Mereka bertemu karena Monik adalah salah satu saksi dalam persidangan Reno senin depan. Reno membayangkan dirinya meloncat ke arah Monik dan mencekik Monik. Namun, kesadarannya akan kebenaran dan juga borgol di tangan menghalangi itu semua. Semua yang menghalangi kegilaannya membuat Reno frustrasi sendiri. Ia hanya bisa mengeram pelan meluapkan amarah yang terpendam.
Ketika mereka cukup dekat, Monik menoleh dan tersenyum padanya. Senyum paling mengejek yang pernah dilihat Reno. Ia mengumpat dirinya sendiri yang tak bisa bertindak cukup gila. Ia sebenarnya masih bisa mencekik Monik kalau mau. Dengan borgol di tangan pun kalau memiliki niat pasti kejahatan terlaksana.
“Senang bisa melihatmu lagi, Reno.”
Reno mengumpulkan semua rasa marahnya, mengalokasikannya pada satu tempat di dalam hati dan menutupnya rapat-rapat. Hingga wajah yang ditampilkannya terkesan dingin dan tak berperasaan sedikitpun.
“Kamu pasti sangat dendam padaku, kan?&rdqu
“Sudah kubilang akan menyelesaikannya, bukan?” Monik memandang Adit yang masih saja cemberut.Pemuda itu membukakan pintu rumah dan mempersilakannya masuk, tetapi tak ada kesan ramah dalam gestur tubuh yang ditampilkan.“Tetap saja itu tidak sama.” Adit masih saja sempat-sempatnya memprotes padahal rencana mereka berdua berjalan lancar.Monik membentangkan tangan dan menggela napas lega. Jika bukan karena Adit memang masuk dalam rencana awalnya, tak mungkin Monik akan bersabar memaklumi tingkah Adit yang seperti anak kecil.“Menyingkirkan Reno dari dekat Sena adalah alasan aku melakukan ini! Kamu jadi lebih leluasa mendekati Sen ajika begini.” Monik sama sekali tak ingin Adit mengerti, maka ia kemudian berdiri dan bersiap pegi.Kedatangannya ke rumah Adit hanya mengabarkan hal itu saja. Ia sudah punya janji lain hari ini dengan sang papa sehingga tak bisa berlama-lama. Atau Tora akan mulai panik dan menyuruh oran
Monik tertawa sangat lepas mendengar cerita Adit. ia pasti sama sekali tak menyangka Adit yang canggung bisa berbuat demikian.“Nah, kamu bisa lebih berguna, kan?” katanya memuji.Gadis cantik yang licik itu berdehem dan minum soda kalengan sampai puas. Sementara Adit hanya memandangi saja karena merasa bahagia langkahnya dipuji. Ia merasa sudah melakukan hal yang benar dengan datang ke tempat sana dan memulai rencana sendiri.“Jadi bagaimana reaksinya?” tanya Monik. Ia mengedipkan sebelah mata menggoda.“Dia terlihat terkejut waktu aku menyampaikan ancaman. Tapi, dia menyetujui apa yang kuinginkan. Kamu tahu, dia tidak bisa pergi dariku sekarang!” seru Adit gembira.Dadanya membusung bangga. Bagaimana tidak, dengan tipu daya akhirnya ia bisa memiliki Sena. Gadis manis itu tidak akan lagi bisa pergi darinya. Ia yakin itu.Monik bertumpang dagu. Ia tidak yakin jika Sena menerima Adit tanpa tujuan. Namun, ap
Monik belum benar-benar pergi dari pemakaman. Ia bahagia bisa bertemu Reno di sini. Rasanya begitu menyenangkan melihat ekspresi pemuda tersebut saat ia mengabarkan hubungan yang terjalin antara Sena dan Adit. Tinggal ditambah sedikit bumbu, maka Reno bisa saja berlari ke rumah Adit dan membuat kerusakan. Ia agak terkejut dengan pengendalian diri Reno. Kepanikan dan rasa marahnya cepat menghilang dan dikendalikan. “Kamu orang yang menarik,” gumam Monik. Ia melihat Reno berjalan keluar dari kompleks dan naik sebuat taksi online. Pilihan yang sangat tepat karena sekarang dirinya tidak bisa lebih leluasa berkendara sendirian. Berkendara sendirian hanya akan membuat Reno cepat ditemukan para wartawan. “Aku menantikan tindakanmu selanjutnya,” bisik Monik. Ia melaju juga setelah taksi online yang mengangkut Reno pergi. Ia bisa tidur nyenyak nanti malam. *** “Jangan pergi!” Rayna menghentikan Reno. Sejak Reno dibebaskan Rayna lebih ba
