“Al, tolong urus sesuatu untukku,” ucap Evan yang kini sedang duduk di kursi selasar panjang di koridor rumah sakit.“Mengurus apa?” tanya Albert dari seberang panggilan.“Akan aku rincikan di pesan,” jawab Evan, kemudian mengakhiri panggilan dan mulai merincikan hal-hal yang diinginkan Evan.Setelah mengirimkan pesan, Evan pun diam menatap layar ponsel dan mendapat balasan pesan dari Albert. Asistennya itu marah-marah di pesan karena permintaan Evan yang tidak masuk akal dan begitu mendadak.[Bapak kira aku ini Doraemon yang memilki kantong ajaib, sehingga bisa mengabulkan permintaan Bapak hanya dalam sekali kedip.]Evan menahan tawa membaca pesan asistennya itu. Dia kembali mengetik pesan dan mengirimkan ke Albert.[Ya, kamu adalah Doraemon yang bisa memberikan alat-alat canggih untuk mengabulkan permintaan bodohku.]Albert masih mengirimkan pesan marah-marah, membuat Evan tertawa tapi kemudian tidak mengirim pesan lagi.“Kenapa kamu di luar?”Bibi Santi datang dan langsung menyapa
Setelah dirawat sehari dan kondisi Dharu membaik. Renata pun mengajak pulang Dharu. Dia dan Evan kembali berdebat masalah Dharu, sampai keduanya kembali diam lagi seperti sebelumnya, entah tiap kali berdebat, mereka pasti akan saling Diam. Renata kesal karena Evan tidak memberitahukan alasan kenapa Evan sangat ingin dekat dengan anak-anaknya.“Apa apartemen sebelah akan ditempati?” tanya Renata saat melihat cleaning service keluar dari unit yang berada tepat di samping unit milik Renata.“Entah, mungkin saja,” jawab Bibi Santi yang tidak tahu.Mereka pun berjalan melewati unit itu dan masuk ke unit mereka. Dharu langsung pergi ke kamar bersama Dhira, sedangkan Renata membereskan barang-barang.“Re, apa kamu dan pria itu bertengkar?” tanya Bibi Santi karena tidak melihat Evan setelah keduanya bicara.Renata terkejut mendengar pertanyaan Bibi Santi, hingg tersenyum dan menjawab, “Hanya ada perbedaan pendapat sedikit, Bi. Bukankah wajar? Lagi pula, jika dia tidak ada juga wajar saja, dia
“Mbak Rena. Bu Suci datang, katanya ada hal yang ingin disampaikan.”Renata terkejut saat salah satu bagian admininstrasi sekolah musiknya menyampaikan perihal kedatangan wanita pemilik gedung itu.“Sil, kita sudah bayar uang sewa, ‘kan?” tanya Renata takut jika kedatangan wanita bernama Suci itu untuk menanyakan uang sewa.“Sudahlah, Mbak. ‘Kan Mbak Rena yang nandatangani laporan keuangan bulan kemarin,” jawab Sesil—petugas admininstrasi.“Ya sudah, suruh masuk saja,” kata Renata, “jangan lupa buatkan minum,” imbuh Renata.Sesil mengangguk, kemudian keluar dari ruangan Renata dan mempersilakan wanita berumur empat puluhan yang sudah menunggu di depan ruangan.“Silakan, Bu.” Sesil bicara dengan ramah.“Terima kasih,” ucap Bu Suci itu sambil melangkah masuk.Renata langsung berdiri dari tempat duduknya saat melihat Bu Suci masuk. Dia langsung tersenyum hangat dan mempersilakan wanita itu untuk duduk.“Apa ada masalah, Bu? Kenapa harus repot-repot ke sini? Saya bisa datang ke rumah jika
“Dasar kamu pelakor! Kamu racuni pikiran suamiku dengan apa, hah! Sampai-sampai bisa terpikat dengan wanita sepertimu!” amuk wanita berpakaian elegan dan berumur lebih tua dari Renata.Renata begitu syok saat keluar dari ruangan dan langsung mendapat makian itu. Bu Suci yang ada di sana juga bingung dan sedang menelaah apa yang terjadi.“Maaf, Bu. Ada apa ini?” tanya Renata bingung karena wanita itu datang dan marah-marah.“Jadi kamu yang bernama Renata, hah!” hardik wanita itu.“Ya, benar.” Renata menjawab dengan sedikit was-was.Wanita itu terlihat murka dan langsung mendekat ke Renata, hingga melayangkan pukulan begitu keras ke pipi Renata.Renata begitu syok. Sesil dan Bu Suci juga terlihat sangat terkejut. Sesil pun menarik tangan wanita yang memukul Renata agar menjauh dari atasannya itu, sedangkan Bu Suci langsung berdiri di depan Renata.“Maaf, Bu. Kalau ada masalah bicarakan baik-baik, jangan asal nampar!” Bu Suci mencoba membela Renata.“Tanyakan ke wanita sialan itu! Dia su
