengan dirinya yang terlihat seperti 30 tahun padahal masih 20 tahun. 

Seiko juga bukan perempuan biasa, berasal dari keluarga kaya raya. Terbukti tanah yang luas ini adalah miliknya. Kanaya sesungguhnya malu sudah main tuduh ini rumah Agit. Terbersit dihatinta Kanaya mulai mengagumi Seiko... Istri yang hebat. 

Kanaya mengibas tangannya. Dia menutup album itu dengan tiba-tiba. "Ah, kenapa aku jadi terpukau oleh Seiko. Argh. Apa-apaan ini? Seiko harusnya aku benci. Tapi kenapa aku jadi malah mengaguminya..." 

Kanaya tidak bisa menipu dirinya, ketika melihat sosok Seiko di foto-foto album itu, Kanaya melihat Seiko yang humble dan ceria, sosok yang mudah dicintai orang, pria atau wanita... 

Kanaya bersaksi bahwa Seiko sangat ayu, cantik, seharusnya dia jadi bintang iklan. Wajah asianya sungguh menawan. Tiba-tiba Kanaya merasa dirinya menyedihkan. Dia begitu memuja kecantikannya sendiri, seakan dunia  berpijar hanya untuk dirinya. 

Faktanya, Seiko, istri Agit adalah perempuan yang begitu ayu, pasti banyak yang memintanya jadi bintang iklan, hari begini, bening dikit, langsung tanda tangan kontrak. Tapi Seiko seperti tidak peduli dengan kecantikannya... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status