Tiara, Bi Ina serta Latifa yang di dorong kursi roda oleh Erlando dengan perlahan memasuki sebuah gedung mewah yang diyakini adalah rumah milik Erlando. Tepatnya sebuah mansion mewah yang Erlando bangun semasa ia masih merintis untuk menjadi seorang CEO tempo lalu. Tiara menatap kagum keseluruhan ruangan ketika ia sudah berada di dalam mansion tersebut. “Wah! Ini rumahnya Om Erlando yah?” ucap Tiara sembari mengeluarkan binaran cerah pada kedua bola mata kecil nya. “Menurutmu?” tanya balik Erlando seraya menaik turunkan kedua alisnya. “Bagus banget Om! Kalau begini, aku tidak akan mau pergi dari sini!” girang Tiara sembari meloncat-loncat. “Tiara! Gak boleh loncat-loncat begitu nak!” tegur Latifa membuat Tiara berhenti melakukan tindakan-tindakan kekanakannya. “Tidak apa-apa Latifa, namanya juga anak kecil, lagian ini kan mau jadi rumahnya juga” bela Erlando membuat Latifa mengernyitkan dahi. “Rumahnya? Kita kan cuma numpang kamu Erlando” bantah Latifa membuat Erlando terkekeh
Latifa memandangi kamarnya dengan seksama, ia terlihat tidak percaya dengan sekejap memiliki sebuah kamar indah dan mewah tersebut. Bahkan ini terlampau mewah baginya. “Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh Erlando? Bagaimana bisa ia dengan cuma-cuma membiarkan aku dan anakku untuk tinggal di mansion sebagus ini? Apa dia memiliki maksud lain untuk itu?” gumam Latifa sembari memainkan jari jemarinya karena cemas. “Nyonya, anda itu baru saja pulih, jangan terlalu memikirkan sesuatu yang membuat Nyonya kembali drop” tegur Bi Ina yang tadinya sedang menepuk-nepuk pelan paha Tiara yang sedang tertidur. “Lagian Nyonya, saya mohon maaf karena terlalu ikut campur mengenai kehidupan Nyonya, tapi Nyonya, Tuan Erlando itu benar-benar sangat mencintai Nyonya dengan tulus tanpa mengharapkan sesuatu yang lainnya, Tuan Erlando memiliki cinta yang murni untuk Nyonya” lanjut Bi Ina menjelaskan terkait apa yang membuat Latifa kepikiran. “Tapi Bi Ina, di dunia ini kebanyakan orang tidak akan melakuka
“Aku tidak bisa Ibu” jawab Latifa dengan tegas. “Apa! Kamu berani membantah Ibu! Kamu itu sudah untung masih diakui Anak sama Ibu dan Ayahmu! Kamu lihat di luar sana? Banyak orang yang hamil di luar nikah diusir dari rumah dan tidak diakui sebagai Anak lagi!” bentak Haidah membuat Latifa mencengkeram gamisnya dengan kuat, mencoba untuk menahan amarahnya. “Emang apa bedanya Ibu dan Ayah lakukan padaku? Aku juga sudah dibuang oleh kalian bukan? Dengan menikahkan ku dengan kondisi hamil! Apa bedanya dengan mereka yang dibuang oleh orang tuanya Bu? Aku juga sama, kalian membuangku dengan menikahkan aku bersama orang yang salah dan seterusnya tidak ingin tau kabarku seperti apa, cucu kalian juga kalian tidak tau kan rupanya seperti apa sekarang?” jelas Latifa menggebu-gebu kepada Ibunya. “Kamu-”“Sudah Bu, aku capek harus menuruti apa kata Ibu yang tidak pernah menghargaiku, jika memang aku salah aku minta maaf, Assalamualaikum” ucap Latifa lalu segera menatikan teleponnya karena merasa
“Tuan, apakah anda memanggil saya?” ucap Linda yang baru saja sampai di dalam ruangan Erlando. “Ah iya, bisakah kamu mencarikan sekolah baru untuk Tiara?” tanya Erlando membuat Linda mengernyitkan dahi. “Sekolah baru untuk Tiara? Kenapa dengan sekolah lama Tiara Tuan?” tanya Linda dengan penasaran. “Tidak ada apa-apa mengenai sekolahnya Tiara, hanya saja, sekolah Tiara jaraknya sangat jauh dari mansionku”Linda semakin bingung dengan ucapan Erlando. “Maaf Pak, apa hubungannya rumah anda dengan sekolahnya Tiara yah?” tanya Linda kembali membuat Erlando mengingat jika Linda masih belum mengetahui terkait Latifa dan Tiara yang saat ini tengah tinggal di mansionnya. “Aku lupa jika kamu belum tau mengenai Tiara dan Latifa, jadi sekarang mereka berdua tinggal di mansionku” Rasa bingungnya bertambah, bahkan ia juga sangat terkejut ketika mendengar kabar tersebut. “Ba-bagaimana bisa Tuan?” “Ceritanya panjang, intinya Candra meninggalkan Latifa dan Tiara sendiri di tempat yang sepi, te
