Share

Sertifikat Rumah Hilang

Dering suara tutup botol dibuka terdengar kencang. Ringtone gawai Seiko. 

Seiko segera meraih gawainya. Agit yang meneleponnya. Seiko tidak menjawab. Dering itu berkali-kali dan akhirnya mati sendiri. 

Seiko sudah tiga hari tidak masuk kerja. Dia bahkan ingin berhenti saja. Walau sebenarnya untuk posisinya saat ini minimal tiga bulan sebelumnya harus diajukan. Atau dia dianggap dipecat secara hormat, dan dia tidak masalah. Seiko sudah siyap. 

Seiko berharap Agit tidak pulang karena Seiko sedang ada rencana hari ini. Dia mau bertemu dengan seorang broker rumah. Seiko berencana ingin menjual rumah ini.

Rumah yang ditempati Seiko ini adalah rumah warisan dari orang tuanya. Rumah ini atas nama dirinya. Rumah dengan tanah lumayan besar 1000 meter di kawasan Pejaten Barat.

Orang tua Seiko punya tiga rumah. Yang dua untuk Seiko dan adiknya Chiharu, masing-masing satu. Sedangkan satunya yang hanya 100 meter dijual dan hasilnya dibagi rata untuk Seiko dan Chiharu. Rupanya orang tua Seiko sudah membuat wasiat jauh-jauh hari perihal warisan. 

Orang tua Seiko meninggal 10 tahun lalu dalam kecelakaan pesawat saat pulang dari umroh. Pesawat itu tiba-tiba meledak karena kesalahan sistim. Menewaskan seluruh awak dan penumpang. Puingnya jatuh di atas laut. 

Seiko membuka lemari brankas. Tempat dia menyimpan perhiasan dan dokumen-dokumen penting. Hanya Seiko dan suaminya yang tahu sandi brankas ini. 

Pintu brankas itu terbuka. Seiko mencari sertifikat rumahnya. Sudah dua kali dia mencari tidak ada. Seiko mengeluarkan semua isi brankas. Diceknya kotak perhiasan. Isinya utuh. Sekali lagi dia mencari sertifikat rumah. Tidak ada. Kok bisa tidak ada? 

Seiko menyesal tidak menuruti saran Chiharu untuk menyimpan perhiasan dan dokumen berharga di save deposit box di bank. Chiharu mengingatkan bahwa harta milik sendiri jangan sampai suami tahu. 

Tapi masa iya Agit yang ambil? Agit kan banyak duitnya. Selama ini juga Agit selalu transfer uang untuk nafkah dan jajan Seiko 50 juta setiap bulan. Walau Chiharu bilang itu terlalu sedikit mengingat Agit yang sudah sukses sekarang. 

Dan memang dua tahun ini Agit pelit sekali. Seiko kalau travel terpaksa dengan uangnya sendiri. Pernah minta ke Maldive kata Agit sayang buang-buang uang. Lha dia bawa istri dirinya itu ke Maldive. Sialan Agit.

Seiko minta 500 juta untuk renovasi dapur saja tidak dikasih. Alasannya banyak. Salah satunya untuk tabungan hari tua. Huh, hari tua sama siapa?

Seiko teringat Kanaya. Perempuan yang sudah berani memposting kalau dia istri Agit. Setelah postingan mesra di Maldive itu diketahuinya, Ia langsung menyusun rencana bersama Chiharu. 

Kanaya boleh mengaku menjadi istrinya Agit, tapi tidak semudah itu. Seiko berjanji akan memberi pelajaran kepada Agit dan istri dirinya itu. Tidak semudah itu mereka berdua happy happy dibelakangnya. Jangan anggap sepele hati istri yang terluka. 

Sertifikat itu benar tidak ada. 

Seiko ingat CCTV yang mengarah ke brankas kamarnya. Ia segera melihat rekaman CCTV. 

Setelah 20 menit Ia melihat ada rekaman lima bulan lalu yang hanya tampak hitam selama 15 menit. Sepertinya ada benda yang menghalangi kamera CCTV tersebut. 

Masa iya Agit? Kalau benar dia, ini sungguh tidak main-main. Dia benar-benar sudah membangunkan macan tidur. 

Seiko mengecek CCTV yang mengarah ke pintu kamar tidurnya. Di tanggal yang sama dia melihat Agit keluar dari kamar tidur jam 3 malam! Agit membawa sesuatu seperti berkas. Fix Agit membawa sertifikat itu. Rupanya dia membuka brankas tersebut saat Seiko sedang lelap tertidur. 

Seiko merasa ada yang memeras dadanya. Rasanya sangat menyakitkan. 

Rumah ini bernilai seharga 30 milyar.  Buat apa Agit mengambil sertifikat rumah ini. Berani sekali dia melakukannya tanpa sepengetahuan dirinya. Padahal kalau dia bilang baik-baik mungkin dia juga akan setuju asal jelas tujuannya. 

Bisa jadi sertifikat itu dipakai untuk jaminan. Tapi jaminan untuk apa? Aku minta 500 juta saja dia pelit banget, kata Seiko dalam hati. Sakit sekali hatinya. Lagian Agit banyak uang, ngapain dia pakai sertifikat rumah ini pula. 

Dua tahun Agit jadi pelit sekali kepada Seiko. Padahal dia sudah tutup mata Agit mau kemana saja, bahkan menikah dengan siapa saja. Asalkan perempuan-perempuan itu tertawa di belakangnya.

Si Kanaya ini, beda, dia sengaja ingin orang-orang tahu. Kanaya sengaja tertawa di depan Seiko. Darah Seiko mendidih mengingat itu. 

