Selama satu jam lamanya, Arsen dan Leina memilih pakaian, dan mencobanya. Kebanyakan, Arsen menggoda Leina dengan memaksanya untuk mencoba baju seksi yang dia sukai.Leina tidak bisa menolak permintaan itu. Alhasil, dia berkali-kalj aksi korban kejahilan Arsen.Kali ini, dia menggunakan dress malam seksi yang melekat di tubuh. Dress berbahan kaos itu cukup ketat, bahkan bagian dadanya sampai ingin membuncah keluar."Sayang, bagus loh." Arsen memuji Leina yang sudah sangat seksi. "Kamu seperti simpanan pejabat.""Apa katamu!" Leina kesal jadi memukuli dada Arsen. Tidak keras, tapi berulang kali. "Enak saja— maksud kamu aku mirip pelacur!“"Tidak, siapa yang bilang?” Arsen lantas tertawa sambil menahan tangan Leina agar berhenti memukulinya. "Kamu cantik banget. Mana ada pelacurhyang secantik kamu? Kecantikan kamu itu berbeda dari wanita manapun.""Halah!“ Leina masih kesal.Arsen kembali tertawa. Dia mencoba merayu wanita itu dengan tiba-tiba mendaratkan ciuman di bibir.Leina terkeju
Serena berjalan di lorong panjang rumah sakit dengan membawa sekeranjang buah dan buket bunga. Dia melewati beberapa suster dan pasien— sebelum akhirnya berbelok ke arah area VVIP. Dia masuk ke dalam salah satu ruang VVIP tersebut.Di dalam ruang yang mewah tersebut, terlihat ada seorang yang duduk di atas ranjang. Orang itu melihat ke luar jendela— melihat keindahan langit di pagi hari ini."Hai, Tuan Nathan," sapa Serena mendekat ke meja terdekat, lalu menaruh bawaannya di situ. "Tumben sekali tidak ada penjaga?"Nathan.Iya, pria itulah yang sedang duduk di atas ranjang. Dia menerima banyak jahitan akibat tembakan Hans malam itu.Dia terlihat malas menanggapi Serena. Tetapi, tidak ada pilihan lain. Dia menoleh, dan bertanya, "mau apa kamu ke sini?""Menjengukmu, tentu saja.""Oh begitu.""... dan juga aku harus memberikanmu selamat karena gagal menculik Leina."Nathan meliriknya dengan pandangan muak. Dia menyindir balik, "tampaknya rencanamu menculik Leina dengan memanfaatkan adi
Arsen dan Leina pergi menuju ke hotel terdekat untuk beristirahat. Sebenarnya, tanpa perlu menginap di hotel pun, mereka bisa langsung perjalanan menuju lokasi tujuan, akan tetapi, Arsen sudah tidak bisa menahan hasratnya. Jadi, dia mengajak sang kekasih untuk singgah sejenak.Mereka memutuskan untuk meginap semalam di sana. Arsen mengabari Hans bahwa mereka tidak bisa datang hari itu. Hans pun mengerti tanpa bertanya apapun."Bagaimana?" tanya Leina yang sudah telanjang di bawah balutan selimut ranjang hotel.Sementara itu, Arsen yang sudah bertelanjang dada tampak masih berdiri di depan meja rias. Dia melihat layar ponselnya. "Aku sudah mengabari mereka. Kita akan ke sana besok, Sayang.""Tidak apa 'kan?""Tentu saja tidak masalah. Aku sudah membayar biaya sewa rumahnya, jadi besok kita akan tingga menempatinya.""Ngomong-ngomong, kita akan di sana berapa lama? Kamu belum memberitahuku.""Aku menyewanya sebulan, tapi nanti kita lihat situasi saja." Arsen menaruh ponselnya di atas m
Keesokan harinya ...Arsen dan Leina pergi dari hotel, dan langsung menuju ke rumah sewaan yang berada dekat dengan rumah Ritta. Seharusnya— semua baik-baik saja, tidak ada yang tahu lokasinya.Namun, Arsen sudah menyiapkan banyak hal jika memang nanti ada yang mengikuti. Dia sudah curiga kalau Serena akan ikut campur. Karena hal tersebutlah, dia terpaksa banyak berputar di beberapa jalan untuk menghindari kejaran.Hingga mobil mereka melaju di jalanan sepi, tidak ada bangunan, hanya pepohonan yang tumbuh disisi kiri dan kanan jalan. Ini adalah jalanan yang cukup asing bagi Leina.Wanita itu heran, kenapa di sepanjang jalan tidak ada bangunan. Selain itu jalanan ini tidak terlihat ujungnya.Dia bertanya, "kita ke mana? Kok kita tadi belok ke tempat ini? Kita tidak sampai-sampai, ya?""Tenang saja, Sayang. Tadi aku merasa ada yang mengikuti kita, jadi lebih baik kita menghindar dulu.""Ada yang mengikuti kita?""Iya, aku pikir."Leina melihat ke kaca spion, tapi dia tidak melihat ada
