Share

Bab 03

"Apa sudah keluar asi nya, Sus?" tanya Whindy.

Karena baru mempunyai anak, jadi Whindy tidak paham dan tidak mengerti apa yang harus dia lakukan.

"Keluar, Nyonya, hanya saja tidak banyak. Asi akan keluar banyak ketika amda memakan sup, sayuran, dan jangan terlalu sering makan pedas, kasihan dedek bayinya akan sakit perut dan akan mencret," jelas Suster.

"Ah begitu. Baiklah, Sus, terima kasih sudah menjelaskan kepada saya," jawab Whindy.

Suster memberikan bayi itu secara perlahan di gendongan Whindy. Wanita itu tersenyum lalu mulai menyusui anaknya, dan bayi itu langsung berhenti menangis.

"Sama-sama, Nyonya Whindy. Jika anda memerlukan bantuan, anda tekan ini saja ya, saya atau Suster yang lain akan secepatnya datang," jelas Suster lagi memberikan tombol di atas brankar Whindy untuk di letakan di dekat wanita itu.

"Terima kasih sekali lagi, Sus. Anda sangat baik kepada saya," jawab Whindy mengambil tombol merah itu lalu meletakan di sebelah nya

"Sekali lagi juga sama-sama, Nyonya. Kami berusaha membantu sebisa kami, saya permisi terlebih dahulu, jangan lupa makanan nya di makan ya, Nyonya," Suster kembali mengingatkan Whindy untuk makan.

"Iya, Sus. Setelah saya menyusui anak saya, pasti saya akan makan," jawab Whindy tersenyum tulus kepada Suster itu.

"Iya, Nyonya. Dedek yang anteng ya, Nak," Suster melihat bayi itu menyusu dengan lahap.

"Iya, Tante cantik," jawab Whindy.

Suster itu terkekeh lalu pergi keluar ruangan Whindy. Tidak lupa juga pintu di tutup secara perlahan, Whindy menatap ke arah anaknya yang menyusu dengan lahap.

"Kamu lapar, Sayang? Perlahan ya, nanti kamu tersedak," pinta Whindy sembari mengeluarkan air matanya karena teringat dengan perkataan suaminya.

"Apa Mas Evan tidak menerima kehadiran anaknya? Dari nada bicara dan tatapan nya saja sudah sangat jelas, jika Mas Evan tidak menerima kehadiran nya, ya Allah, apa salah anakku, kenapa Mas Evan tidak ingin menerimanya, apa karena anak ini terlahir cacat, mungkin menurut mereka anakku cacat, tapi menurutku, anakku sangat istimewa," Whindy tersenyum sembari sesenggukan.

Di usap lembut kepala bayi itu dengan penuh kasih sayang. Wanita itu tersenyum saat memperhatikan wajah tampan anaknya itu.

"Wajahmu sangat mirip dengan Papa mu, Sayang. Anak Mama sangat tampan," ucap Whindy.

Wanita itu menggeser tubuhnya perlahan supaya lebih dekat dengan nakas, di ambil satu persatu piring dan di letakan di sebelahnya. Wanita itu membaca doa lalu mulai makan sembari menyusui anaknya yang sangat istimewa itu.

Rumah keluarga Avalon.

Hilda sedang bersantai di ruang tengah sembari membaca majalah, sedangkan Darwin sedang sibuk mengetik di laptop. Beberapa Pembantu datang sembari membawa nampan isi cemilan dan minuman segar.

"Silahkan, Tuan, Nyonya," ucap Pembantu itu sembari meletakan satu persatu isi nampan di atas meja dengan rapi.

"Baiklah. Sebaiknya kalian cepat pergi dari hadapan kami, saya sangat malas melihat wajah kampungan kalian," pinta Hilda sembari menatap tajam ketiga Pembantu itu.

Wanita tua itu memang sangat suka menghina orang yang derajatnya di bawah dirinya. Apalagi jika orang itu adalah orang miskin, tidak sedikit dari mereka yang sangat membenci kesombongan keluarga Avalon, terutama Hilda Avalon.

"Baik, Nyonya besar," jawab ketiga Pembantu itu dengan kompak lalu pergi dari hadapan kedua majikan nya.

"Hari ini benar-benar hari yang sangat sial bagi keluarga ku," gumam Hilda yang di dengar oleh suaminya.

"Sudahlah, Sayang. Jangan marah-marah terus, nanti kamu semakin tua," ucap Darwin tanpa melihat ke arah sang istri.

Karena kedua mata nya masih fokus ke layar laptop. Dan sepuluh jarinya juga sedang mengetik di keyboard laptop Apple nya.

"Sebaiknya Mas diam aja deh. Reputasi keluarga kita itu sedang di ambang kehancuran," Hilda mengambil segelas minuman dingin itu lalu meminumnya dengan perlahan.

