Delvin bangun dan mencari Daryn. Pria itu segera datang dan menggenggam tangannya.“Ayah di sini, Delvin,” katanya.Anak itu tersenyum dan mengedipkan matanya, tampak senang karena sang ayah ada di sana.“Maaf sudah membuatmu seperti ini. Ayah tidak tahu kalau kamu akan sakit. Maafkan Ayah, Delvin,” ucapnya seraya menatap wajah mungil putranya.Delvin tak mengatakan apa-apa, hanya balas menggenggam tangan Daryn. Baginya, melihat sang ayah di sana sudah lebih dari cukup. Sejak tadi, dia menunggu ayahnya untuk datang walau tubuhnya semakin lemah. Tidak apa-apa selama masih bisa melihat Daryn yang datang.“Kamu akan baik-baik saja sayang. Kamu pasti kuat, jagoan Ayah,” katanya mengundang senyum Delvin.Fara kembali untuk memeriksanya begitu perawat mengabari kalau Delvin bangun. Gadis itu menyapanya dengan senyuman. Ada reaksi
Setelah menjenguk Delvin sebelum pulang, Fara akhirnya pamit. Memang tidak lama di sana, dan berbincang sesaat dengan sang nenek yang terus memperhatikannya dalam diam seolah menilai dengan caranya tentang Fara. Tentu saja Dennda juga menyadari tatapan berbeda dari sang putra, sorot yang biasanya kosong dan dingin tampak sendu dan hangat, ada apakah gerangan?“Sampai jumpa lagi, Delvin. Semoga lekas sembuh,” kata Fara sebelum dia keluar dari ruangan.Gadis itu mengangguk sopan pada wanita anggun yang membalasnya dengan senyuman. Ramahnya Dennda ada sebuah maksud.“Aku akan mengantarmu,” kata Daryn tiba- tiba.Fara mendongakkan wajahnya.“Tidak usah. Aku akan mampir ke ruang piket dokter sebentar, ada yang tertinggal,” katanya.“Tidak apa- apa. aku akan mengantarmu hingga ke depan saja. Ayo,” katanya dan melengos melewati Fara sebelum gadis itu protes lagi.Fara tersenyum canggung pada ibunya pria itu, kemudian melambai pada Delvin dan mengikuti Daryn yang sudah lebih dulu ke pintu. Ad
“Kau melakukan apa yang kukatakan, ‘kan?”Baru saja kembali ke ruang rawat Delvin, Daryn sudah ditodong pertanyaan oleh sang ibu yang menunggunya di sofa sementara anaknya sedang bermain game di ponsel.Daryn memperhatikan anaknya beberapa saat sebelum menanggapi perkataan ibunya yang memasang wajah datar nan tegas seperti malam itu.“Ibu dengar Sandra datang ke perusahaan pagi sekali hanya untuk menunggumu di depan lobi. Kau tak mengabaikannya, bukan?” tuntut Dennda.Tidak ada jawaban dari Daryn, dan pria itu malah mengambil duduk berhadapan dengan sang ibu.“Kenapa kau diam?” desaknya tak sabar.Barulah Daryn mengangkat wajah dan memusatkan perhatian pada ibunya.“Haruskah Ibu membahasnya di saat seperti ini? Delvin sedang ….”“Katakan saja, tak perl
Daryn bereaksi sopan saat seseorang datang dari arah belakang Fara. Seorang gadis berambut hitam panjang sepunggung, dia cukup cantik dan sepertinya pemalu.Melihat reaksi Daryn, Fara menoleh ke belakangnya dan melihat temannya datang menghampiri. Gadis itu adalah pemilik tas yang ada di kursi samping Daryn.“Kau sudah selesai?” Fara bertanya, gadis itu mengangguk kecil. “Bagus, ayo pergi,” ajaknya seraya bangun dari duduknya, jelas sekali Fara ingin menghindari Daryn.Gadis itu tampak bingung. Mereka memang sudah selesai makan.“Kau menghindariku?” Suara berat Daryn menghentikan gerakan Fara.“Tidak,” jawabnya singkat, dia berbalik menghadap Daryn dan memberikan senyum paksanya.“Kau yakin? Tapi, wajahmu memerah, kenapa?” Nada suaranya menggoda kali ini.Apakah Daryn tahu kalau