“Ini alamatnya udah bener kan Bu?” tanya Herman kepada Istrinya sembari menatap ruman Candra dari luar. “Sepertinya iya Pak, kita tanya Satpam saja yah” saran Haidah yang diangguki oleh Herman. “Permisi Pak, saya mau tanya, apakah ini rumah dari Candra?” tanya Haidah kepada satpam yang kebetulan sedang berada di luar gerbang.“Iya Bu, ada perlu apa yah kemari?” tanya Satpam tersebut dengan sopan. “Kami berdua mertuanya Candra Pak, apakah kami bisa masuk?” tanya Haidah kembali. “Oh begitu yah Bu, silahkan Bu, kebetulan Tuan Candra sedang di rumah” ucap Satpam tersebut sembari membukakan pintu gerbang kepada Herman dan Haidah. “Baik Pak terimakasih yah” ucap Haidah lalu masuk diikuti Herman dibelakangnya. Haidah dan Herman berjalan beriringan menuju rumah Candra. “Punya Suami yang kaya malah ditinggal, kayaknya Anakmu sedang memiliki gangguan jiwa Haidah” celetuk Herman membuat Hadiah langsung memukul Herman cukup keras. “Bicaranya Pak!” peringat Haidah. Herman hanya mendesis k
“Ibu dan Bapak, rumah yang kita tuju sudah sampai” seru supir tersebut kepada Haidah dan Herman. Haidah dan Herman mengintip rumah tersebut dari jendela namun gerbangnya tertutup dan sangat tinggi yang mana membuat Haidah dan Herman tidak mampu melihat rumah tersebut. “Oh begitu, makasih yah Pak” ucap Haidah lalu segera keluar dari mobil tersebut bersama dengan Herman. “Pak, gerbangnya sebesar ini, apa mungkin rumahnya sebesar istana?” tanya Haidah sembari mendongak melihat ujung dari gerbang yang ada di hadapannya tersebut. “Pasti si Bu, kalau tidak, bagaimana Latifa mau ikut bersama dengan lelaki itu? Kasih makan apa anaknya nanti, orang kuliah juga gak sampai lulus” jawab Herman dengan sinis. “Hush! Pak! Latifa pasti juga punya alasan mengapa dia memilih untuk pergi dari Suaminya itu, apa bapak tidak melihat bagaimana sikap Ibu mertuanya itu?” ucap Haidah membuat Herman terdiam. “Ayo Pak, kayaknya Ibu gak sabar mau ketemu Latifa” ajak Haidah sembari mencari-cari satpam yang e
“Sepertinya keputusanmu untuk meninggalkan Candra memang benar Latifa, aku tidak menyangka kamu mendapatkan perlakuan Suami dan Mertuamu sendiri seperti itu” ucap Haidah dengan geram. “Iya Bu, Bapak sepemikiran, kalau tau begitu sudah Bapak cincang si Candra” celetuk Herman membuat Haidah spontan memukul paha Herman dengan keras. “Bapak ini, apa tidak lihat ada cucumu di sana?” ucap Haidah sembari menunjukkan Tiara yang kini sedang dipangku oleh Erlando. “Ah iya Bapak lupa” gumam Herman sembari salah tingkah. “Aku lupa Cucuku sendiri” ucap Herman lalu bangkit dan mendekati Tiara. Ia merendahkan tubuhnya mendekat ke arah Tiara. “Tiara, apa Tiara tau aku ini siapa?” tanya Herman dengan pelan. Tiara menggelengkan kepalanya dengan raut wajah yang kebingungan. ‘Ya Allah, dosaku pasti sangat besar, Anak ini tidak tau apa-apa tapi ikut mendapatkan hukuman karena ulahku’Ucap pilu Herman dalam hati. “Aku adalah Kakekmu dan yang di belakang adalah Nenekmu, jadi sekarang tau kan?” tany
“Nak, jadi… Sejak kapan kamu bertemu dengan Erlando? Dan bagaimana bisa kalian saling kenal seperti ini?” tanya Haidah dengan penasaran mengenai awal kedekatan antara Latifa dan Candra. “I-itu, semenjak Erlando membantuku dalam kasus Tiara yang terkena tuduhan membully Siswa lain Bu” jawab Latifa dengan dusta. ‘Sebenarnya semenjak Latifa kuliah dulu Ibu, dan sebenarnya Erlando adalah Ayah biologis Tiara, entah bagaimana aku harus terus menerus menutupi kenyataan ini?’Ucap Latifa dalam hati dengan memberi reaksi agak cemas. “Bagaimana bisa Tiara sampai terkena tuduhan seperti itu Latifa?” tanya Haidah dengan raut wajah yang terkejut. “Ah itu, ada salah satu wali murid yang anaknya membully Tiara Bu, dia merasa memiliki kuasa jadi Ibu paham sendiri bagaimana watak dari orang-orang seperti itu, semuanya ia putar balikkan fakta yang ada” jelas Latifa membuat Haidah merasa geram. “Begitu? Kenapa gak kamu jambak saja orang seperti itu, orang-orang yang seperti inilah yang mengotori du