Ah … dia malah pingsan! Jika tidak sedang berakting menjadi orang baik, Monik pasti sudah tertawa. Akan tetapi, ia ingin akting yang sangat sempurna. Maka dari itu, alih-alih melampiaskan rasa kesalnya pada Sena dengan tertawa, ia berlari ke arah tubuh Sena yang terkapar dan berteriak meminta bantuan tak menghiraukan lukanya sendiri.
Kru yang berada di dekat ruangan Produser langsung masuk ke dalam dan kaget melihat apa yang terjadi. Kepala Monik sendiri masih mengeluarkan darah dan Tora kelabakan memeganginya.
“Jangan khawatirkan orang lain!” Tora berteriak menghentikan Monik yang akan mendekati Sena.
Ia menundukkan kepalanya tanda menyesal dan kembali duduk di kursi seperti yang diperintahkan padanya. Tubuh Sena dibopong keluar. Karena darah di kepala Monik sudah berhenti, sapu tangan yang tadi ditekan ke kepalanya segera dibuang. Namun, Tora masih cukup khawatir.
“Kita ke rumah sakit,” kata Tora sambil membimbing
Saat bagun dari tidurnya, Mata Sena seperti ikan koi. Kepalanya juga berdenyut sakit. Ia tidak mampu mengangkat tubuhnya karena lelah.Reno sudah pergi tengah malam kemarin saat Sena sedang tertidur. Pagi harinya Sena hanya menemukan Ratih yang duduk terkantuk-kantuk di tepi ranjang. Mamanya pasti sangat tidak nayaman dengan keadaan Sena sekarang ini.“Ma ….” Sena manggil dengan suara serak.Kerongkongannya terasa sakit. Seperti ada sebongkah batu di sana. Ia menarik dirinya perlahan untuk bersandar di kepala tempat tidur.Ratih tersentak. Ia memegangi kepalanya dan mengeleng menghilangkan pusing. Lekas dibelainya pipi Sena, matanya menatap dengan berkaca-kaca. “Mau apa Sayang? Sena butuh apa?” tanyanya dengan nada khawatir.Sena mengeleng. Ia tidak ingin sesuatu dan melakukan apa-apa. Ia merasa ingin menangis kembali mengingat kejadian kemarin.Ratih mungkin tahu apa yang ada di dalam pikiran Sena. Cepat ia me
Cahaya matahari yang masuk ke sela kamar menganggu Reno. Ia mengerjap kesilauan sebelum mendesah dan menutupi wajahnya. Seluruh badannya terasa remuk, tetapi ia harus tetap bangun dan mengurus banyak hal pagi ini.Pertama-tama ia akan datang ke restoran dan memastikan daftar semua barang belanjaan dan mengecek berbagai keperluan tambahan lainnya. Daftar tersebut akan diserahkan pada orang kepercayaannya yang mengelola keuangan dan pembelian barang. Lalu ia harus ke kampus untuk mengikuti kelas pagi. Lepas dari situ ia akan menemui beberapa orang, salah satunya Monik. Ia berharap gadis itu masuk kelas hari ini sehingga Reno tak harus datang ke rumahnya.Walaupun Reno tahu di mana rumah Monik, ia merasa tidak nyaman saat datang terakhir kali. Ibu tiri Monik terlihat sangat antusias dengan kedatangannya. Wanita itu berkata Monik jarang membawa temannya ke rumah setelah Endah meninggal. Dari cerita panjang lebar yang disampaikan ibu tiri Monik, Reno tahu betapa tertutupnya
Ratih duduh di bawah dengan Rayna. Ia merasa senang pemuda yang disukai anaknya datang. Walau tidak mengurangi semua kecemasan Sena, pasti bisa membuat suasana hati gadis itu menjadi lebih baik.“Bagaimana kabar lokasi?” tanyanya pada Rayna.Gadis yang duduk di kursi di depan Ratih mendadak berubah lesu. Itu tandanya cukup banyak masalah yang harus diselesaikan dicari jalan keluarnya.“Sepertinya sulit sekali,” duga Ratih.Ia bertumpang dagu. Sikunya terletak di meja makan dan ia mebuang napas keras-keras. Sebenarnya kalau pun Sena kehilangan perannya di dalam drama tersebut tidak masalah. Ia masih bisa menghidupi Sena dengan bisnis yang dimiliki. Yang tak sanggup ia penuli adalah tuntutan ganti rugi.“Mereka semua meminta kita memohon maaf pada Monik dan Tora.”Mendengar hal tersebut, Ratih langsung menegakan tubuhnya. Nama Monik sekarang sangat sensitif buat disebut di depan Sena. Reaksinya sangat buruk
Nomor Tidak Dikenal: Datanglah ke lokasi yang aku kirimkan sendirian. Mungkin kamu perlu menyelamatkan seseorang.Saat pesan itu datang, Sena sedang sendirian. Ia sudah puas menangis di pelukan mamanya dan diminta untuk istirahat. Lokasi yang dikirimkan oleh si pemilik nomor tidak jauh dari jalan bebas hambatan. Saat ia melihat jam pada layar ponsel, kunci mobil telah ditinggalkan Pak Sarmin di tempat biasa di dapur. Ia hanya perlu keluar dari kamar tanpa terlihat dan kabur dengan membawa mobil. Setelah ia keluar, tidak menjadi masalah lagi jika ketahuan.Mungkin karena semua orang sudah lelah selama dua hari ini memantau dan memastikan Sena tidak dalam bahaya dan masalah, rumah sunyi. Pelayan yang biasanya masih berkeliaran di dekat dapur tidak ada. Bahkan lampu di lantai bawah sudah dimatikan. Sena merasa sangat beruntung, tetapi juga sedikit takut.Namun, pesan yang masuk beberapa saat lalu terdengar mendesak. Apalagi kelimatnya menyatakan Sena
