Sepertinya merenungi diri atas apa yang kita alami percuma. Perlu untuk lebih hati-hati dan bijak dalam mengambil sebuah keputusan. Keputusan untuk dekat dengan Hisyam memang terlalu terburu-buru. Aku memang gegabah hanya karena mendengar keinginan ayah yang kurasa sedikit aneh. Ya ... Aneh. Seorang Indra Aji pangera pemilik AFI Mandiri, menjodohkan putri satu-satunya dengan seorang OB? Aneh bukan? Alasan apa yang mendasari semua itu? Apa hanya karena Faizal tekun beribadah, tanggung jawab dan sopan santun?Difikir tetap tak ada titik temu, tapi ... Sudahlah. Aku makin pusing jika memikirkan semua hal itu.Lebih baik aku tidur, dan setelahnya bangun untuk salat malam. Aku ingin Allah memberi petunjuk tentang pilihan Ayah itu.~~~~Gegas aku memasuki ruang rapat. Hari ini, Bayu sudah menjadwalkan beberapa pertemuan aku dengan klien membahas proyek yang memang sedang kita susun.Aku duduk membuka laptop. Mensejajarkan pada semua yang hadir.Setelah kujelaskan rincian dan niat kedepan
PoV LindaAku Linda Meliana. Yatim sejak kecil. Anak terakhir dari tiga bersaudara. Ayahku meninggal kecelakaan saat aku berusia lima tahun.Sejak umur tujuh tahun, aku ikut dengan Om Indra. Adik Ayah yang telah sukses dan memiliki perusahaan. Seperti kata Ibu, jika Om Indra akan menyayangiku selayaknya anak sendiri karena Om Indra hanya punya satu anak. Afi.Entah kenapa, walau hidup dengan mereka, tetap hati ini merasa jika mereka memperlakukan sedikit tak adil atau hanya perasaanku saja?Tapi ... Rasa itu sudah seperti mendarah daging, apalagi saat peresmian perusahaan. Om Indra hanya membawa nama Afi untuk namanya. Padahal, aku berharap jika namaku juga disematkan disana.Afi seperti sangat beruntung, berbeda denganku yang seperti hanya sebagai pelengkap. Terlebih saat Ibu Afi meninggal. Aku makin yakin jika aku akan tersingkir. Bahkan Om Indra pun sudah banyak berubah.Menginjak remaja aku semakin merasa kesepian. Hanya uang saja yang tak pernah kurang, bahkan biaya kuliah saja s
Linda meninggalkan rumah sebelum selesai membacakan semua yang tertulis. Aku sendiri di buat bingung oleh Ayah. Bagaimana dia membuat keputusan seperti itu? Kalau begini kan makin runyam. Sebenarnya Faizal di suruh menikah dengan aku atau Linda?Aku tak lagi fokus mendengar apa yang sedang dibacakan. Pikiranku lebih memilih jauh melayang. Menari dan memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya."Kiranya sudah saya bacakan semua, Pak, Mbak. Surat ini belum masuk dalam surat wasiat. Ini masih bisa berubah karena beliau Pak Indra masih hidup dan dia bisa merubahnya sesuai keinginan." Notaris itu pengakhiri ucapnya sambil menatap ayah. Setelah itu ia pamit untuk pergi. Karena ia bilang masih banyak yang harus di kerjakan.Betul juga masih bisa berubah. Bahkan disini notaris tak menghadirkan pengacara. Artinya ...? Ah ... Sudahlah. Setidaknya aku sudah tahu apa yang menjadi incaran Linda. Dia pasti sekarang tengah bingung memutuskan sesuatu. Akankah dia mau menikah dengan Faizal? Laki-lak
Kenapa Faizal begitu? Kok aku merasa dia menghindar. Padahal aku memanggilnya untuk membantuku menghitung OB yang bekerja di sini."Apa saya kejar, Bu Bos?" tanya Asih yang tentu juga heran."Tidak usah, Sih. Biarkan saja.""Sedang aneh Faizal hari ini, Bu." Kembali Asih berpendapat."Yang namanya manusia, memang kadang memiliki hal yang aneh. Biarkan saja. Manusaiwi.""Mungkin sedang PMS, Bu, hahhaha ...." Asih terbahak-bahak.Aku hanya tersenyum. Kemudian memanggil OB lain yang kebetulan lewat. "Tolong bagikan kesemuanya ya!" Perintahku. "Kalau kurang boleh ambil lagi.""Terima kasih, Bu Bos. Saya pamit dulu antar semua ini."Aku menggangguk. Setelah itu memilih untuk kembali bekerja. Fokus pada urusan kantor yang lumayan membuat kepala ini terasa pening.Saat pulang kerumah, ternyata sudah ada Bulik Tuti. Dia menyambutku dengan ramah."Bulik, kapan datang?" tanyaku yang langsung memeluknya."Tadi siang, Nduk. Linda ngga ada di sini?" tanyanya kemudian."Tadi si dia kekantor. Tapi,
