Tentu saja Mawar sangat terkejut. Kehadiran Kaisar sama sekali tidak diinginkan. Apalagi Ana sangat membencinya dan Mawar tahu itu. Tapi, jika dia mengusir Kaisar, pasti keadaan akan semakin buruk. Sebaiknya Ana bertemu dengan lelaki itu."Sebenarnya Aba tidak ingin bertemu denganmu. Kau itu sangat menyebalkan sekali. Dia pasti akan sangat marah denganku ... dan aku tidak menyukainya," balas Mawar sambil bersedekap. Dia menatap lelaki itu dari atas sampai bawah. Kaisar berdandan sangat rapi. Menggunakan kemeja berwarna putih bersih, kemudian celana jeans dan bersepatu pantofel yang terlihat sangat mahal."Hei, padahal kau baru saja pergi ke rumahmu. Dan sekarang kau kembali lagi? Hmm, apakah kau kalau mandi cepat sekali? Seharusnya kau menikmati air itu dan membersihkan tubuhmu dengan benar. Apakah rumahmu dekat sini? Ah, benar-benar aku bisa sangat gila jika membiarkanmu masuk," ucap Mawar yang sangat blepotan. Dia tidak tahu harus berbicara apa."Tante, dia adalah calon istriku dan
Kaisar semakin cemas. Mereka benar-benar akan menuju ke bandara. Dia tidak ingin berpisah dengan Ana. Lalu apa yang harus dia lakukan? Dia pikir dengan mengatakan ini semua, mereka akan tetap bersama. Karena dia sudah menjadi pahlawan. Tapi ternyata benar-benar. Dia tidak menyangka mobilnya sudah terparkir di bandara.Pen pun segera turun diikuti Ana dan Mawar, tanpa menyapa dan menghiraukannya."Tunggu!" Kaisar berlari mendekati mereka bertiga, kemudian merentangkan kedua tangan tepat hadapan mereka. Langkah mereka bertiga pun terhenti."Apakah kalian benar-benar ingin pergi ke Amerika? Katakan jika ini memang lelucon," tanya Kaisar. Dengan cepat dia menatap Ana dan menggelengkan kepala. "Ayolah calon istriku. Katakan padaku. Apakah kau memang akan pergi?"Pen mendekati Kaisar kemudian memegang kedua pundaknya dan mengamati kedua mata Lelaki itu dengan tajam. Lalu dia berkata, "Kita harus pergi, Kaisar. Aku tidak akan pernah melupakan jasamu. Aku mohon jika kau memang ingin anakku me
"Menikahimu? Haha!" Anggara tertawa sangat keras. Dia tidak percaya Gracia dengan sangat percaya diri mengatakan hal itu. "Apa kau tidak capek mengejar seseorang yang sama sekali tidak mencintaimu? Lihatlah, dirimu itu bahkan kau tidak mengerti apa artinya cinta.""Aku tidak mengerti apa artinya cinta? Haha," balas Gracia dengan tertawa. "Lalu apa kau tidak melihat? Aku sudah menunjukkan rasa setia yang sudah aku perlihatkan selama ini. Aku tidak pernah bersama lelaki manapun selain dirimu. Anggara, hanya kau yang aku inginkan bukan yang lain," balas Gracia pelan kemudian menunjuk Anggara dengan tatapan yang sangat tajam."Kau mencintaiku? Atau mengejarku karena obsesimu? Aku mengetahui dirimu, Gracia. Kau menginginkan apa pun itu. Dan jika gagal, kau akan terus mendapatkannya. Sudahlah, aku tidak mau membahas."Anggara ingin meninggalkan wanita itu. Gracia tidak terima. Selama ini dia memang telah menunggu. Walaupun dia bersama dengan beberapa pria yang juga sama tampan dan kaya. Tap
Masa lalu yang selalu saja membelenggu pikirannya, seharusnya Pen memang tidak akan pernah mengingat itu. Walaupun sebenarnya setiap malam selalu berkelebat di dalam kepalanya itu. Sepanjang perjalanan dari Jakarta ke Bandung, cukup membuat mereka bertiga kelelahan. Namun, sekarang mereka kembali terperangah saat melihat gerbang hitam yang sekarang dipenuhi oleh tanaman rambat berada tepat di hadapan mereka."Aku masih ingat saat kau ulang tahun dan kita menuju ke rumahmu itu bermain dengan ayah dan ibumu." Mawar masih saja berdiri tegak di sana. Dia memang sangat dekat dengan Pen ketika masih kecil hingga saat ini.Mawar adalah anak dari sahabat Ibu Penelope. Namun, kedua orang tuanya meninggal terlebih dahulu karena sakit. Akhirnya Mawar selalu bersama dengan Pen. Tapi karena Amara menguasai rumah itu. Dia terpaksa pergi. Tapi untungnya Pen datang kembali bersamanya dan mereka selalu bertemu sampai saat ini."Bagaimana bisa aku melupakan kejadian itu? Walaupun aku sebenarnya ingin m
