"Bukan begitu, seharusnya kamu bilang sama Mas dulu. Biar_" "Biar apa? Biar kamu bisa rujuk terus pamer sama aku, mesra-mesra sama dia di depan aku, begitu? Kamu kenapa sih, Yank? Selalu segitunya banget sama Mbak Afi. Bukannya dari jauh dan lama nggak ketemu aku kamu nanyain gimana kabar aku, bayi aku, pekerjaanku, ini malah yang ditanyakan Mbak Afi!" Alin hendak keluar meninggalkan kamar namun Aldo menarik tangannya dan memeluknya."Maafkan, Mas ya! Mas sangat syok mendengar kabar perpisahan Mas dengan Afi. Kamu nggak usah marah begitu. Lalu bagaimana keadaanmu, pekerjaan kamu, dan kabar anak kita?" tanya Aldo."Basi! Pasti kamu menyesal dengan perpisahan dengan wanita yang kamu cintai itu," ucap Alin sebal."Menyesali yang sudah terjadi tak ada gunanya! Baiklah. Mas minta Maaf, ya, jangan marah-marah nanti cantiknya hilang! Ayo kita temui jamaah yang akan baca yasin buat Almarhum Papi. Kamu ganti pakaianmu, Mas tunggu di depan." Alin tersenyum mengangguk dan Aldo keluar kamar untu
Setelah dua bulan meninggalnya Papi Cahyo, Mami berubah menjadi pemurung. Ia tak pernah lagi keluar rumah hanya sekedar fitnes dan arisan seperti biasanya. Sepertinya Mami sengaja melakukan ucapannya saat Papi hendak meninggal agar menjadi wanita yang lebih baik. Sekarang Mami tinggal bersama di rumah Aldo, karena Mami tak mau tinggal sendiri di rumah peninggalan Papi. Kandungan Alin yang semakin membesar dan memasuki usia tujuh bulan berniat mengadakan acara syukuran di rumahnya. Ia ingin mengundang beberapa anak yatim dan juga tetangga sekitar."Mi, kita buat syukuran meriah buat menanti kelahiran cucu Mami. Alin pengin undang anak-anak panti dan teman serta tetangga kita. Mami mau buat konsepnya bagimana? Biar nanti aku dan Aldo usahakan!" tanya Alin pada Mami yang sedang menyulam sebuah kain flanel."Kamu atur saja sesukamu. Mami ikut saja, yang penting anakmu bisa lahir dengan sehat dan selamat." Mami berbicara pelan dan lembut membuat Alin kesal karena merasa mertua nya seperti
"Assalamualaikum, Dek! Kamu di mana?" tanya Aldo cemas."Waalaikumsalam, aku lagi di Mall, Yank. Kenapa? Apa kamu sudah pulang ke rumah?""Iya, dan kamu cepat pulang. Jangan lama-lama di luar, kamu sedang hamil besar. Tak baik pergi lama seorang diri," ucap Aldo."Nanggung, Yank. Ini lagi beli beberapa perlengkapan baby kita. Kita belum ada persiapan," jawabnya santai.Aldo tak tahu harus berbicara bagaimana lagi dengan Alin. Ia sudah menjelaskan jika keuangan sedang tak baik, tapi Alin tak dapat mengaturnya dan selalu menggunakan uang dengan seenaknya."Kenapa tak tunggu Mas dulu perginya? Aku sudah bilang kalau_" Panggilan Alin tutup sepihak, membuat Aldo merasa jika Alin benar-benar berubah.Aldo keluar dari kamarnya dan melangkah menuju dapur untuk makan. Di sana sudah ada Mami yang menyiapkan makannanya."Al, ini sudah Mami siapkan. Ayo, makan!" ajaknya."Ayo, Mami sekalian ya," bujuk Aldo. Mami mengangguk dan mengambil sepiring nasi dan sayur lodeh serta gorengan untuk ia makan
"Fi, kamu di apartemen?" tanya Nissa lewat telpon."Aku lagi di Grarendra Group, kakakmu sudah memintaku bekerja di kantor agar aku tak bosan." "Iyakah? Bagus donk, jadi kamu bisa sekalian cuci mata di situ!" ucap Nissa."Kerja, bukan mencari kesenangan sementara! Kamu ini ada-ada saja. Kenapa memang, Nis?" tanya Afi diiringi tawa dari Nissa."Tadinya mau ngajakin kamu nge-mall, tapi berhubung kamu sibuk, baik nanti malam saja!" ucapnya."Kamu nggak kerja?" "Aku shift pagi, jadi sore ini aku free … Niatnya pengen traktir kamu cari baju daster buat di rumah. Biar dede utun nggak kesulitan bernafas karena ibunya memakai kaos terus," jawab Nisa menyindir Afi yang sangat suka memakai pakaian pres body ketika di dalam apartemen."Asik, mau nraktir! Ada yang lagi gajian, nih?" celetuk Afi."Iya, dong! Aku habis dapat bonus prestasi dari rumah sakit," ungkapnya senang."Baiklah kalau begitu, nanti jam lima kita ketemuan di Mall Puri Elite, Oke?" imbuh Afi."Oke, see you letter!""Bye, wass
