Menghampiri Tania yang berada di kamar setelah meyakinkan Devan jika apa yang nanti mereka pilih tidak akan membuat masalah, Devan bukan orang yang mudah percaya pada orang lain termasuk istrinya. Didikan Wijaya dan Vita membuat Devan secara perlahan mengubah itu semua dan membuat mereka berdua bernafas lega atas perubahan Devan, dukungan Devan pada Tania juga luar biasa membuat Wijaya tidak bisa berkata apapun.
“Sayang, kamu kenapa mikir sampai sejauh itu.”
Wijaya memeluk Tania dari belakang, berdekatan dengan Tania membuatnya selalu tidak bisa mengendalikan diri. Tania bisa membuat dirinya jatuh semakin dalam pada hasrat yang terpendam, melakukan sekali tidak akan pernah cukup dan itu membuat Wijaya melakukannya setiap saat dan untungnya Tania tidak pernah menolak sama sekali.
“Kami melihat nggak ada perkembangan dari kasus yang ditangani, lagian aku bilang kalau kalian bisa berbuat macam-macam pada mereka kecuali pekerjaan Yudi.”
<Pernyataan Tania yang mengatakan tentang Rifat membuat perasaan Wijaya tidak menentu, setiap Rifat datang ke rumah tanda waspada selalu ada di kepalanya. Bahasa tubuh mereka selalu menjadi fokus utama bukan pembahasan penting mengenai apa yang mereka bicarakan, baru kali ini Wijaya merasakan perasaan tidak suka jika wanitanya bersama dengan pria lain walaupun dengan konteks professional.“Jadi bagaimana, Sayang?” suara Tania membuyarkan lamunan Wijaya membuatnya menatap Tania penuh tanda tanya “Kamu pasti nggak dengerin.” Tania memutar bola matanya malas “Lakukan saja seperti apa yang sudah saya katakan tadi, Pak Wijaya pasti setuju dengan semua yang saya katakan.”“Ya, lakukan seperti apa yang Ibu Tania katakan.” Wijaya mencoba untuk bersikap tenang dan paham dengan pembicaraan mereka “Apa kita sudah selesai?” mengalihkan pandangan ke Tania yang hanya mengangguk.“Kalau begitu saya permisi.&rdquo
Kedatangan kedua pria yang bersamaan membuat Wijaya pusing tidak menentu, kedua pria ini melamar putri bungsunya. Perbedaan dari kedua pria itu adalah yang satu berstatus duda dan satunya pria yang bekerja di perusahaannya bisa dikatakan seusia dengan Tari, jika melihat keduanya mereka sama-sama mencintai putrinya.“Aku harus bagaimana, Sayang?” tanya Wijaya melepaskan penyatuan mereka dan berbaring disamping Tania.“Daritadi memikirkan masalah kedua pria itu?” Wijaya mengangguk membuat Tania tersenyum sambil membelai wajahnya “Kalau menurut kamu si Tari cocok sama siapa?”Hembusan tarikan nafas Wijaya lakukan “Seusia sama dia, tapi kalau lihat Tari lebih memilih duda.”“Ya udah biarkan Tari memilih, siapapun pilihan dia pastinya itu yang terbaik.” Tania beranjak dari ranjang menuju kamar mandi tanpa menggunakan pakaian.Melihat itu semua membuat tatapan Wijaya tidak berhenti, adik kecilny
“Sudah enakan?” Tania menatap tidak enak pada Wijaya.Memilih berada di ranjang setelah mengeluarkan muntahan dalam kamar mandi, kegiatan rutin yang dilakukannya beberapa hari ini. Tania membuatkan minuman yang bisa membuat tubuhnya hangat, hanya saja tidak berdampak apapun pada dirinya, beberapa kali Wijaya membuat Tania lelah dengan semua permintaan tidak masuk akalnya.“Aku mau kasih tahu kamu.” Wijaya menatap bingung pada Tania yang memijat keningnya.Tania mengambil tangan Wijaya dan meletakkan di perutnya membuat tatapan mereka berdua terkunci, anggukan pelan yang dilakukan Tania sudah menjawab semuanya membuat Wijaya beranjak dari berbaringnya dan menarik tubuh Tania kedalam pelukan. Tidak lama kemudian mencium seluruh wajah Tania tanpa terkecuali, terakhir mencium perut Tania dengan penuh kasih sayang.“Terima kasih banyak.”Wijaya menatap lembut pada Tania yang mengangguk pelan “Gimana nggak hamil
