Ah … ekspresi itu yang ingin dilihat Monik. Pupil mata yang membesar, napas menjadi lebih cepat, dan tubuh yang gemetar menahan amarah. Ia bertanya-tanya kenapa tidak mengatakan hal tabu ini sejak awal mencoba mengusik Sena.
Namun, ia juga menikmati proses saat gadis yang sama melindungi Reno dan sebaliknya. Ia tidak pernah mengalami ini dan tidak berharap berganti posisi dengan Sena. Ia tidak pernah suka menjadi pihak yang lemah dan mudah dimodifikasi perasaan dan tindakan.
Maka begitu berhasil membuat Sena marah dan berusaha keras menahan hal ini, ia tersenyum bahagia, menunjukkan ketertarikannya tetapi tidak akan membuat Sena menduga apa yang sedang dirasakan. Ia memilih pergi seperti penganggu yang lain datang dan membuat ekspresi cantik ini lenyap. Ia bisa melakukannya lain kali dan dengan lebih baik.
Tora datang dan berusaha keras menghindari Monik sejak ia menginjakkan kaki di lokasi syuting. Saat ia beramah tamah dengan kru, papanya berada di ruan
Monik sama sekali tidak berharap Reno akan berbasa-basi. Namun, ia cukup senang mendengar mulut pemuda itu mengucapkan selamat di hari pertama syutingnya. Ia terbiasa tidak diakui dan diabaikan. Ia terbiasa merebut semua hal, salah satunya rasa terima kasih dan penghormatan. Sungguh. Ia sudah terbiasa berusaha baik-baik saja dan memendam semua rasa sakit karena pengabaian. Lalu benda berbentuk kotak seukuran tiga jari, berwarna biru dan pipih itu berada di depannya.Untuk sesaat yang dilakukannya hanya terdiam dan kaget. Ia bertanya-tanya siapa yang sudah menyodorkan padanya dan untuk apa. Lalu ia ingat pemuda di sampingnya dan perkataan Reno. Namun, benarkan bend aitu untuknya? Apa yang sedang dipikirkan Reno sekarang? Apakah pemberian ini adalah rencana Reno untuk melunakan hatinya? Apakah ia sudah ketahuan?Monik mengitari sekitar, melihat siapa yang ada dan memperhatikan mereka. Akan tetapi, tidak ada siapapun di dekat mereka. Hanya ada dirinya dan Reno sa
Sena memandangi bunga pemberian Reno lama. Ia saat ini berada di kamarnya dengan pakaian tidur setelah mandi mengunakan air hangat. Seluruh tubuhnya yang tadi kelelahan telah merasa nyaman. Namun, sayang sekali rasa kantuk tidak juga singah ke pelupuk matanya.Ketukan di pintu kamarnya membuat Sena menegakan tubuh dan duduk bersila di atas kasur. Vas berisi sebagai dari bunga yang diberika Reno diletakan di lantai sebelum di taruh di atas meja di depan pintu kamar.“Ya,” sahut Sena saat mendengar ketukan kembali di pintu.Pintu terdorong ke dalam dan tak lama kepala Ratih muncul di selanya. Wanita itu tersenyum dan membawa masuk keseluruhan tubuhnya beserta nampan berisi segelas susu.“Mama tahu kamu belum tidur,” kata Ratih dengan cepat mendekati ranjang dan meletakan nampan di nakas dekat lampu di samping tempat tidur. Gelas berisi susu tidak ada lagi di nampan, tetapi disodorkan pada Sena. “Bunganya membuat kamu sulit tidu
Beberapa mahasiswa sengaja berhenti di depan Sena. Mereka ingin tahu apa yang menyebabkan gadis tersebut duduk sendirian di halte dalam keadaan sedang menangis. Namun, karena tidak bisa mengetahui apa yang sebenaranya terjadi, begitu bus kampus tiba mereka melupakan rasa ingin tahu itu.Sena sendiri juga ingin tahu kenapa ia menangis. Reno bukan siapa-siapa dari kehidupannya. Bahkan sampai bulan lalu semua orang menyangka ia menghilang bersama pacarnya. Jadi kenapa ia harus menangis untuk Reno.Pak Sarmin yang menyentir di depan hanya sesekali melirik dari kaca spion depan. Mungkin sopir tua itu bertanya-tanya kali ini apalagi yang menyebabkan majikan kecilnya dalam kondisi emosi yang tidak stabil. Lelaki tua yang sudah hampir memiliki cucu tersebut mungkin tidak akan bisa mengerti rumitnya kehidupan masa muda di zaman sekarang. Ia yang menikah karena sebuah perjodohan dan pelan-pelan jatuh cinta pada istrinya mana paham rasanya terombang-ambing dalam ketidakpastian.