"Kita harus menjaga reputasi keluarga kita dong supaya tidak hancur. Saya tidak akan membiarkan itu terjadi kepada keluarga kita, walaupun saya harus membuang bayi itu," jelas Darwin juga mengambil segelas minuman dingin itu lalu meminumnya.

"Itu rencana yang sangat bagus, Mas. Tapi jika Whindy melaporkan Mas ke polisi bagaimana?" Hilda menatap ke arah sang suami yang sedang menikmati minuman dingin.

Pria itu tidak menjawab perkataan istrinya, dia masih fokus menikmati minuman dinginnya. Setelah merasa puas, di letakan kembali gelas yang masih tersisa setengah minuman itu.

"Hahahaha, jika Whindy berani melaporkan saya ke polisi. Saya akan mengancam dia, jika saya akan membunuh Mama nya, setelah mendengarkan ancaman itu, saya yakin Whindy tidak akan melaporkan saya ke polisi, dan semuanya akan baik-baik saja," jelas Darwin.

"Astaga, Mas. Itu rencana yang sangat bagus, suamiku memang sangat pintar," puji Hilda lalu memeluk suaminya dari samping.

"Tentu saja, jika saya tidak pintar. Kita tidak akan seperti ini, Sayang," jawab Darwin membalas pelukan sang istri lalu mengusap lengan istrinya dengan lembut.

"Namun, Mas. Apa Evan akan setuju dengan rencana Mas itu?" tanya Hilda mendongak menatap suaminya.

"Saya sangat yakin, jika Evan akan setuju. Dia tidak akan menolak jika itu tentang reputasi keluarga Avalon," Darwin menatap Hilda sembari mencolek hidung wanita tua itu dengan manja.

Evan baru saja sampai di rumah, dia masuk ke dalam rumah lalu berjalan ke arah ruang tengah. Di ruang tengah dia melihat kedua orang tuanya yang sedang bermesraan.

"Astaga, Daddy, Mommy. Aku sedang merasa kacau tapi kalian enak-enakkan romantis-romantisan," Evan menatap kesal ke arah kedua orang tuanya itu.

"Hahaha, sebaiknya kamu istirahat saja, Sayang. Wajahmu terlihat angat pucat," pinta Hilda.

"Benar yang di katakan Mommy mu, Evan. Sebaiknya kamu istirahat saja, sudah, jangan memikirkan bayi cacat itu dan istrimu," lanjut Darwin.

"Baiklah, aku memang sangat lelah. Apalagi dengan kejadian ini, benar-benar sangat kacau," ucap Evan berjalan ke arah anak tangga lalu menaikinya dengan sedikit cepat.

"Evan pasti merasa sangat frustasi. Dia juga sudah lama kan menunggu mempunyai anak, tapi setelah mempunyai anak, eh anaknya cacat, astaga, kasihan sekali jagoan kita, Mas," jelas Hilda.

"Semoga saja Evan tidak sakit. Perusahaannya sedang berjalan lancar, apalagi semenjak kerja sama dengan perusahaan nya Ergan Alaska," ucap Darwin.

"Ergan Alaska? Bukan kah dia pengusaha berlian tersukses nomor satu di asia, Mas?" tanya Hilda.

"Iya Sayang. Kamu sangat benar, tidak mudah untuk bekerja sama dengan nya, dan Evan berhasil bekerja sama dengan Ergan Alaska," jawab Darwin.

"Benarkah? Astaga, aku sangat senang, yang aku dengar, Ergan Alaska itu sangat kaya raya, Mas," Hilda merasa sangat bersemangat ketika membahas kekayaan,

Namanya juga wanita yang sangat gila harta. Ya pasti akan sangat ceria wajahnya.

"Iya, Sayang, benar sekali. Mansion nya saja lantai 5, sangat mewah dan megah, saya sudah ke Mansion nya 2 kali," jelas Darwin.

"Wah. Berapa anak nya? Apa orang tuanya masih hidup? Siapa tau Ibunya teman arisan aku, Mas," tanya Hilda.

Karena teman arisan wanita tua itu semuanya istri-istri pengusaha yang kaya raya.

"Ergan Alaska sudah tidak memiliki orang tua, kedua orang tuanya sudah meninggal. Dia juga belum mempunyai istri dan anak, padahal usia nya sudah 35 tahun," jawab Darwin.

"Ah begitu. Cocok atau tidak ya dengan Bianca, jika dia menyukai Bianca, kita otomatis akan kebagian hartanya, Mas," Hilda mulai berfikir jika anak perempuannya akan di jodohkan dengan pria kaya raya yang bernama Ergan Alaska.

"Sayang... Bianca itu masih 20 tahun. Dia juga masih suka senang-senang dengan temannya, saya minta jangan sesekali kamu menjodohkan Bianca dengan Ergan. Pria itu juga sangat susah di dekati oleh wanita, apalagi gadis yang baru 20 tahun," jelas Darwin.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status