"Surat pencabutan tuntutan dari kepolisian?" Aku bergumam setelah membaca tulisan disana. Surat itu dilengkapi beberapa nama, dari penggugat bernama Permadi, dan tergugat Ayah. Kubaca segsama tentang apa arti surat itu. Surat yang kutaksir hampir dua puluh tahunan.Tertulis jelas jika itu surat gugatan atas sebuah kecelakaan. Disana juga ada nama ayah Linda beserta surat kematiannya dan satu lagi nama Ruri yang juga ada keterangan kematian. Ini artinya surat itu, adalah surat saat kecelakaan dulu. Aku mengembalikan foto seorang perempuan dan anaknya kedalam map. Memandangi wajah perempuan itu sekilas, kemudian menutup map dan kembali menatap tumpukan map yang berantakan.Hufh ...Aku keluar saat berjalan dengan map yang lumayan buanyak dan menabrak sesuatu. Hingga map ditangan ikut terjatuh berhamburan."Reno!" Pekikku saat kutahu aku telah menabraknya. "Punya mata ngga sih!" Aku sedikit nyolot. Nyatanya aku yang sedang kesusuahan membawa berkas dia malah yang ngga bawa apa-apa men
"Han-hantuuuu!" Aku dan Asih berkata bersama. Asih maju kedepan dan aku juga maju kedepan hingga akhirnya kami saling tubruk."Auuu!" Pekikku. Aku memegangi kening sedangkan Asih memegangi bibirnya. Memang Asih lebih tinggi dari pada aku. Cukup jauh perbedaanya. Dia memiliki tinggi badan yang lumayan sekitar 167 sedangkan aku hany 155. Asih berkulit gelap namun memiliki wajah yang manis dengan wajah oriental."Kamu ini gimana si, Sih?" gerutuku."Abis Bu Bos juga ngapain maju? Kan kamarnya disana!" Asih menunjuk kearah pintu kamar.Tak lama pintu kamar ayah terbuka. Reno dan Bulik Tuti keluar dengan sedikit heran. Aku kelimpungan. Malu jika aku ceritakan.Kulihat Bulik yang masih memegangi tissu untuk mengelap matanya. Artinya tadi yang menangis itu Bulik?"Tadi yang menangis itu, Bulik?" tanyaku saat Bulik mendekat. Aku yang masih terduduk bersama Asih langsung bergegas berdiri."Iya, Nduk. Bulik sedih sekali mendengar penuturan Mas Indra tentang semua yang Linda lakukan. Bulik menye
"Apa maksud ucapan kalian?" Faizal masih penasaran karena kami masih bungkam.Aku menyenggol lengan Asih. Dia tampak gelagapan. Mungkin tadi dia tak sengaja menjelaskan karena jengkal.Prankk ....Tiba-tiba suara gelas pecah terdengar dari dalam kamar."Lee, Ibu mau minum!"Suara wanita tua itu terdengar. Faizal segera beranjak dan masuk kekamar. Aku mengikutinya karena rasa penasaran.Saat gorden terbaru, aku kaget melihat wanita yang tengah berbaring. Walau wajahnya pucat, aku masih bisa mengenalinya. Ya ... Wanita itu, orang yang sama dengan foto yang kutemukan kemarin. Artinya ....Aku akan masuk kedalam saat sebuah suara menghentikan langkahku."Jangan! Tolong jangan masuk, Bu Bos. Hargai privasi saya." Faizal berkata tepat saat akan masuk membawakan minuman. Aku memilih mundur. Kemudian pamit pulang karena takut menganggu. Biar urusan yang lain nanti saja!"Gelo dia, Bu. Berani-beraninya bilang begitu!" Gerutu Asih saat kami sudah dalam mobil."Kamu ini, hampir membuat aku keta
Setelah keluar dari kantor, aku bukan pergi ke restoran Nuansa hijau. Tapi, justru pergi ke rumah Faizal. Entah kenapa langkah ini yang membawa aku kesana. Padahal klien ini sangat penting. Duh ....Tiba di rumah duka, terlihat sudah banyak warga berkumpul. Tentu kedatanganku membuat beberapa pasang mata yang tengah melayat menatapku. Kikuk. Tapi, aku tak peduli."Assalamualaikum ...." Kuucapkan salam. Beberapa orang menjawab. Kulihat Faizal begitu tegar. Dia tengah mengaji di samping jenazah ibunya.Aku duduk diantara orang-orang. Mereka terlihat sedikit segan padaku, bahkan ada yang membawakan aku kursi untuk duduk. Tapi kutolak.Sedikit banyak ada yang berbisik. Bahkan aku mendengar ada beberapa yang menduga jika aku orang penting di kantor Faizal bekerja.Aku melihat orang yang sibuk merangkai bunga, mengiris daun pandan. Aku sampai bingung untuk membantu."Boleh saya bantu, Bu?" tanyaku pada Ibu separuh baya yang tengah memegang pisau memotong daun pandan."Bo-boleh, Mbak. Tapi .