"Bagaimana? Bisa kah?" tanya Arya yang masih menunggu jawaban dari Swastika yang memaksa bertemu dengannya di rumah sakit dan melarangnya untuk bertemu dikantor. "Persyaratan itu terlalu berat. Bisakah kami tetap tinggal di apartement? Dan Setiap pulang sekolah hingga malam hari kami akan menemani Bu Ratna seperti yang Anda minta" nego Swastika dengan penuh harap. Arya menggeleng dengan senyum yang terpatri diwajah tampannya. Setiap bersama dengan Swastika dia jadi sangat murah senyum. "Dan juga, ubah cara bicara kamu. Aku tidak suka kamu bicara terlalu formal padaku" titah Arya yang kemudian menenggak kopi susu yang memang selalu dia minta setiap selesai melakukan operasi. "Tidak perlu bertanya pada Abi, karena dia pasti akan setuju" sambungnya saat Swastika mula membuka mulutnya. Swastika berdecih kesal karena Arya seolah tau apa yang akan dia ucapkan. Dia diam cukup lama, sedang berpikir keputusan apa yang harus dia ambil. Dalam kepalanya, seperti sedang ada dua sisi yang sali
"Satu lagi. Tolong jangan panggil Bu. Panggil Mami saja ya" pinta Bu Ratna yang langsung mendapat anggukan dari Swastika. Tak berapa lama, seorang pelayan mengabarkan bahwa makan malam sudah siap. Merekapun menuju meja makan. Kali ini Abi yang mendorong kursi roda Oma Ratna. Saat semua orang sedang makan malam, tiba-tiba seorang pelayan menghampiri Arya yang sedang menyantap makan malamnya. "Tuan, ada tamu" ucap pelayan itu. "Siapa?" tanya Arya yang seketika berhenti menggerakkan sendok kemulutnya. "Nona Liana""Suruh langsung kesini saja" jawab Arya yang membuat pelayan itu menganggukkan kepala kemudian pergi kepintu depan. "Tika, kamu pasti akan menyukai Liana. Sepertinya dia seumuran sama kamu. Dia juga sudah bersahabat dengan Arya sejak mereka bersekolah menengah pertama. Benarkah Arya?" ucap Oma Ratna yang membuat Tika tersenyum setelah mendapat anggukan kepala dari Arya. "Liana? Apakah model terkenal itu?" batin Swastika. Mansion Arya memang sangat besar, dari pintu depa
"Memang cuma kamu yang bisa meredakan amarahku" puji Liana setelah mereka sama-sama bermandi keringat. "Thank's Baby. Sebagai FWB kita harus saling menguntungkan" ucap Pria itu kemudian kembali memagut Liana. Meninggalkan Liana yang sedang bercumbu. Swastika saat ini sedang bersitegang dengan Arya. Setelah kepergian Liana, Swastika mendatangi Arya untuk menanyakan perihal pembayaran hutang pada renternir itu. "Kamu sebenarnya mau menipuku atau bagaiamana sih? Mereka sudah menelfonku lagi, jadi kapan akan kamu lunasi? Katamu setelah aku pindah akan langsung dikirim kesana, Kenapa sampai sekarang masih belum kamu kirim?" desak Swastika pada Arya yang kemudian meletakkan kaca matanya. "Tenang saja. Semua sudah diurus oleh Rama. Tapi Bukankah jatuh temponya baru besok?" "Iya memang baru besok. Tapi mereka sudah menelfon untuk mengingatkan. Kalau sampai terlambat rumah dan tanah Bapak akan mereka ambil" "Tunggu dulu" ucap Arya pada Swastika. Dia segera mengirim pesan pada Rama untuk m
"Bagaimana Bu? Bisa kita mulai?" tanya Arya pada semua orang yang hadir didalam ruang rapat disekolah Abi. "Baik Pak" jawab Kepala Sekolah yang kemudian menyampaikan maksud dan tujuan Arya mengumpulkan mereka semua. "Tidak mungkin Pak. Anak saya tidak mungkin melakukan hal seperti itu" kilah Mamanya Rafi salah satu anak yang berada di satu geng dengan Dion. Dia datang sendiri mewakili anaknya karena suaminya sedang berada diluar kota. "Anak saya juga tidak mungkin ikut-ikut yang seperti itu" kilah Papanya Azka. Yang turut mendapat sahutan dari yang lain yang mencoba untuk membela anak-anak mereka. Sementara Arya, Swastika dan kedua orang tua Bayu hanya diam memperhatikan mereka semua yang saling mencari dukungan satu sama lain. Berbeda dengan mereka, Papa dan Mamanya Dion hanya diam, mereka tau betul yang terlibat perkelahian langsung dengan Abi dan Bayu adalah anak mereka. Mereka tidak masalah jika Dion mendapat skors atau sanksi apapun dari sekolah, yang sangat mereka takutkan a
