Setelah Aldo mengetahui apa yang Alin perbuat, ia mengambil semua berkas penting miliknya. Hanya rumah dan mobil yang tersisa karena itu memang mahar yang diberikan saat menikah dengannya.Aldo baru tahu, jika Alin mempunyai teman dekat lelaki. Setahunya, Alin tak pernah kenal maupun dekat dengan lelaki lain, kecuali akhir-akhir ini saat kondisinya sedang terpuruk.Hari ini, dua minggu sudah Aldo mendiamkannya. Aldo masih tinggal bersama di dalam satu rumah, karena ia masih menunggu hasil tes DNA sebelum memutuskan meninggalkan Alin. Hari ini, semuanya akan terlihat dengan jelas kebenaran tentang anak yang dilahirkan Alin. Kini ia tengah bersiap, dengan hembusan nafas berat ia meminta Mami Cahyo untuk menemaninya ke rumah sakit."Sudah siap, Al?" tanya Mami dari ujung pintu kamarnya.Aldo sudah pisah ranjang sejak pertengkaran itu terjadi, ia sudah kehilangan nafsu untuk tidur berdua dengan Alin. Ia tak mau kembali luluh pada perbuatan Alin, mengingat ia lelaki yang sangat tidak tega
Nissa tak terkejut, ia juga sudah menduganya jika anak yang dilahirkan Alin bukanlah anak Aldo. Nissa tak bisa membayangkan wajah Aldo nanti, melihat hasil ini. Sangat shock pastinya, begitu pula dengan Mami Cahyo."Hasil tes DNA anak itu, dengan pria bernama Haris bagaimana? Apakah ada kecocokan?" tanya Nissa. Kemarin Nissa sempat menyempatkan tes DNA untuk Haris dan anak dari Alin, karena kebetulan Haris mau mendonorkan darahnya.Nissa juga penasaran, apakah anak itu adalah anak dari Haris.Dokter Fahmi kembali mengecek hasil tes dan mencetaknya juga."Hasil positif, saudara Haris, ayah biologis anak ini," ucap Dokter Fahmi memberikan selembar kertas itu pada Nissa.Nissa begitu terkejut, selama ini Haris bahkan terlihat sangat baik padanya. Tidak ada sedikitpun cela di matanya. Sempat ia berpikir, mana mungkin Haris melakukan hal tak senonoh ini. Nissa berpikir, Haris lelaki yang nantinya ia akan kenalkan pada Bundanya. Karena ia berulang kali bilang, akan melamarnya setelah proye
"Sudah siap, Fi?" tanya Ibu panti saat selesai berkemas. Hari ini, Afi sudah diperbolehkan pulang. Sebenarnya, seminggu yang lalu, Afi juga sudah boleh pulang dan bisa rawat jalan untuk pemulihannya. Tapi, Rendra memaksa nya untuk tetap dirawat di rumah sakit agar Afi pulih serta menghindari hal buruk yang mungkin bisa terjadi lagi padanya.Setelah dipastikan sembuh total, Afi kini sudah siap untuk menyambut masa depan sebagai Afi yang baru. Ia memilih pulang ke panti karena merasa tak nyaman sudah merepotkan banyak hal pada Rendra dan Nissa akibat masalahnya ini.Nissa memasuki ruangan Afi dan tersenyum ramah padanya."Yakin, Fi, mau pulang ke panti?" tanya Nissa sedih."Yakin, Nis! Udah nggak usah sedih gitu. Kita masih bisa ketemu kok, jarak rumah sakit dan panti kan nggak nyampe sehari. Nanti, kalau aku atau kamu kangen. Kita bisa ketemuan," ucap Afi mencoba memberikan pengertian kepada Nissa."Kenapa nggak kerja lagi sama Kak Rendra sih?" tanya Nissa."Aku butuh waktu, Nis! Aku a
"Afi nggak papa, Bang! Sudah sehat gini, nggak usah pake kursi roda segala," protes Afi."Kamu masih dalam proses pemulihan. Setidaknya, jagalah dirimu untukku. Aku tak ingin kamu sakit lagi karena aku tak selalu ada di sini setiap saat."Rendra mendorong kursi itu menuju ke dalam panti ini dan hendak mengantarnya ke kamar Afi.Ponsel Rendra berdering, sebuah telepon penting masuk ke dalam gawai miliknya. Membuat ia berhenti sementara untuk mengangkatnya."Iya, setengah jam lagi saya sampai." Rendra bergegas mematikan ponselnya dan menjongkokkan badannya di depan Afi."Kenapa, Bang?""Aku ada rapat di kantor, jadi nggak bisa lama-lama di sini. Tapi Abang janji, besok malam Abang ke sini ajak Bunda menengokmu.""Jangan repot karena Afi, Bang! Afi nggak papa," ucap Afi merasa tak enak telah mengganggu jam kerja Rendra."Tidak sama sekali, dan Abang minta pikirkan baik-baik permintaan Abang. Bukalah hatimu untukku, aku tak bisa menunggu terlalu lama. Abang serius ingin mengkhitbahmu, set