Masih terbayang dengan apa yang Daryn lakukan padanya, dari perubahan sikap dan bagaimana dia bisa memeluknya tanpa dia ketahui, semua tindakan yang Daryn lakukan padanya itu di luar kendalinya, tiba- tiba saja, dan cukup membuatnya nyaris kena serangan jantung. Tapi anehnya, dia seperti tak bisa menolak.“Kau membuatku terganggu,” gumamnya, menatap kosong langit kamarnya yang gelap, hanya cahaya bulan yang masuk menerangi kamarnya. Dia memeluk sebuh boneka penguin, terbaring telentang di atas kasurnya.Dia menghela napas keras-keras dan berusaha untuk tak memikirkan pria asing yang melewati batasnya, kemudian memejamkan matanya untuk tidur. Besok masih ada jadwal pemeriksaan, dan lusa adalah jadwal liburnya.Fara bangun pagi, belakangan ini jadwal kesehariannya agak berantakan. Meskipun dia terkenal tepat waktu, sesekali dia mengalami kekacauan. Tinggal di rumah sewa sendirian itu membuatnya bebas melakukan
Fara sampai tak habis pikir ketika atasannya memberinya tugas baru sebagai dokter spesialis anak. Dia di panggil ke ruang atasannya, Kepala Departemen untuk menyampaikan pesan kalau dia di tugaskan untuk menjadi penanggung jawab Delvin Aezar, yang tak lain adalah anaknya Daryn, pria yang ingin sekali Fara hindari.“Namun, mengapa aku, Dokter Kepala?” tanya Fara untuk kesekian kalinya seolah ingin membersihkan kotoran di telinganya yang menjadi penyebab dia harus mendengar apa yang atasannya itu sampaikan.“Aku akan memberikan tugas baru untuk, Fara Izzumi. Mulai hari ini, kamu di tugaskan menjadi penanggung jawab Delvin Aezarr, pasien VVIP. Dan, sebagai dokter pribadinya,” jelas Dokter Kepala, dengan menekankan setiap katanya, tak ingin di bantah lagi.Kelihatannya itu adalah batas akhir dari pertanyaan Fara untuk memastikan kembali apa yang dia dengar itu tidak salah.&
Seperti yang telah diberi tahukan pada Fara tadi kalau dia akan bertamu ke ruang VVIP itu bersama dokter pribadi, atau dokter keluarga Daryn, Dokter Harris Edinta, juga Dokter Kepala.Menjadi dokter pribadi, artinya dia harus siap dipanggil ke kediaman apa pun yang terjadi. Fara sudah membuat kesepakatan dengan Dokter Kepala dan Dokter Harris kalau dia akan tetap bekerja di rumah sakit ini sekaligus menjalani tugas itu. Dia akan mengatur ulang jadwalnya bila perlu. Namun, Dokter Harri mengatakan kalau beliau sudah lebih dulu membuat jadwal baru untuk Fara tanpa mengganggu jadwal konsultasi pasien rawat jalannya.“Kamu hanya perlu mengikuti arahan,” kata Dokter Harri tena
Lorong bangsal naratama memang tak begitu ramai, tapi ada tempat yang sepi. Daryn membawa Fara ke sana, jauh dari ruangan Delvin. Ada pintu darurat di belakang mereka. Karena Daryn mengatakan ingin menyampaikan sesuatu pada Fara, gadis itu menurutinya saja meskipun perasaannya sungguh tidak enak sekali. Dia ingin segera pergi dari sana, dari hadapan pria itu atau mungkin dari sekitarnya.“Sekarang sudah sepi, hanya ada kita berdua. Jadi, katakan apa yang ingin kau sampaikan itu,” kata Fara dengan nada ketus, bahkan tak menatap Daryn yang berdiri di hadapannya hanya berjarak dua langkah.Tidak ada kata yang keluar dari mulut pria itu, terkuncu rapat, memusatkan tatapan sepenuhnya pada gadis itu yang jelas sekali menghindari tatapannya. Namun, itu bukan masalah bagi Daryn karena keberadaan gadis itulah yang dia inginkan meskipun dia tahun hanya untuk sesaat.“Bukannya kau ingin bicara denganku? Ada apa?&r