Sebagai guru dan pembimbing pertemuan pada pagi ini, Sagara mengajak semua anggota Fantasy Club ke tengah lapangan terbuka. Mereka yang tadi berteduh di bawah pohon―menikmati angin sepoi-sepoi yang berembus―kini harus merelakan diri terbakar di bawah sinar matahari. Pagi tersebut diawali dengan hari yang cerah dan mentari yang bersinar di ufuk timur. Mereka sudah terlalu lama berteduh, kini saatnya harus berkeringat.
Sagara yang sudah tiba lebih dahulu di tengah lapangan berhenti. Dia berbalik badan. Dengan mata kepala sendiri, dia menyaksikan mereka yang jauh tertinggal di belakang. Masing-masing kepala tampak tidak semangat dan tidak bertenaga, padahal baru saja memulai hari. Gara-gara itu dia menggelengkan kepala berulang kali.
“Buruan ke sini! Sebelum panasnya makin terik,” teriaknya yang meminta agar mereka mempercepat langkahnya. Jarak mereka terlalu jauh darinya, serta butuh waktu lebih lama juga. Berbeda dengan dirinya yang tidak mau mengulur waktu.
Tersisa beberapa waktu saat menunggu perintah Sagara selanjutnya, Irene sedang menyibukkan diri sendiri. Setelah dibuat hampir pingsan tadi, dia masih mencoba untuk memulihkan diri. Sampai sekarang, kepalanya terasa berputar-putar di tempat walau dia masih mampu bangkit. Matanya berkunang-kunang. Tubuhnya juga terasa lemas seperti dikuras seluruhnya dan tidak menyisakan satu tenaga.Saat ini, dia sedang menghibur diri sendiri serta menjauh dari anggota lain yang sudah jauh di depan. Namun masih bisa diselamatkan oleh sinar mentari yang perlahan meredup, sepertinya karena bisa mendengar isi hati sang puan seperti halnya dia yang bisa mendengar pikiran orang lain. Ranting kayu yang patah menjadi mainan sementara dan dia sejak tadi mematahkan benda tersebut.Jika keadaannya tidak berubah juga, dia terpaksa tidak ikut olahraga selanjutnya dan duduk menunggu pertemuan berakhir. Hal yang akan sangat membosankan bagi mereka yang tidak melakukan apa pun. Wajahnya lesu dan hamp
Sudah lama bagi Devin di zaman 300 tahun silam tidak merasakan tidur yang sangat nyenyak. Pandangan sekitar tampak gelap gulita. Dia juga tidak tahu seberapa datar tanah yang menjadi tumpuan punggungnya. Mungkin saja sekarang sudah malam di luar sana, namun tubuhnya yang tidak mau mengikuti kata hati dan terus membangkang.Biasanya, dia hanya mampu tidur sebentar karena tidak bisa bertahan dalam suhu dingin. Lalu saat pagi menjelang, dia harus bekerja lagi menjadi budak untuk tuannya yang merupakan anak ketua kampung. Hanya itu satu-satunya cara agar dia bisa mendapatkan uang dan bertahan hidup, walaupun diperlakukan seperti binatang.Hal yang paling penting sekarang adalah dia harus segera memanggil kembali kesadarannya. Ada yang sudah menunggu jauh di sana.Seolah-olah dikabulkan oleh sang Pembuat Jalan Cerita, pandangannya menjadi terang kembali. Kesadarannya terpanggil setelah beberapa saat lalu dibiarkan berwisata ke dunia mimpi. Pada saat yang sama, dia me
Berpindah ke rumah yang ada di tengah kampung dan dibangun dengan megah, Sagara membawa tujuh anak yang kelihatan lusuh ke naungannya yang telah dihuni selama bertahun-tahun. Dia membawa mereka sampai masuk ke dalam rumah. Mereka yang berada di ruang utama menunggu Sagara kembali dari ruangan lain yang berada di sebelah. Jeslyn yang sedang sakit digendong di punggung Alden yang selalu bersama. Gadis itu tertidur lelap dalam gendongannya.Sembari menunggu sang empunya rumah kembali, mereka mengedarkan pandangan untuk melihat keadaan sekitar. Di dinding, tampak jam kayu yang harganya mahal dan ukuran besar dipajang. Ada juga beberapa barang lain yang didapatkan Sagara sebagai cendera mata ketika berkunjung ke kota lain. Jika bisa dikatakan, nilainya dipatok dengan harga tinggi dan menjadi barang paling mewah di zaman 300 tahun silam.Semua barang mewah itu membuat mereka menganga lebar dan sorot matanya tampak tidak percaya dengan pemandangan di depan mata. Mereka tidak
