"Tap-pi, Pak-""Aku bersumpah akan membuat hidupmu menderita di dalam penjara!"Air mata Mila spontan terurai deras. Berkali-kali kepalanya juga menggeleng membela diri.Kutengok bapak mertua, sedang duduk di pojokan sel. Tak ada kata atau ucapan apapun dari beliau, wajahnya tampak digelimangi rasa sesal."Aku akan mengurus kasus ini sampai selesai di pengadilan, jadi kau bersiaplah menjawab pertanyaan petugas dengan jujur," ucapku sebelum akhirnya aku dan ibu pergi dari sana.-Selesai dari pengadilan aku pergi menemui pengacara terbaik di Majalengka.Ia lah yang nanti akan membantuku mengurus semuanya."Baik, Pak, saya akan berusaha semampunya," tegas pria itu bicara seraya menjabat tanganku.Selesai menemui pengacara aku dan ibu mertua langsung pulang.Di jalan tak hentinya aku merasa sedih sebab tak tega melihat ibu mertua harus menerima kenyataan pahit seperti ini.Suami dan anaknya berkhianat dan bahkan yang membuat beliau amat terpukul adalah saat harus menerima kenyataan bahwa
Ibu mertua kembali duduk."Sarah adalah sahabatnya Nila, Bu.""ART baru kita lebih tepatnya." Aku menimbrung."Si Sarah? ART baru kita? Dia sahabatnya Nila?""Iya Bu, dan namanya ikut tertulis pada surat-surat bukti kejahatan Mila."Ibu lagi-lagi terperangah dan menggeleng tak percaya."Ya Tuhan ... apalagi ini?""Ayo Sultan, kita gak bisa nunggu lagi, kita harus pergi ke rumahnya Sarah sekarang juga." Ibu mertua kembali bangkit dan bergegas menuju rumah Sarah.Aku dan ibu akhirnya mengekor.Tok tok tok.Tak ada jawaban.Ibu mertua mengetuk lebih kencang.Tok tok tok."Iyaaa, tunggu sebentar." Suara seorang perempaun asing kudengar.Tak lama pintu terbuka."Eh Masitah, aku kira siapa, ayo masuk, tumben nih," kata wanita tua seumuran dengan ibu mertuaku.Kami disuruh masuk lalu duduk di kursi rumahnya."Sarah mana, Nah?""Sarah ada lagi mandi, bentar lagi selesai kok."Wanita tua itu yang kuyakini itu adalah ibunya Sarah lalu kembali bangkit dan mengambil air minum untuk kami.Tak lama
2 hari kemudian. Pengacara meneleponku, ia mengatakan tentang hasil autopsi yang sudah keluar.Kami semua diundang datang ke kantor polisi untuk dijelaskan lebih rinci tentang hasil autopsi jenazah Nila.Ibuku menangis histeris ketika mendengar hasil autopsi dibacakan.Nila dinyatakan meninggal dalam keadaan tidak wajar, ginjalnya sudah hilang sebelah, terdapat banyak luka lebam di tubuhnya yang diduga hantaman benda tumpul, penyidik juga menemukan adanya benturan di kepala Nila yang menyebabkan pendarahan hebat.Hasil autopsi menyatakan Nila meninggal pada saat pengambilan ginjal sebab kekurangan pasokan darah. Semua itu selaras dengan kesaksian yang diberikan Sarah kemarin lusa."Kurang ajar! Mana wanita biadab itu?! Izinkan saya bertemu dengannya, Pak." Ibuku murka. Beliau memaksa petugas agar membawanya bertemu dengan Mila dan Sarah."Bu sabar dulu, urusan kita belum selesai." Aku mencoba menahan tapi ibuku tak bisa dihentikan."Kau selesaikan saja dulu Sultan, sementara itu Ibu a
Aku mengangguk lesu."Kok bisa? Gimana ceritanya Sultan?!" Ibu bertanya setengah berteriak."Sabar dulu Bu, takut ibu mertua denger."Ibu menenangkan dirinya lalu duduk di sampingku."Sekarang ceritakan gimana awalnya? Kok bisa-bisanya Mila hamil anakmu? Apa jangan-jangan kamu sudah berbuat mesum? Astagfirullah Sultan, mau jadi apa hidup kamu?" "Enggak gitu Bu, tenang dulu. Kemarin itu Sultan juga gak ngerti kenapa tiba-tiba Sultan bangun tidur sama Mila."Kuceritakan semuanya dari awal hingga akhir sesuai yang kutahu kemarin saat kejadian di hotel itu.Ibuku sampai melotot tak percaya."Itu artinya kalian melakukannya atas dasar suka sama suka Sultan.""Gak gitu juga Bu, karena Sultan gak sadar waktu itu.""Tapi tetap saja sekarang benih itu tumbuh 'kan?""Gak Bu, Sultan ragu, apa iya benih bisa secepat itu terdeteksi tumbuh? Gak mungkin, Sultan yakin Mila sedang menjebak kita, entah sekarang anak siapa yang tengah dikandungnya itu," ujarku kesal mengepalkan jari jemariku.Tak lama