Walau menuruti hampir semua perkataannya, Sena tetap saja membangkang untuk beberapa hal. Lihat saja sekarang, ia sama sekali tak menganggap Adit ada dan berjalan cepat meninggalkannya di belakang. Kesal sekali Adit melihatnya.Adit menarik tangan Sena kasar dan dengan tatapan tajam memperingatkan gadis itu. “Sikapmu sama sekali tidak manis.”Sena menyentak tangannya dengan cepat, melepaskan diri dari remasan jemari Adit. “Aku tidak berniat bersikap manis padamu!”Kalimat Sena membakar hati Adit. ia ingin Sena yang manis. Gadis yang menuruti hampir semua perkataannya. Baginya Sena yang sekarang sama sekali tak ada manisnya, walau wajahnya tetap cantik.Adit mengangkat tangannya, ingin memberi pelajaran Sena. Bahwa dirinya watut ditakuti dan dihormati, Akan tetapi, belum sempat telapak tangan Adit menyentuh kulit mulus Sena, ia dihentikan oleh Reno. Mata Adit nyaris melompat begitu melihat sosok yang sama sekali tak ingin ditemuinya
Ada paparazzi di depan restoran, Mbak. Hati-hati ya!Pesan itu terkirim pada Rayna. Namun, Adit sama sekali tak percaya jika memang hanya Rayna. Ia kemudian memanggil nomor tersebut dengan nomor lain dan menunggu. Ia Cukup lama samai nomor itu diangkat dan suara seorang wanita berkata, ‘halo’ yang segera dimatikannya.Cih!Adit berdecih kesal dan meletakan ponsel begitu saja di atas kursi tempat Sena tadi duduk. Ia tak mengerti kenapa Sena melibatkan diri terus-terusan dengan masalah Reno. Ia menyesal tidak melakukan sesuatu pada Reno saja. Menyingkirkan Reno seperti Endah. Hanya saja Adit tak bisa melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan pada Endah. Mengurus yang satu saja ia hampir-hampir kehilangan kewarasannya. Ia tak bisa bayangkan harus menambah daftar kasus dengan label yang sama.“Menyingkirkan, ya?” gumamnya pelan.Ia membanting stir saat berbelok di persimpangan t
Reno mendapat pesan dari Ratih, mamanya Sena. Ia agak terkejut ketika wanita yang melahirkan gadis yang dicintai itu menyuruhnya datang ke rumah. Terakhir kali pulang dari sana, ia menemukan Endah di dalam bagasi mobilnya. Hal paling aneh yang terjadi dalam hidupnya.Berdiri kembali di depan rumah Sena, membuat Reno merinding. Hal apa lagi yang akan terjadi pada dirinya. Reno mengisi paru-parunya penuh dengan oksigen sebelum keluar dari mobil dan berjalan ke pintu masik rumah.“Aku sudah menunggumu, Reno. Ayo masuk!” suruh Ratih.Wanita yang melahirkan Sena tu muncul di pintu dan matanya melirik curiga ke sekitar. Reno menelan ludah dan mengikuti Ratih masuk ke dalam rumah. Alih-alih duduk di ruang tamu, Reno digiring naik ke tangga. Seingatnya kamar Sena berada di lantai dua. Reno mulai bertanya-tanya apakah Ratih memulai sebuah kejutan untuk Sena saat ini.“Masuk sini!” Ratih membuka pintu kamar dan membiarkan Reno masuk lebih du
“Jadi ada Reno di rumah Sena?”Monik menyesap teh hangat di dalam cangkir. Saat minuman berwarna coklat bening itu masuk ke dalam mulutnya, aroma manis melati menyebar dan membuatnya tenang segera. Dari atas cangkirnya Monik melihat Adit mengangguk pelan.“Lalu, apa yang kamu lakukan?” Monik meletakan cangkir miliknya di atas tatakan dan menunggu jawaban Adit dengan sabar.Adit menerawang, berusaha mengingat kembali apa yang dilakukannya tadi dan berdehem. “Seperti biasa, aku hanya mengantar Sena sampai depan pintu rumah. Mamanya masih belum menerimaku untuk masuk. Saat aku sampai di teras dan berkata akan menjemput Sena seperti biasa besok, Reno keluar dari dalam.”Monik menyeringai sedikit dan menegakkan punggungnya kembali. “Itu belum bisa menjadi alasan untuk kekhawatiranmu. Pertama, saat Reno ada di rumah Sena, dia bersamamu kan? Kedua … bisa jadi ada orang lain yang menghubungi Reno dan minta ke rumah
Bagaimana aku bisa menjelaskan pada Reno alasannya? Sekali lagi Sena membuang napas.Ponselnya masih ada di tangan dan ia sama sekali tidak punya keinginan meletakan benda tersebut di atas meja. Jus jambu merah yang sempat di minta kepada ART belum juga tersentuh. Jus tersebut tidak lagi dingin karena sudah berada di atas meja sejak siang.“Se-na?”Panggilan ragu-ragu itu mampu membuat Sena menoleh dan pada akhirnya berdiri kaget. Karena tidak siap, ia membenturkan pinggangnya pada meja dan merasakan nyeri yang cukup membuat matanya berair.“Aku tidak mimpi,” gumam Sena tanpa sadar. Matanya mengerjap beberapa kali memastikan kalau memang yang dilihat nyata.Reno mendekati Sena segera, tetapi sebelum sempat mengapai gadis itu ke dalam pelukannya ia berhenti. Ia hanya bisa berdiri canggung di depan pintu, tak jauh dari tempat Sena duduk.“Aku mengkhawatirkanmu.”Karena suara