Tora tidak percaya dengan telepon subuh tadi yang mengabarkan jika sang istri telah kehilangan nyawa akibat tusukan di tempat vital dan kehilangan darah. Seluruh tubuhnya serasa tidak bertulang, ia langsung terduduk dengan telepon yang terlempar di lantai. Saat ia kembali mendekatkan telepon dengan tangan bergetar ke telinga, sudah tidak ada lagi petugas yang mengatakan apa yang terjadi sebenarnya.Monik muncul dari tangga menggunakan baju tidur. Ia melangkah cepat-cepat menuruni tangga dan berjongkok di depan Tora.“Ada apa?” tanya Monik terdengar khawatir.Tora butuh waktu untuk menenangkan diri, mengurangi perasaan hancur yang dirasakan. Saat ia sudah bisa mengatasi perasaan buruk yang dirasakan, ia menegakan badannya kembali. Ia menatap Monik yang masih menunggu jawaban.Tiba-tiba ia merasa tidak perlu mengatakan apapun pada Monik. Apa pedulinya anaknya pada istri kedua Tora. Sudah jelas Monik membenci istrinya yang sekarang karena sudah m
Air mata Sena terus turun sepanjang perjalanan. Namun, ia sama sekali tidak ketakutan. Entah rasa takut sudah tidak mau lagi hinggap di hatinya atau ia telah terlampau kebal dengan peraaan semacam itu.Mobil sedan dengan stiker polisi berhenti di depan kantor. Polisi yang ada di samping Sena membuka jaket dan kemudian menutupi kepalanya menggunakan baju hangat tersebut.“Ayo keluar!” suruh petugas yang tidak diketahui Sena namanya.Sena tidak berani melawan. Ia mungkin saja berusaha kabur, tetapi entah kenapa keinginan tersebut sama sekali tidak muncul di dalam hatinya. Kakinya gemetaran di langkah pertama. Namun, smenapak semakin jauh rasanya sudah baik-baik saja. Tidak ada yang berusaha menyorongkan kamera. Mungkin orang-orang belum tahu soal kabar penangkapan. Jika sudah ada, pasti berbodng-bondong media masa untuk datang.Begitu masuk ke dalam bangunan polisi, jaket di kepalanya ditarik. Wajah Tora langsung tampak. Bukan hanya itu ada Moni
Rayna kembali mencoba menghubungi Reno. Ada masalah sekarang dan ia benar-benar butuh bantuan. Bahkan bantuan Reno saja tidak cukup untuk saat ini. Ia harus banyak mencari tahu apa yang terjadi. Namun, beberapa kali ditelepon kembali, ponsel Reno tidak bisa dihubungi. Rasanya Rayna ingin membanting ponselnya ke lantai. Akan tetapi, ia harus bisa mengendalikan diri.Ratih masih menangis di sofa. Keterkejutan karena putrinya ditangkap masih kuat mencongkol. Bagai semua pohon besar yang tua dan mengerogoti kuat-kuat.Rayna pasti bukan manusia normal jika tidak mengeluh di saat seperti ini. Karena itu ia mendesah dan menjatuhkan diri di sofa tunggal yang sejak tadi tidak berpenghuni. Ia mencari beberapa nama yang bisa membantu, tetapi dengan cepat mengurungkan niatnya kembali. Ini kasus pembunuhan, jika tidak hati-hati mengambil langkah bukannya meringankan masalah, bisa jadi Rayna menjerumuskan Sena ke masalah yang lebih besar.Akhirnya Rayna memutuskan untuk mengh
Alarm dalam diri Reno mengatakan jika ia berada di tempat yang salah. Namun, ia tidak bisa lari begitu saja di hadapan orang-orang. Makanya ia tetap duduk di antara para pelayat yang berdatangan. Tora duduk di sebelah istrinya, sementara Monik ada di dekat kaki. Monik sudah tidak menangis lagi. Akan tetapi, kini ia terlihat gelisah. Makanya mata Reno jadi tidak bisa lepas memperhatikan gadis tersebut. Alam keras di dalam diri Reno semakin berdering keras setiap kali melihat Monik. Ada yang salah, tapi aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya! Reno mengelengkan kepalanya segera. Awalnya karena kaget berada di tempat yang tidak seharusnya, Reno tidak menyadarinya. Baginya lumrah saja ketika dihubungi Monik di saat seperti ini. Lama kelamaan ia sadar hubungannya dengan Monik tidak bisa digolongkan dekat hingga ia orang pertama yang dihubungi. “Tapi, kan, bisa saja dia asal tekan dial?” gumam Reno. Tak baik rasanya mencurigai seseorang yan