"Aku kesiangan" ucap Arya yang berlari mendahului Swastika dan Abi yang sedang berjalan menuruni tangga. Dia berlari langsung menuju mobilnya, bahkan untuk berpamitan dengan Maminya saja dia berteriak sambil terus berlari dan melambaikan tangan. "Mau kemana Arya Mi?" tanya Liana yang sudah siap sejak tadi dimeja makan, sebagai salah satu caranya mencari muka pada Mami Ratna. "Mungkin ada operasi" jawab Maminya santai sambil melambai pada Abi. Swastika pagi ini tidak ke dapur untuk memasak. Walau dia sudah bangun sejak pagi tadi tapi dia sama sekali tidak keluar kamar, suasana hatinya sedang benar-benar buruk. Dia lebih memilih untuk bermain game di ponselnya. Dimeja makan, saat Swastika akan mengambilkan nasi untuk Mami Ratna, Liana menginterupsinya. "Biar aku saja" ucapnya ketus. Swastika pun memberikan piring Mami Ratna dan kembali duduk. Dia lebih memilih mengambilkan Abi makanan dan juga menyiapkan bekal. "Menyiapkan bekalnya nanti saja. Kamu sarapan dulu" suruh Mami Ratna
Malam ini Tika, Abi dan para pelayan bisa makan dengan tenang karena Liana sama sekali tidak keluar kamar sampai pada tengah malam, dia diam-diam keluar untuk menemui temannya yang mengirim barang pesanannya. Pada saat dia keluar, tak sengaja Swastika yang sedang berdiri didepan pintu balkon yang terbuat dari kaca melihat Liana masuk kedalam mobil yang sudab teeparkir sejak tadi didepan rumah Arya. Liana hanya sebentar didalam sana dan setelah itu masuk kembali kedalam rumah. "Bertemu siapa lagi dia?" gumamnya. Sebenarnya ada rasa penasaran dalam dirinya tapi dia berusaha untuk mengabaikannya saja dan memilih pergi tidur. Pagi-pagi sekali Swastika sudah bangun, kali ini mood-nya sangat baik jadi dia memutuskan untuk memasak sarapan dibantu oleh para pelayan. "Bagaimana? Apakah sudah pas?" tanya Swastika pada salah satu pelayan yang dia minta untuk mencicipi masakannya. Kali ini dia memasak menu sederhana, hanya sayur sop yang ditambahkan daging didalamnya. Entah kenapa kali ini, D
"Ada apa ini? Kenapa kamu kemari malam-malam?" tanya Elena yang terkejut dengan kedatangan Swastika yang tiba-tiba. "Abi langsung kekamar ya. Tidur. Besok harus sekolah. Jangan lupa cuci kaki dan tangan. Mama mau bicara dulu sama tante" ucap Swastika setelah masuk kedalam apartement, Abi hanya mengangguk dan masuk kedalam kamarnya dulu.Swastika pun mengajak Elena untuk ke dapur, mereka duduk disana. Elena memberikan air minum pada Swastika lebih dulu sebelum dia mencecarnya dengan segala pertanyaan yang ada dibenaknya. Melihat mimik muka Abi yang seperti itu jelas ada yang tidak beres, begitu pikir Elena. "Jadi bagaimana? Apa yang Ter...." "Aku diusir" Swastika langsung memotong ucapan Elena. "APA?" teriak Elena secara spontan. "Arya mengusirku setelah menuduhku mencampurkan sesuatu kedalam makanan Mami Ratna". "Hah. Gila. Bagaimana bisa dia menuduhmu seperti itu?" tanya Elena dengan menggelengkan kepala. Swastikapun menceritakan semua yang terjadi dari sudut pandang dan sepen
Semua yang ada diruangan itu tercengang melihat kedatangan Arya tak terkecuali Rama dan David yang hanya diam terpaku. "Rama" panggil Arya sekaligus membuyarkan lamunan Rama. "Siapkan semuanya" sambungnya. "B-b-baik Pak" ucap Rama kemudian menyerahkan beberapa dokumen pendukung pada Arya. "Silahkan kalau ada yang mau menyampaikan pendapat atau pertanyaan" ucap Arya pada semua orang. Dengan tegas dan fokus dia menampung semua pertanyaan dan pendapat mereka. Satu per satu pernyataan dia jawab hanya yang berkaitan dengan perusahaan. Untuk yang menanyakan kondisi Mamihnya, dia lebih memilih untuk menundanya. "Baik. Ada lagi yang mau disampaikan sebelum saya mengumumkan sesuatu?" tanya Arya dengan menatap satu per satu orang yang ada disana. "Tidak. Kami hanya meminta kejelasan saja. Bagaimana dengan nasid perusahaan ini? Dan ada bagaimana solusi yang diambil perusahaan untuk menstabilkan nilai saham?" ucap salah satu pemilik saham. "Baik. Saya dan Tim sudah mendiskusikan semuanya s