"Selamat malam, Pak Aldo." Dua orang polisi datang bersamaan ke ruangan Aldo dirawat. Mami dan Aldo sudah tahu, pasti mereka petugas yang dikirim dari kepolisian untuk melaporkan siapa pelaku dibalik kecelakaan ini."Malam, Pak Polisi. Apakah pelaku sudah berhasil ditangkap?" tanya Mami Cahyo."Maka dari itu, kami ke sini untuk memberitahukan bahwasanya kami sudah berhasil mengantongi nama pelaku yang menyuruh kedua orang preman untuk mencelakai Bapak Aldo di jalan tadi pagi. Dan kedua orang itu sudah kami tangkap, dan kami berhasil mengintimidasi mereka." Polisi menunjukan foto wajah pelaku dan sepertinya Aldo tak mengenal mereka."Saya tak mengenal mereka, lalu apa motif mereka menyerangku, Pak polisi?" tanya Aldo penasaran."Setelah kami desak, mereka mengaku jika saudari Alin yang meminta mereka untuk melukai Bapak dan Ibu," ungkap petugas yakin.Aldo dan Mami terkejut mendengar penuturan polisi tadi. Belum juga Aldo tenang setelah mendapati kabar perbuatan buruk Alin dengan pria
Istirahat di rumah dulu, Al?" tanya Mami saat sedang di dalam taksi."Langsung saja, Mi! Kita ke rumah mengambil berkas lalu ke pengadilan setelah itu baru ke kantor polisi. Semua harus selesai hari ini juga, Aldo tak ingin nanti berubah pikiran lagi setelah apa yang terjadi," ucap Aldo.Mami hanya mengangguk dan menginstruksikan sopir taksi agar ke rumah terlebih dahulu sebelum ke pengadilan.Setelah berkas di ambil, kini Aldo melangkah masuk ke pengadilan. Hawa mencekam saat memasuki ruang pendaftaran membuat Aldo kembali teringat Afi. Apakah dulu ia merasakan hal yang sama dengan apa yang ia rasakan kini saat berada di pengadilan? Sungguh bukan sebuah cita-cita bisa masuk dan bahkan mendaftarkan perceraian yang sangat dibencinya ini.Tapi ia harus melakukannya, Alin sudah sangat keterlaluan. Semua perbuatannya tidak layak mendapatkan kata maaf lagi.Setelah mendaftar kini Aldo melangkah pergi menuju kantor polisi. Ia bahkan tak seperti kelelahan di saat sakit begini, membuat Mami b
"Kak, sibuk nggak?" tanya Nissa saat memutuskan menelpon kakaknya, Rendra. Nissa ingin menanyakan kabar Haris yang sudah lama tak diketahui keberadaannya dan ingin menanyakan lebih lanjut masalah tes DNA Haris."Kenapa?" tanya Rendra tanpa menjawab pertanyaan Nissa."Aku mau ke kantor, Kakak ada di sana nggak?""Aku lagi di Bogor, sore nanti kemungkinan Kakak pulang. Ada hal penting kah yang harus dibicarakan?""Hm, penting nggak penting sih.""Masalah apa?"Nissa tak menjawab pertanyaan Rendra membuat ia menebak, jika adiknya ini sedang memikirkan sesuatu."Bicara di telpon saja, Kakak dengarkan sambil bekerja," ujar Rendra serius."Nanti saja lah, aku hari ini ambil cuti. Aku ingin menyusul Kakak saja ke Bogor. Boleh?" ucap Nissa lirih."Ngga! Apakah hal sangat penting hingga membuatmu begitu ingin menemui Kakak sekarang? Jarak Surabaya-Bogor jauh. Kakak nggak mau kamu kenapa-napa. Tunggu saja sampai sore, nanti Kakak langsung pulang ke rumah menemuimu." Rendra memang sangat menyaya
Nissa tersenyum dan kembali memeluk kakaknya dengan hangat. Rendra bahkan seperti ayah bagi Nissa, kedewasaan dan cara berpikir yang sungguh sangat berwibawa membuat Nissa sangat menyayangi kakaknya ini."Waduh, anak-anak Bunda lagi pada kenapa ini. Pake pelukan segala? Ceritanya sedang akur ya?" ucap Bunda Nilam yang baru saja dari kebun langsung bergegas mencari anak sulungnya setelah mendapati kabar jika ia pulang dengan terburu-buru.Nissa tersenyum pada Bunda dan berpindah memeluk Bundanya."Bunda gimana sih, kita kan selalu akur. Ya nggak, Kak?"Rendra hanya mengangkat kedua bahunya dan memasukan tangannya ke saku kemudian melenggang pergi meninggalkan Nissa dan Bunda.Rendra memang seperti itu, terlihat dingin ketika di luar dan akan hangat ketika orang yang ia sayang membutuhkannya."Bunda dari mana sih? Tadi kita nyariin loh?" tanya Nissa."Masa? Nyariin kok di kamar. Nyari itu ke belakang atau ke dapur. Aneh anak Bunda ini. Ohya, kok tumben kakakmu pulang cepet. Ada apa?" ta