"Bagaimana keadaannya?" Ritta bertanya saat datang lagi dengan membawa baskom berisi air kompresan baru.Dia kemudian duduk di tepian ranjang. Pandangan matanya masih fokus ke Leina yang terbaring di ata ranjang tersebut.Hans yang berdiri di sebelah tampak cemas. Dia menjelaskan, "barusan dokter bilang dia tidak apa, cuma syok, tapi demamnya belum turun. Kita hanya perlu mengompresnya.""Sudah setengah hari berlalu sejak Arsen menghilang— apa tidak ada kabar?“"Mengenai itu, aku tidak mendapat kabar sama sekali. Aku sendiri juga cemas. Aneh ...”"Aneh? Aneh apa?“"Mobilnya sudah ditemukan tapi tidak ada tanda-tanda Arsen ditemukan, mayatnya juga tidak ada. Lagian, dia tidak mungkin mati hanya karena ini— dia ahli berenang. Kalau cuma tenggelam saja, dia mudah meloloskan diri.”Ritta terdiam sejenak. Dia merendam handuk kecil ke air kompresan, lalu memerasnya, dan menaruh ke kening Leina.Dia juga memikirkan hal yang sama dengan Hans. Ada yang mencurigakan dan aneh.Dia bertanya, “apa
Arsen membuka matanya perlahan-lahan, dan menyadari kalau berada di tempat asing. Dia mengalami cedera kepala parah, tapi dia tampak tidak merasakan apapun. Bahkan, raut wajahnya terlihat datar seolah sedang memahami apa yang terjadi.Dia duduk, dan hendak turun dari ranjang, tetapi dia tersadar kalau kakinya dirantai di ranjang.Apa yang terjadi? Di mana ini? Kenapa bisa seperti ini?Dia tidak mengerti apapun. Dia kemudian melihat dadanya, lalu meraba lengannya yang juga diperban. Banyak sekali perban yang menutupinya. Namun, tetap saja dia memasang wajah datar.Pandangannya kemudian beralih ke arah sekitar kamar sempit ini. Terlihat ada satu jendela yang terbuka, tapi terpasang teralis besi, jadi siapapun takkan bisa keluar ataupun masuk ke dalam. Suasana di luar tampak cerah berawan— hari sudah siang.Jam berapa sekarang? Hari apa ini? Tanggal berapa?Dia tidak tahu. Tetapi, di pikirannya— terus memberikan perintah yang ckup jelas. Apa pekerjaannya kali ini?Mustahil dia dibiarkan
Leina akhirnya bangun.Dia langsung menyebut nama Arsen, tapi saat matanya melihat sekitar— pria itu tidak ada di manapun.Tubuhnya lemas. Untuk beberapa detik pertama, dia agak linglung. Demam membuatnya dia tak bisa berpikir jernih untuk sesaat.Tetapi, setelah seluruh ingatannya terkumpul. Dia tersadar apa yang terjadi sebelum ini."Arsen!" Dia kemudian bangun, tapi langsung merasakan sakit di kepala. Dia merintih kesakitan. "Aduh ..."Mendengar suaranya, Ritta segera masuk ke dalam ruangan itu dengan cepat. Dia tampak lega saat melihat Leina sudah siuman."Akhirnya kamu bangun juga," katanya kemudian."Ritta?" Leina masih memijat kening. Dia melihat sekitar, baru sadar kalau ini tempat asing, kamar tidur orang lain. Jadi, dia ada di rumah Ritta?Dia agak tidak ingat bagaimana dia pingsan. Hanya saja, dia ingat kalau sedang panik mencari Arsen yang tenggelam. Lalu, tahu-tahu dia sudah terbaring di ranjang ini."Apa yang terjadi? Di mana Arsen ..." Dia bertanya dengan mimik wajah ya
Hans terus berlari ke gang-gang sempit di bangunan terbengkalai. Entah sudah berapa lama dia berlari, tapi rasanya dia masih diikuti. Entah berapa orang yang mengikutinya, dia tidak tahu. Namun, tembakan demi tembakan terus diarahkan kepadanya.Kalau saja, dia bukan orang yang terlatih, mungkin dia sudah mati sejak awal. Dia benar-benar hati-hati sekarang.Hari sudah sore, langit pun mendung sehingga pencahayaan di daerah ini menipis. Belum lagi, di daerah ini juga sangat sunyi, sepi, tidak ada orang satu pun.Persembunyian Tino berada di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk. Beruntung, di sini banyak sekali bangunan terbengkalai, jadi dia bisa menjadikannya tameng untuk bersembunyi dari kejaran anak buah Tino."Brengsek." Hans melihat lengan kemeja hitamnya yang sudah robek akibat tergores oleh peluru. Dia sangat beruntung bisa menghindari peluru terakhir.Tetapi, dia sudah sangat lelah. Sudah berjam-jam, dia masih terjebak di wilayah itu. Dia tidak bisa asal keluar dari gang ba