Haris melihat jam di tangannya, hari ini ia ada janji dengan Aldo untuk membahas tentang masalah di proyeknya. Tentu saja ia tahu, jika pasti Aldo akan mencarinya dan meminta bantuannya. Rendra memang cerdas, ia tepat sasaran membuat Aldo benar-benar terpuruk."Ren, jadi ikut ke Mitra Cahaya Group? Katanya ingin berkenalan lebih lanjut dengan mantan suami kekasihmu itu?" ledek Haris pada Rendra. Hari ini Rendra memang sedang di Horison property, karena ia sedang membahas hal yang penting mengenai bisnisnya di luar negeri."Apa perlu saya turun tangan untuk hal seremeh itu? Saya kira kamu lebih cerdas dari yang aku duga. Lakukan pekerjaanmu dengan apik, dan pastikan Aldo menyesal telah menyia nyiakan Afi, jangan seret aku ke dalam hal yang masih bisa kamu selesaikan sendiri tanpa bantuanku," paparnya.Haris menatap sahabatnya datar."Yakin, akan kamu habiskan semuanya milik Aldo?" tanya Haris meyakinkan sahabatnya."Jangan tunggu sampai aku yang ikut menanganinya. Jika iya, Dia bisa ha
Sebenarnya ia malas jika harus berurusan dengan wanita itu, tapi mau bagaimana lagi, Alin hanya akan takut jika bertemu dengannya. Haris memakai perbuatan mereka dulu di hotel sebagai senjata mengancam Alin agar ia menurut. Yang Rendra katakan benar, wanita akan menurut jika sudah mendapatkan hatinya. Alin dulu sangat penurut, sebelum ia mencintai Aldo sahabatnya. Entah kapan awal mula mereka saling mencintai, yang jelas Haris salah sudah memberikan semuanya pada Alin sehingga ia begitu tamak sampai sekarang.Haris mengetuk pintu dan membuka nya, ia melihat Aldo yang tengah sibuk dengan Laptopnya melirik ke arahnya."Hai, Bro! Sibuk banget kayaknya, lagi garap proyek baru kah?" tanya Haris basa basi."Beginilah sekarang, aku harus bolak balik mengecek laporan keuangan yang sudah tak bisa lagi aku akali," jawabnya. Aldo menyudahi aktivitasnya dan mengajak Rendra berbicara serius."Ris, kamu tahu sekarang perusahaanku sudah di ambang kehancuran. Karyawan sudah banyak yang mengundurkan
"Pak, banyak karyawan demo di depan kantor!" ucap Zidan dengan panik. Aldo yang sibuk dengan laptopnya seketika berdiri dan menatap Zidan tak percaya."Karyawan?"" Iya, karyawan Permata property, Pak! Mereka datang berbondong-bondong menuntut hak mereka selama bekerja!" jelas Zidan dengan nada tak beraturan.Aldo kembali memijat kepalanya. Sekarang kantor Papinya juga kacau, ia sama sekali tak bisa menunaikan hak mereka dalam dua bulan ini. Pembangunan yang berhenti akibat kepengurusan hak milik tanah yang ternyata bersengketa membuat perusahaannya tak dapat meneruskan pembangunan. Dan uang yang dipakai untuk membeli lahan itu dulu, telah lenyap sudah. Alin benar-benar gegabah, entah dengan siapa ia beli lahan itu. Ia tak mengeceknya dahulu sebelum menandatangani perjanjian pembelian lahan. Akhirnya, semua uang dari perusahaan Papi terkuras. Di tambah, gaya hidup Alin yang terkesan mewah membuat Aldo sulit mengontrol keuangannya."Kamu ikut saya, Zi!" tegas Aldo kepada Zidan.Aldo b
"Kamu dari mana lagi, Dek?" tanya Aldo melihat Alin yang baru pulang dari luar."Cari angin! Sumpek di rumah! Siapa suruh ke kantor aku nggak boleh!" balas Alin."Aku tak membiarkanmu terlalu lelah, masak sudah hamil besar masih bekerja. Apa kata orang? Tak dapatkan kau lihat aku sangat mengkhawatirkanmu?" jelas Aldo memegang lengan Alin. Alin melepaskan pegangan Aldo dan masuk ke dalam kamar. Aldo hanya menatap sendu sikap Alin barusan. Mami Cahyo melihatnya iba, ternyata selama ini ia salah memilih Alin sebagai menantu terbaiknya. Ia berfikir jika wanita itu tulus mencintai anaknya, ternyata setelah Aldo terpuruk dia malah tak ada di sampingnya.Mami meneteskan air matanya melihat adegan kekacauan rumah tangga Aldo, ia merasa ada yang salah dengan semua ini. Mami jadi teringat tentang Afi, menantu yang selama ini mendampingi Aldo di saat awal merintis bisnisnya. Ia begitu telaten menghibur Aldo di kala banyak yang berusaha menjatuhkan perusahaan miliknya.Mami merasa ini adalah teg