Keputusan gila dan tidak masuk akal sama sekali yang Wijaya lakukan membuatnya mendapatkan tatapan tajam dari mereka semua kecuali Via tentu saja yang langsung menghubungi Bima untuk memberitahukan kabar baik tersebut.“Maksudnya apa ini, Pa?” Tina membuka suara terlebih dahulu.“Pasti punya alasan, bukan? Aku harap alasannya masuk akal.” Devan menambahi dengan tatapan tajam.Wijaya mengalihkan pandangan pada Tania yang hanya diam tanpa berniat membantu dirinya “Biarkan dia yang jelasin papa tiba-tiba mual.”“Papa yang bilang terus kenapa Mbak Tania yang harus kasih tahu.” Tari membuka suara yang diangguki lainnya.Wijaya dapat melihat senyuman puas yang Tania berikan tanpa sepengetahuan mereka semua, hembusan nafas seakan membenarkan pemikiran mereka mengenai keadaannya yang berat saat ini dan semua tidak lepas dari rencana yang Tania lakukan dengan persetujuan dirinya.“Kita menentang m
“Mereka sedang bermain-main?” Wijaya menatap Muklis datar setelah menerima laporan “Apa perceraian Bima tidak bisa berjalan cepat?”“Mili nggak mau diceraikan.” Muklis menjawab santai.Menyandarkan di sofa mendengar laporan dari Muklis, tidak tahu harus berbuat apa karena mereka harus menikah. Sudah cukup bagi Wijaya melihat putrinya bersikap wanita murahan depan pria bersuami, pilihannya masih jatuh pada Bima meskipun mereka mencoba berbagai macam cara agar mau pindah hati.“Pernikahan mereka harus tetap terjadi.” Tania masuk sambil membawa minuman dengan menutup pintu terlebih dahulu “Terlalu resiko kalau mereka tidak menikah.”Menatap Tania yang meletakkan minuman diatas meja, setelahnya memilih duduk disamping Wijaya yang masih menyandarkan kepalanya di sofa.“Selamat atas kehamilannya, Bu.” Muklis berkata sopan.“Makasih, Om.” Wijaya mengalihkan pandanga
“Lebih dalam, Sayang.”Wijaya semakin dalam menggerakkan miliknya didalam Tania hanya saja dengan gerakan pelan, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tepat saat Muklis keluar dari ruangan Tania langsung mengunci pintu dan membuka seluruh pakaiannya dihadapan Wijaya, melihat itu semua tentu tidak akan disia-siakan oleh Wijaya.“Kurang cepat dan lebih keras, Sayang.” Tania mendesah sekali lagi.“Aku nggak mau menyakiti dia, Sayang.” Wijaya berkata dengan sedikit takut menggerakkannya.“Anak kamu yang ingin cepat dan kasar, Sayang. Percaya semua akan baik-baik saja, jadi lakukan apa yang aku katakan.” Tania membelai wajah Wijaya yang berada diatasnya “Atau kamu mau aku yang diatas?”Wijaya menggelengkan kepala langsung “Kamu akan bergerak semakin keras jika sudah diatas.”Wijaya mulai menggerakkan kembali dan mengikuti keinginan Tania, bergerak dengan cepat dan dala
“Via bukan anak kandung?” Tania menatap penuh selidik yang hanya diangguki Wijaya pelan “Lalu?”Wijaya terdiam tidak tahu harus berbicara jujur atau menutupinya dari Tania, satu hal yang ditakutinya adalah Tania meninggalkan dirinya yang bermain dengan wanita lain atau bahasa kasarnya tidak setia. Hembusan nafas kasar dikeluarkan Wijaya tanpa melepaskan tatapan kearah Tania yang menunggu jawaban, genggaman tangan Tania membuat Wijaya menatap tangannya yang diremas pelan oleh tangan Tania.“Apa kamu nggak akan meninggalkan aku kalau aku jujur?” tanya Wijaya hati-hati.Tania menggelengkan kepala “Aku tinggalin kamu rugi bandar, wanita mana yang mau meninggalkan pria mapan seperti kamu. Kalau ada ya bodoh banget orangnya, jadi kamu bisa jujur sama aku.”Wijaya menghembuskan nafasnya kembali “Anakku dengan wanita lain.” Tania membuka mulutnya tidak percaya lalu menggelengkan kepalanya “Panjang
“Kalian harus pergi dari rumah ini.” Muklis berkata dengan wajah seriusnya “Mili tidak terima mereka menikah.”Wijaya hanya diam memandang semua yang ada di ruangan, putrinya Via tampak frustasi dengan Tania dan Tina yang berada disampingnya. Mencoba untuk bersikap tenang dengan memandang Bima yang seakan tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata yang Muklis katakan.“Kamu sudah menebak semua ini terjadi?” tembak Wijaya membuat suasana sunyi menatap kearah Wijaya dan Bima bergantian.Bima menghembuskan nafas kasar “Sedikitnya sudah, maaf tidak memberitahukan semuanya.”“Lalu apa rencana kamu?” Wijaya bertanya dengan menatap dalam pada Bima yang terdiam “Kalau menikah sama Via nggak ada rencana buat mengatasi ini buat apa?”“MAS! Kamu bisa nggak usah pakai emosi? Kasihan Via juga kalau begini dan seharusnya ini semua tugas kita bagaimanapun kita saudara yang harus sal