"Sultaan cepat kemari!" teriak Ibu lagi.Aku dan ibu mertua bergegas ke kamar Mila."Cepat ambilkan air putih untuk Mila, kasihan perutnya sakit lagi!" titah Ibu.Aku bergeming tak segera melakukan perintah beliau. Si wanita licik itu tampak sedang berpura-pura meringis memegangi perutnya. Muak sekali aku, ingin rasanya kuguyur ia dengan air panas sampai jadi daging sop.Andai aja aku tahu sejak awal, bahwa wanita yang melamar di kantorku ini adalah kuntilanak akan kubuat ia mati untuk kedua kalinya."Ayo Sultan cepet!" Ibu mengejutkanku lagi.Spontan kakiku melangkah juga. Ibu mertua ikut ke belakang bersamaku."Nak Sultan tunggu! Ibu mau bertanya serius," ujar beliau seraya membawaku untuk duduk di kursi makan."Ada apa, Bu?""Ibu mau kamu jujur Nak, apa benar benih yang dikandung Mila sekarang adalah benihmu? Jujur sebelum Ibu tahu semua kejahatan Mila, Ibu kecewa dan marah sama kamu Nak, tapi setelah Mila memperlihatkan wajah aslinya Ibu jadi ragu apakah benar benih itu adalah beni
"Ayo Bu, lebih baik kita ke kantor polisi, kita harus tanyakan kenapa Mila bisa dibebaskan seperti itu pada petugas, gara-gara ulah mereka sekarang mata ibu Sultan malah tertutup dari kebenaran," ujarku penuh emosi.Kusetir sendiri mobil rental itu agar kami cepat sampai di kantor polisi."Bu Mila diberi keringanan bebas bersyarat, Pak."Aku kalap dan menggebrak meja."Kok, Bisa? Siapa yang beri kalian izin? Saya yang melaporkan Saudari Mila kenapa saya gak tahu apa-apa soal ini? Lancang sekali kalian!" sengitku.Ibu menahan bobotku agar aku tidak maju melawan mereka."Maaf Pak, tapi ... Bu Ambarwati bahkan sudah menjamin tersangka bebas dari hukuman.""Menjamin?!" teriakku lagi."Maaf Pak, jangan membuat keributan, kami harus bertugas dan melayani orang yang lainnya juga, kalau urusan Bapak sudah selesai silakan Bapak keluar," ucap petugas itu santun menunjuk ke arah pintu keluar.Aku menyipitkan mata. Aneh sekali rasanya mereka ini. Aku curiga mereka disuap dengan uang oleh ibuku. Y
Aku menoleh. Mila sedang menyilangkan kedua tangannya di dada sambil tersenyum jahat."Dasar wanita gak punya rasa malu!"Ia malah tertawa puas."Aku hanya mengikuti skenario Tuhan Bani Azhar, awalnya aku gak pernah menduga dengan kehamilan ini ibumu akan membelaku tapi karena Tuhan sudah takdirkan ya sudah, mau bagaimana? Itu artinya kau memang ditakdirkan untukku 'kan?"Kedua tanganku mengepal hebat. Baru saja akan kutampar wanita itu ibuku sudah lebih dulu datang menampik tanganku."Apa ini Sultan? Jangan kasar sama wanita hamil, dia bisa stres dan jatuh lagi!" sentak beliau dengan mata melotot."Gak apa-apa kalau kamu gak mau terima aku Azhar, tapi bayi ini, tetap anakmu." Mila mulai berakting di depan ibuku, seolah-olah ia adalah orang yang paling tersakiti."Sudah Mila jangan nangis nanti bayimu stres, makanya saya 'kan udah bilang kamu di kamar aja, jangan deket-deket sama Sultan," ujar Ibuku lagi seraya meraih bobot Mila untuk setengah memeluknya.Geram, aku berteriak. "Bu, di
Dan ucapannya itu benar-benar jadi kenyataan. Ya Allah ... aku gak pernah membayangkan istriku akan benar-benar terbang dan gak pernah kembali lagi. Tapi keinginannya jadi orang yang berguna juga sudah tercapai.Sampai saat ini ginjal Nila masih berguna dan jadi wasilah kesehatan Bi Aminah. Semoga dengan hal ini Nila akan tenang dan bahagia di alam sana."Sudah sampai, Pak." Suara Pak Anwar menarikku dalam kesadaran."Eh kok cepet?"Tak terasa sepanjang jalan melamun, tahu-tahu mobil yang membawa kami sudah sampai saja di rumah sakit."Bapak ngelamun aja sih," balas Pak Anwar lagi.Ibu mertua dan Bi Aminah bergegas langsung masuk bahkan sebelum aku turun dari mobil.Sampai di ruangannya Sarah, kami tak diizinkan masuk bersamaan, karena Sarah masih dalam proses pengobatan setelah racunnya berhasil dikeluarkan."Masuk satu-satu ya Pak, agar tidak mengganggu kenyamanan pasien juga." Seorang perawat memperingatkan kami."Baik, Sus."Bi Aminah masuk lebih dulu, sekitar 20 menit beliau kemb