Tamparan keras melayang di pipi Anggara berkali-kali. Plak! Kali ini tamparan itu berbeda dengan tamparan sebelumnya. Jika Pen melakukan hal itu, pandangannya masih saja tersirat sebuah cinta yang berada di sana. Namun, sekarang hanya kebencian yang sangat mendalam yang bisa Anggara lihat."Sudah aku katakan jangan pernah muncul di hadapanku. Apa kau mengerti? Jangan pernah!" teriaknya sangat keras sambil menunjuk tegas wajah Anggara yang masih terdiam kaku. Raden tidak menyangka akan seperti ini, melihat sang istri begitu sangat membencinya."Apakah kalian sepasang suami istri yang saling mencintai? Jika tidak ya sudah. Kalian berpisah saja daripada seperti ini. Ayolah, aku lelah dengan ini semua. Aku menyerah." Ana berkata sambil menangis. "Awal mulanya aku ingin menyatukan kalian. Tapi ternyata tidak bisa. Ayah, tolonglah. Kita berakhir sampai di sini." Ana menarik Pen, berjalan cepat keluar dari halaman itu. Mawar mengikutinya dengan pandangan tajam yang masih mengarah ke Anggara
Brian ketika itu sangat tidak tenang. Sepanjang hari dia tidak pernah tidur, membuat kedua matanya merah. Tubuhnya lemah. Bahkan kedua orang tuanya sangat cemas sampai dia harus menjalani infus karena lemas.Brian tidak tahan lagi. Dia mencabut selang infusnya saat melakukan perawatan di rumah. Kemudian diam-diam keluar dari rumahnya, lalu mengendarai motornya seperti biasa menuju ke kediaman Anggara untuk mengatakan kepada Romo, jika dia mencintai Ana dan bukan Amel. Namun, sesuatu terjadi dengan tiba-tiba. Dia malah mendengar jika Romo akan menikahkan dirinya dengan Amel. Dan itu akan segera terjadi. Apalagi sekarang Amel berada di hadapannya."Aku benar-benar tidak akan pernah melepaskanmu, Brian. Kau adalah calon suamiku dan akan selamanya seperti itu." Amel tersenyum mendekati pemuda itu yang menatapnya tajam. Memperlihatkan amarah. Namun, Amel tidak peduli."Kita masih harus menyelesaikan sekolah 1 tahun lagi. Kita masih belum cukup umur untuk menikah. Siapapun tidak akan pernah
Jumpa pers? Anggara menggelengkan kepalanya. Dia berlari meninggalkan gedung itu, namun tidak ada jalan keluar. Ratusan pengawal sudah menutupnya. Semua pegawai yang berada di sana terdiam. Sebenarnya mereka sangat kasihan dan lebih memihak Anggara bersama dengan Penelope.Saat bertemu dengan Ana yang masih berada di dalam tubuh Penelope, mereka sangat terharu saat mengingat hal itu. Selama ini sosok Anggara hanya menjadi lelaki yang sangat pendiam. Mereka sangat senang melihat Anggara tersenyum sejak pertemuannya bersama dengan Ana. Namun, saat ini rasa dingin Raden akan terjadi lagi. Pegawai itu hanya terdiam dan tidak menyukai hal ini."Aku tidak mau Ayah. Aku mohon. Ayah, untuk apa kau melakukan ini? Biarkan saja aku memilih pasanganku. Biarkan aku bahagia.""Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Semuanya sudah jelas. Sekarang diam dan lakukan saja apa yang sudah ditakdirkan untukmu. Semua sudah ada jalannya." Romo berjalan dengan tongkatnya, kemudian mendekati kursi yang sudah d
Arga semakin tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Juragan tiba-tiba terbebas dari semua hukuman? Kenapa itu bisa terjadi? Siapa yang bisa membuat lelaki itu keluar dari sana? Seharusnya lelaki itu di penjara sangat lama seperti Amara. Tapi tentu saja dia tidak membunuh siapapun, dan hukuman itu lebih ringan. Kekayaannya pun tidak main-main. Banyak sekali orang penting yang dia kenal."Apa maksudmu dia terbebas?" Anggara memegang kedua pundak Arga. Ingin mengetahui apa yang sudah dibicarakan dengan pengawal mata-matanya itu. "Aku sangat khawatir. Apakah itu sebuah berita yang sangat buruk?" lanjut Anggara masih saja menatap dengan sangat serius. Sementara Ardi hanya menatap Arga sambil bersedekap saja dan juga menunggu."Yah, aku mendapatkan kabar yang sangat buruk. Juragan tiba-tiba keluar dari penjara dan bebas." Arga segera duduk kembali di kursi, kemudian meneguk minumannya. Anggara dan Ardi mengikutinya. Mereka masih menatap Arga untuk menyelesaikan apa yang harus dia katakan