“Apa maksudmu dengan ingin mengganti uang investasi yang sudah kami terima?” tanya Renata sambil menatap Evan.Renata tidak mempermasalahkan soal Evan menyebutnya istri, karena sadar jika pengakuan Evan hanya untuk menolongnya dari tuduhan.“Bukankah sudah terlihat jelas, kalau pria itu tidak berinvestasi, tapi sedang mencoba mendekatimu, dengan dalih berinvestasi.” Evan menjawab pertanyaan Renata dengan sangat santai. Dia duduk menyilangkan kaki, tapi tatapannya tidak tertuju ke Renata.Renata terkejut mendengar Evan mengatakan itu, kenapa pemikiran orang selalu tertuju ke sana, tidak bisakah orang-orang itu melihat dari sudut pandang lain.“Jelas-jelas sudah ada surat perjanjian yang menyebutkan kalau dia itu berinvestasi, tapi bagaimana bisa kamu berkata kalau dia mencoba mendekatiku?” Renata dan Evan kembali berdebat hanya karena tidak satu pemikiran.Evan langsung menurunkan kaki mendengar ucapan Renata, hingga kemudian menatap ibu dari anak kembarnya.“Apa kamu suka dia berinves
Renata masih begitu syok. Dia mencoba mencerna apa yang terjadi. Hingga Albert masuk ke ruangan itu, sedangkan Bu Suci tampak berdiri di ambang pintu sambil tersenyum lebar ke Renata.“Pak, berkas-berkasnya sudah diurus untuk pengalihan nama,” ujar Albert ke Evan.Renata semakin melongo, menatap Albert dan Evan bergantian, sedangkan Albert langsung menatap Renata begitu sudah bicara dengan Evan, hingga pria itu menganggukkan kepala seolah memberi hormat kepada Renata.“Urus semua sampai selesai, aku tidak mau ada kesalahan,” ujar Evan ke Albert setelah melihat berkas yang ditunjukkan Albert.“Tunggu!” Renata mengganggu pembicaraan Albert dan Evan.Albert dan Evan pun menoleh dan menatap Renata bersamaan.“Maksudmu, kamu membeli gedung ini?” tanya Renata memastikan.“Ya,” jawab Evan santai.“Bu Suci.” Renata kini mengalihkan pandangan ke Bu Suci. “Dia yang beli gedungnya?” tanya Renata ke Bu Suci sambil menunjuk ke Evan.Kini Evan dan Albert pun menatap Bu Suci, seolah meminta wanita i
“Papa Tampan!” Dhira spontan memanggil, ketika melihat Evan yang berjalan memasuki lobi apartemen.Renata yang sedang bertanya siapa pemilik unit miliknya, langsung menoleh ketika mendengar suara teriakan Dhira.Dharu juga langsung menoleh ke arah Dhira menatap, hingga Dharu tidak senang saat melihat Evan di sana.Evan menoleh ketika mendengar suara Dhira, lantas mengulas senyum ke gadis kecil itu. Dia pun mendekat untuk menyapa Dhira.Dharu terus menatap tidak senang, hingga menarik Dhira dan seperti ingin menyembunyikan adiknya dari Evan. Dhira sendiri langsung bisa menangkap sikap sang kakak, membuat Dhira menunduk karena menyesal memanggil Evan. Dhira takut jika Dharu marah, hingga akhirnya hanya menunduk diam.Renata terkejut dan sampai berdiri melihat Evan di sana, sedangkan Citra langsung tersenyum dan sedikit menganggukkan kepala untuk menyapa, sebab Evan menatap ke arah Citra dan Renata.Renata melihat itu, hingga memandang Citra dengan rasa penasaran yang membuncah.“Bu, apa
“Mama, hujan!”Dhira berteriak dari kamar mandi, membuat Renata dan Dharu terkejut hingga langsung menuju ke kamar. Mereka syok melihat air dari kran yang rusak dan kini membanjiri kamar mandi.“Dhira ke sini, awas hati-hati,” kata Renata agar Dhira menyingkir.Dhira berjalan pelan dan hati-hati karena semburan air yang mengenai wajah. Tubuhnya yang telanjang kini basah kuyup, sehingga Dharu buru-buru mengambilkan jubah mandi khusus.Renata berusaha menutup kran air agar tidak terus mengalir, tapi ternyata tidak bisa hingga air terus menyembur.“Hujan di dalam rumah.” Dhira marah terlihat begitu senang.“Dharu, coba ke bagian kantor pengembang, minta untuk mengirim tukang,” kata Renata sambil menghindarkan wajah dari semburan air.Dharu mengangguk dan hendak menghubungi bagian kantor, tapi terdengar bel berbunyi, membuat Dharu bingung mau menghubungi bagian kantor atau membuka pintu.“Biar Dhira yang buka pintu.” Dhira berlari ke depan sedangkan Dharu mencoba menghubungi kantor aparte