Caraka yang selama ini mengintai anggota Fantasy Club dan hanya mengamati progres Sagara dari jauh akhirnya keluar dari persembunyiannya. Kemunculan yang tiba-tiba menjadi tanda tanya besar bagi semua kepala karena tidak pernah bertemu. Kecuali Sagara yang diam-diam menarik napas panjang seolah-olah menyedot seluruh oksigen di bumi. Dia tidak menyangka Caraka malah keluar jika kemarin dia telah berjanji untuk bersembunyi.Namun di sela-sela kebingungan itu, hanya sepasang mata yang memberi tatapan berbinar-binar dan raganya ibarat diterbangkan ke luar angkasa. Sepasang mata itu milik Jeslyn yang mendadak merasa bahagia. Suasana hatinya juga meningkat dengan pesat, padahal tadi dia sudah merasa lelah. Hal ini karena dia disuguhkan pemandangan indah di depan mata. Wajah Caraka yang tampan berhasil mengalihkan dunia. “Ganteng banget,” gumamnya tanpa sadar.Sagara yang melihat Caraka mendekat dengan tatapan waswas melipat tangannya di bawah dada. “Gue kir
Sore kembali menjelang di bumi nusantara. Seperti hari lain, anggota Fantasy Club kembali diminta berkumpul di tengah lapangan terbuka. Kali ini, bukan hanya Sagara yang membimbing tapi ada Caraka yang ikut membimbing mereka. Sebagai orang yang ikut bertanggung jawab atas komunitas ini, Caraka harus membagi ilmunya. Tidak sia-sia juga dia datang dari masa itu.Sagara yang membuka pertemuan pada hari ini mengajak hampir semua anggota menjauh, meninggalkan Caraka dan Alden. Khusus hari ini, dia akan mengajari Alden sesuatu yang baru namun tidak boleh ada orang lain di dekatnya. Dua pria itu juga sudah membahas materi yang akan disampaikan sebelum datang.Alden yang kini bersama Caraka sedang menunggu apa yang ingin dikatakan pria tersebut―walaupun baru sehari mereka tatap muka. Sedangkan Caraka sedang memastikan anggota lain berada di tempat yang paling jauh. Dia menunggu kode Sagara.“Baik! Sekarang aku ingin kau memanggil elemen tanahmu. Kita akan mempelaj
Di bagian lapangan yang lebih jauh dari anggota lain, Rama yang memisahkan diri dari Mentari kini berada di bawah pohon. Lebih tepatnya berada di deretan pohon yang saling berdampingan sebelum membatasi hutan di bagian belakang. Dia tidak tahu apakah hutan di belakangnya merupakan hutan belantara yang tidak dilindungi atau sebaliknya, yang penting dia tahu tempatnya begitu rindang. Bisa juga digunakan untuk berteduh dari cahaya mentari sore. Tempat ini merupakan tempat terbaik baginya.Sebelum memulai latihan, terlebih dahulu dia mengedarkan pandangan ke segala arah. Niatnya untuk mengamati situasi, namun dia terpana karena baru menyadari kalau lapangan ini jauh lebih luas dibandingkan perkiraan. Tidak heran juga dia sudah merasa letih saat perjalanan ke sini. Kakinya juga sudah merasa lelah, namun dia harus terbiasa.Setelah mengamati pemandangan di depan mata, dia baru ingin mengawali latihan. Terlebih dahulu dia memejamkan mata dan memusatkan semua pikiran ke satu t
Bertempat di halte yang menjadi awal dari kegiatan menjelang malam, ada tiga anggota Fantasy Club yang sedang duduk menunggu kedatangan bus Transjakarta―Alden, Devin dan Rama. Bus yang dijadwalkan akan berhenti sebentar lagi di pemberhentian menjadi penentu arah yang akan dituju pulang dari pertemuan pada sore ini. Ada beberapa warga juga yang ikut menunggu bersama mereka dan duduk di tempat yang sama, satu barisan.Selagi menunggu, mereka sedang asyik membahas tentang rencana pada malam ini. Lebih tepatnya antara Rama dan Devin saja, karena pada kenyataan Alden sama sekali tidak menyimak pembicaraan. Pandangannya sejak tadi fokus ke ponsel di tangan. Jari jemarinya mengetik sesuatu di atas layar. Dari sudut pandangnya saja, dia tidak bisa menangkap kesimpulan dari pembicaraan mereka karena sudah buyar di dalam kepala.Kala mengutak-atik layar peranti pipih tersebut, sudut bibirnya terangkat dengan jelas. Tampak juga dia berusaha menahan seberapa besar euforia di dalam
“Jadi ini bunda lo?”Saat hening memeluk interaksi dua anak manusia yang masih menghabiskan waktu di sekitar Harbour, suara seorang lelaki memecah sunyi dan sepi. Jingga yang membelakangi sumber suara segera menoleh, begitu juga dengan Alden yang menyambut dengan mata terbelalak. Tidak ada yang menyangka bahwa dia akan bertemu dengan dua insan itu yang datang secara tidak terduga.Dari arah gerbang, Devin dan Rama muncul serta mendekati mereka dengan langkah ringan. Entah itu karena suratan takdir yang tidak bisa diprediksi, orang yang paling ingin dihindari malah memunculkan diri. Gara-gara itu, Alden segera membuang muka dan tidak ingin menatap wajah mereka yang datang dengan tatapan jahil, seolah-olah sedang menangkap basah karena ketahuan.“Bunda lo cantik juga ya. Masih muda malah,” ujar Rama yang tidak akan berhenti mengusik kedamaian Alden. Sudah pasti alasannya karena dia ketahuan berbohong. Mereka mengira Alden akan ada di rumah,