Hei, Monik tidak bisa disalahkan kalau tiba-tiba Sena muncul dan marah-marah padanya. Ia tidak sedang bercumbu dengan Reno di tempat umum atau kencan dengan kekasih orang. Reno masih belum jadi pacar Sena dan mereka tidak melakukan hal yang tidak pantas di depan umum. Namun, ia gembira melihat reaksi Sena yang seperti kebakaran jengot datang dengan langkah panjang-panjang dan melayangkan tamparan padanya.Ia bahkan senang saat melihat Reno berdiri di antara mereka berdua dengan posisi membelakangi Monik. Bukankah itu tandanya dirinya menjadi korban dan Sena adalah pelakunya? Kapan lagi ia diperlakukan dengan adil seperti itu. Bukankah selama ini ia adalah tokoh antagonis yang terus-terusan disalahkan? Jadi tak salah jika Monik menikmati waktu tersebut.Bahkan saat Sena pergi dengan menitikan air mata hampir saja Monik bersorak gembira melihat hal itu, tetapi ia berhasil bertahan.“Maaf, ya, harus ada kejadian seperti ini.”Sesuatu di dalam dir
Sena menolak menemui Reno sejak kemarin. Ia juga tidak menjawab panggilan yang ditujukan padanya. Jadi pagi ini Reno datang ke rumahnya dan hanya bertemu dengan Ratih saja.“Maaf, ya, Reno. Dia tidak mau ketemu kamu dulu.”Ratih mengatakan hal tersebut dengan sangat hati-hati, tetapi itu tidak membuat perasaan Reno menjadi baik-baik saja. Ia ingin bertemu dan menyampaikan penyesalannya pada Sena. Ia harus segera meminta maaf.“Saya … boleh menunggu di sini sebentar, Tante?” tanya Reno.Wanita yang sudah melahirkan Sena tersebut berpikir sebentar sebelum berkata. “Sebaiknya kamu langsung naik saja,” usulnya. Ia menempelkan jari telunjuk di bibirnya. “Jangan bilang kamu ketemu Tante di bawah, ya,” pintanya sambil mengedip.Reno terdiam. Saat Ratih menghilang ia membulatkan tekad untuk bertemu dengan Sena di lantai dua. Mungkin Sena sedang ada di teras seperti pertemuan beberapa waktu lalu. Atau m
Apa yang salah denganku? Kenapa jadi seperti ini? Kenapa semuanya terjadi lagi? Sena membenamkan kepalanya di antara lututnya lagi. Ia hanya ingin sendirian saja dan berpikir. Ia ingin tahu langkah mana dari memperbaiki kehidupannya yang salah. Ia sudah memilih dengan hati-hati. Bahkan menjauh dari Adit juga. Lalu bagian mana yang membuatnya seperti kembali ke keadaan SMAnya.Ia mulai merunut lagi semua kejadian setelah ia lulus SMA dalam kondisi mengalami trauma. Ia menjalani rehabilitasi selama tiga bulan di hadapan psikiater. Kemudian dr. Indah memintanya memilih pekerjaan yang bisa mengembalikan kepercayaan dirinya yang terpuruk.Sena tersentak. Ia seperti tahu hal apa yang dipilih kemudian membawanya dalam bencana selama ini. Bergegas ia berdiri dan meganti pakaian. Ia memoles wajahnya dengan make up standar dan memakai kaca mata dengan kaca yang agak gelap. Matanya kini pasti bengkak karena menangis. Ia tidak ingin terlihat terpuruk di hadapan orang yang
Ah … dia malah pingsan! Jika tidak sedang berakting menjadi orang baik, Monik pasti sudah tertawa. Akan tetapi, ia ingin akting yang sangat sempurna. Maka dari itu, alih-alih melampiaskan rasa kesalnya pada Sena dengan tertawa, ia berlari ke arah tubuh Sena yang terkapar dan berteriak meminta bantuan tak menghiraukan lukanya sendiri.Kru yang berada di dekat ruangan Produser langsung masuk ke dalam dan kaget melihat apa yang terjadi. Kepala Monik sendiri masih mengeluarkan darah dan Tora kelabakan memeganginya.“Jangan khawatirkan orang lain!” Tora berteriak menghentikan Monik yang akan mendekati Sena.Ia menundukkan kepalanya tanda menyesal dan kembali duduk di kursi seperti yang diperintahkan padanya. Tubuh Sena dibopong keluar. Karena darah di kepala Monik sudah berhenti, sapu tangan yang tadi ditekan ke kepalanya segera dibuang. Namun, Tora masih cukup khawatir.“Kita ke rumah sakit,” kata Tora sambil membimbing
Saat bagun dari tidurnya, Mata Sena seperti ikan koi. Kepalanya juga berdenyut sakit. Ia tidak mampu mengangkat tubuhnya karena lelah.Reno sudah pergi tengah malam kemarin saat Sena sedang tertidur. Pagi harinya Sena hanya menemukan Ratih yang duduk terkantuk-kantuk di tepi ranjang. Mamanya pasti sangat tidak nayaman dengan keadaan Sena sekarang ini.“Ma ….” Sena manggil dengan suara serak.Kerongkongannya terasa sakit. Seperti ada sebongkah batu di sana. Ia menarik dirinya perlahan untuk bersandar di kepala tempat tidur.Ratih tersentak. Ia memegangi kepalanya dan mengeleng menghilangkan pusing. Lekas dibelainya pipi Sena, matanya menatap dengan berkaca-kaca. “Mau apa Sayang? Sena butuh apa?” tanyanya dengan nada khawatir.Sena mengeleng. Ia tidak ingin sesuatu dan melakukan apa-apa. Ia merasa ingin menangis kembali mengingat kejadian kemarin.Ratih mungkin tahu apa yang ada di dalam pikiran Sena. Cepat ia me