Firasat Seiko mengatakan kalau sertifikat rumah itu ada hubungan dengan pernikahan Agit dengan istri siri barunya itu. 

Ini harta dari orang tuanya, Seiko tidak pernah rela kalau harta orang tuanya dibuat untuk melancarkan kebiasaan Agit mengoleksi perempuan. Kalau benar seperti prasangkanya, Agit akan dibuat menyesal seumur hidupnya. 

Seiko memutuskan untuk bertemu suaminya. Ia lalu menghubungi Agit dari gawainya. 

Tutt tutt tuttt... Nada suara tersambung. 

"Ya sayang, assalamu'alaikum, tadi aku telepon kamu tidak menjawab." Suara Agit lembut penuh perasaan yang sudah lama tidak didengar Seiko. Seiko merindukan suara Agit seperti itu. 

"Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh. Maaf hape di kamar, aku sedang di dapur tadi. Ada apa, Git?" Seiko baru sekali ini seumur hidupnya berbohong kepada Agit. Agit yang selalu dipanggilnya sesuai nama. Kata Agit jangan panggil mas, panggil nama saja, supaya tidak kelihatan tua. 

Seiko memang tidak pernah berbohong kepada suaminya, sekecil apapun. Bahkan tadi saja dia melapor langsung ke Agit kalau dia yang meruntuhkan pagar rumah Kanaya. Bahkan dia mengaku kalau baru saja lewat di depan mobil Agit di pelataran parkir hotel. 

"Aku rindu kamu. Please jangan diketawain. Keluar yuk. Temenin aku ke pantai. Kita makan di tepi pantai. Temenin aku minum air kelapa. Please... " Agit merayu. 

Seiko hampir mau pingsan mendengar ajakan Agit. Rasanya dia mau meloncat kegirangan. Tapi dia adalah Seiko yang selalu tenang dan kalem. "Ayuk. Kamu jemput kesini atau..." 

"Aku jemput kamu. Siap-siap ya. Bawa baju kita, siapa tahu kita akan langsung ke pulau." Suara Agit begitu bahagia. Mata Seiko penuh airmata. Ini seperti mimpi disiang hari bolong. 

"Oke..." Seiko menahan getaran suaranya. Dia tidak mau Agit tahu kalau dirinya menangis. "Aku segera bersiap. Aku tunggu..."

"Aku jemput dengan golden bird. Mobil aku parkir di kantor saja. Oke. See u honey..."

Setelah mematikan sambungan, Seiko menangis terisak-isak. Perasaan cintanya masih begitu kuat kepada suaminya itu. Terbukti ia luluh mendengar suara lembut suaminya. Perasaan rindu muncul begitu kuat terhadap Agitnya. 

Seiko mengusap air matanya yang masih menetes. Seiko langsung mengambil travel bagnya. Memasukkan pakaian untuk tiga empat hari, siapa tahu Agit benar akan membawanya berlibur ke pulau.

Seiko membawa juga paspornya dan paspor Agit. Siapa tahu, siapa tahu mereka akan ke bandara. Ke Singapur atau ke Jepang mungkin, atau ke mana saja asalkan hanya berdua suaminya itu. 

Seiko teringat sertifikat yang hilang. Ah, lupakan dulu harta itu. Hatiku ini sedang butuh kasih sayang dari suamiku, teriak Seiko dalam hati. Dia bisa menanyakan hal itu nanti. 

Seiko merasakan dadanya penuh dengan cinta dan kerinduan. 

Semua sudah siap. Seiko mengambil semua buah di dalam kulkas, memasukkan ke dalam plastik. Dia sudah siap dengan pakaian casualnya. Rok jeans A-line. Blouse salem lengan panjang dari katun lembut. Kerudung peach dengan tali kiri-kanan sepanjang dada. Seiko mirip anak SMA. Menggemaskan. 

Agit menelepon kalau dia sudah di perempatan Pejaten. Seiko mengunci kamarnya. Seiko mencari ARTnya, Pak Amir dan Mbak Tenik istrinya. Mereka berdua sudah bekerja dari Seiko belum lahir. Mereka dibuatkan rumah 50 meter persegi di halaman belakang. 

"Mbak Tenik, Pak Amir, saya pergi dulu ya. Saya sudah taruh uang di tempat biasa. Saya tidak tahu akan pergi berapa lama. Saya pergi dengan Bapak." Seiko tersenyum sumringah. 

Mbak Tenik dan Pak Amir tampak ikut tersenyum, mereka bahagia melihat Seiko hari ini berwajah ceria. Mereka tahu Seiko banyak menahan perasaan selama ini.

"Baik Non Seiko. Hati-hati di jalan. Kami ikut senang. Bahagia jalan-jalannya Non. Selamat pergi dan pulang Non dan Bapak Agit. Amin." 

Seiko memeluk Mbak Tenik yang sudah dianggapnya seperti ibu sendiri. Mereka berdua jadi meneteskan airmata. Batin mereka saling memahami. Pak Amir juga ikut meneteskan air mata. 

Seiko membuka pagar, di depan pagar sudah menunggu Agit dengan golden bird. Seiko masuk ke mobil lalu menghilang dari pandangan. 

Mbak Tenik mengusap air matanya, "Semoga Non pulang dari jalan-jalan hamil ya Pak." Katanya ke suaminya. "Hamil anak kembar. Amin. Supaya Pak Agit betah di rumah. Amin." 

"Amin Allahumma Amiin." Pak Amir mengaminkan dengan penuh ketulusan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status